KOMPAS.com - Sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki sejarah kemaritiman yang panjang.
Salah satu bukti sejarah itu berupa kapal Perang Dunia II yang karam di laut timur Bali, yakni United States Army Transport (USAT) Liberty yang berlokasi di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali.
USAT Liberty adalah kapal kargo milik angkatan laut Amerika Serikat yang dulunya digunakan untuk mengangkut rel kereta api dan karet demi mendukung keperluan mereka dalam Perang Dunia II.
Kapal tersebut karam usai diserang Jepang. Bangkainya kini berada di perairan Tulamben, Bali, Indonesia dengan kedalaman 5-28 meter.
Baca juga: Kisah Pesawat Kargo Singapore Airlines 2015, Mendarat Darurat di Bali akibat Kentut Domba
Co-Owner and Master Scuba Diver Trainer Bali Elite Scuba Team, I Nyoman Budiasa mengatakan, situs USAT Liberty berada di sekitar 30 meter dari tepi pantai Tulamben.
Hal ini membuat situs tersebut dapat dikunjungi penyelam dari dalam negeri maupun mancangara. Aksesnya yang mudah juga membuat USAT Liberty menjadi lokasi favorit bagi penyelam di seluruh dunia.
Pria yang akrab disapa Jink ini mengaku, situs USAT Liberty kini juga dikunjungi penyelam pemula.
"Di sini kalau tidak bisa berenang tetap bisa ikut scuba diving," kata dia kepada Kompas.com, Sabtu (9/8/2025).
Meski demikian, sebagai pelatih master scuba driver, Jink tetap menerapkan SOP yang ketat sebelum penyelaman dimulai, mulai dari pengecekan kesehatan medis, riwayat penyakit, hingga pemberian materi basic skill kepada penyelam.
Baca juga: Insiden USS Liberty pada 1967, Israel Serang Kapal Militer AS, 34 Orang Tewas
Sejarah USAT Liberty, kapal Perang Dunia II milik AS
Dikutip dari Jurnal Diving Track Model of USAT Liberty Site (2015), kapal USAT Liberty karam di Desa Tulamben pada 11 Januari 1942.
Kala itu, kapal milik Angkatan Laut AS tersebut tengah berlayar di Selat Lombok dan tiba-tiba terkena tembakan torpedo yang diluncurkan oleh kapal selam seri 1-155 milik tentara Jepang.
Akibatnya, kapal mengalami kerusakan parah dan harus ditarik dengan dua kapal lain milik tentara AS, yakni Paul Jones dan Kapal Perusak milik Belanda Van Gent.
Kapal itu ditarik menuju ke pelabuhan milik Belanda di daerah Singaraja.
Namun, karena kerusakan yang parah, USAT Liberty harus bersandar di pantai Bali Timur, tepatnya di Desa Tulamben.
Baca juga: Eks Tentara Israel Diduga Kelola Vila Mewah di Bali, Masuk Indonesia Gunakan Identitas Jerman
Kondisi kapal saat itu sudah dipenuhi oleh air sehingga tidak memungkinkan untuk terus ditarik sampai ke Singaraja.
Muatan kapal USAT Liberty akhirnya dibongkar dan dibawa ke Desa Tulamben.
Kapal itu kemudian bersandar di pantai Bali Timur dari 1942 sampai dengan 1963.
Ketika gempa yang disebabkan karena letusan Gunung Agung terjadi, bangkal kapal tersebut terseret ke laut sekitar 30-40 meter.
Kini, tempat itu menjadi lokasi penyelaman populer di kalangan para penyelam, baik dari dalam maupun luar negeri.
Baca juga: Bom Milik AS Meledak di Bandara Jepang, Diduga Berasal dari Perang Dunia II
Menjelajahi situs USAT Liberty, surganya para penyelam
Kompas.com berkesempatan menjelajahi situs USAT Liberty yang kini menjadi cagar budaya milik Indonesia pada Sabtu (9/8/2025) pukul 11.00 WITA.
Sebelum menyelam, Jink mengarahkan wisatawan untuk melakukan pengecekan medis dan riwayat kesehatan.
Dia juga memberikan arahan terkait hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan setelah scuba diving, seperti tidak melakukan perjalanan menggunakan pesawat terbang 18 jam setelah menyelam.
"Setelah menyelam, tubuh kita menyimpan nitrogen yang belum dikeluarkan. Perubahan tekanan ketika naik pesawat bisa menyebabkan nitrogen yang belum keluar itu membentuk gelembung gas yang mengembang," kata dia.
Baca juga: Video Viral Mini Tsunami akibat Air Laut di Bali Sempat Surut, Ini Kata BMKG
Jika hal itu terjadi, penyelam akan mengalami penyakit dekompresi yang bisa menyebabkan kerusakan saraf, kelumpuhan, hingga kematian.
Setelah mendapat arahan, Jink mengenalkan basic skill saat menyelam, mulai dari ekualisasi sampai isyarat tangan yang dibutuhkan untuk menyampaikan kondisi atau masalah yang dialami selama penyelaman.
"Kami tidak bisa menyampaikan kapan kamu harus ekualisasi. Lakukan sesering mungkin, jangan menunggu sakit," kata Sam, salah satu instruktur yang menemani penyelam.
Penyelaman mulai dilakukan dari bibir pantai, dengan dipandu oleh instruktur selama menuju ke bangkai kapal USAT Liberty.
Baca juga: Penjelasan Super Air Jet Usai Ridwan Kamil Protes Pesawat Bali-Jakarta Delay
Pada kedalaman 15 meter, bangkai kapal USAT Liberty mulai terlihat. Warnanya yang gelap di tengah biru laut yang dalam itu membuatnya itu terlihat megah.
Banyak ikan-ikan kecil berenang menyusuri bagian kapal.
Sebagai informasi, kapal USAT Liberty karam dan pecah menjadi dua bagian. Pada kedalaman 7-20 meter, penyelam dapat menjelajahi bagian badan atau lambung kapal hingga bagian buritan kapal.
Sementara, pada kedalaman 23-30 meter, penyelam bisa melihat bagian haluan atau depan kapal.
Beberapa bagian kapal tampak sudah rusak, terutama lambung kapal yang pecah dan bagian-bagian kapal lainnya yang lepas dari posisinya.
Baca juga: Pilot Perang Dunia II yang Hilang Berhasil Ditemukan Setelah 80 Tahun
Biota laut di situs USAT Liberty Shipwreck Bali
Selain tembakan torpedo, kerusakan itu juga disebabkan oleh turbulensi air laut, korosi, dan aktivitas penyelaman yang padat.
Penyelam akan dimanjakan dengan kehidupan biota laut, dari flora hingga fauna.
Bangkai kapal USAT Liberty kini menjadi tempat hidup hewan laut, seperti kuda laut, barakuda raksasa, rog fish, grouper, jack fish, ikan angel, serta hiu karang hitam dan putih.
Jika beruntung, penyelam bahkan bisa menjumpai hiu, paus, dan mola-mola.
Pada kedalaman 12-14 meter di bagian depan kapal, penyelam dapat melihat karang gorgonia berwarna-warni.
Deretan karang dan alga mulai menutupi bagian karang tersebut. Namun, ada pula bagian kapal yang catnya relatif masih utuh dan belum ditumbuhi oleh karang.
Pemandangan ini justru membuat USAT Liberty menjadi lebih unik dan otentik.
Penyelam juga bisa menjelajahi bagian dalam kapal melalui lubang-lubang besar yang terbentuk karena kerusakan kapal.
Baca juga: Kapal Hantu Perang Dunia II Ditemukan, Pernah Berlabuh di Jawa
USAT Liberty jadi sumber kehidupan warga sekitar
Sejak menjadi surga bagi para penyelam, USAT Liberty kini dikunjungi lebih dari 200 penyelam dalam setiap harinya.
Jink merupakan salah satu warga Desa Tulamben yang merasakan dampak ekonomi dari peninggalan situs USAT Liberty.
Pada 2017, dia bersama dengan rekannya, Erik mendirikan dive center Bali Elite Scuba.
Kini Bali Elite Scuba tidak hanya menyediakan jasa penyelaman, tetapi juga dive resort dan kursus menyelam.
Ia sendiri saat ini masih menjadi Pelatih Master Scuba Diver.
Selain Jink, para perempuan di Tulamben juga bekerja sebagai buruh porter yang mengangkut alat-alat selam yang akan digunakan.
Baca juga: Viral, Video Pertalite Keruh Diduga Tercampur Lumpur di Wilayah Bali, Ini Kata Pertamina
Mereka tampak menghampiri mobil pengangkut penyelam dan alat-alat selamnya, kemudian segera menarik dan mengangkat tabung oksigen seberat 14-16 kilogram.
Sebagian dari mereka mengambil keranjang yang berisikan kelengkapan selam lain, seperti fins selam hingga makanan dan minuman.
Pesona USAT Liberty membuat Desa Tulamben kini tumbuh sebagai tempat wisata.
Sejumlah fasilitas untuk mendukung kegiatan penyelaman, seperti hotel, restoran, homestay, dan dive center mulai tersedia.
Belum lagi, kawasan Amed yang hanya 10 menit dari Tulamben juga menawarkan pemandangan sunset nan indah yang diapit Gunung Agung di sisi kiri dan deburan ombak di pantai di sisi kanan.
Pesona ini menambah daya tarik sepanjang Jalan Amed hingga Tulamben yang kini mulai dipenuhi dengan cafe hingga spot sunset.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.