Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahir 1312 dan ACAB, Mengapa Polisi Kerap Dimusuhi Masyarakat di Berbagai Negara?

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons/Valeria Rojas Bruna
Apa arti kode ACAB dan 1312?
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Masyarakat menggelar aksi unjuk rasa pada 28-29 Agustus 2025 di sejumlah titik, termasuk di kompleks Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Setelah insiden tragis yang menewaskan driver ojek online (ojol) Affan Kurniawan, media sosial khususnya X dipenuhi slogan ACAB dan kode 1312.

Kedua istilah tersebut merupakan simbol perlawanan global yang merupakan singkatan dari All Corps Are Bastards.

Ungkapan yang terbentuk sejak awal abad ke-20 tersebut digunakan oleh masyarakat internasional untuk menunjukkan perlawanan terhadap tindakan represif aparat keamanan, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).

Adapun kode numerik 1312 merupakan bentuk angka sebagai perhalusan dari ACAB, sesuai dengan urutan alfabet: A=1, C=3, A=1, B=2.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat istilah ini sudah digunakan sejak lama dan lahir di luar Indonesia, lantas, kenapa polisi kerap dimusuhi oleh masyarakat dunia?

Baca juga: Ramai Kode ACAB dan 1312 Seusai Rantis Brimob Lindas Driver Ojol, Apa Itu?


Istilah untuk gambarkan kemunafikan aparat

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, menjelaskan bahwa istilah ACAB dan 1312 sudah muncul sejak tahun 1920-an di Eropa.

Ia menjelaskan, pada saat itu polisi bisa dianggap sebagai tokoh munafik yang bisa mengamankan kepentingan mereka sendiri.

Sebab, dalam kisah paling awal, terdapat penjahat yang merasa dikhianati oleh polisi yang menggunakan jasanya tetapi tetap memenjarakannya pada akhirnya.

Drajat menambahkan, pada saat itu, penindasan kelas pekerja umumnya dianggap dilakukan oleh kelompok borjouis atau kapitalis.

Namun, sederet kejadian menyangkut polisi juga membuat masyarakat mempersepsikannya sebagai penindas, ditandai dengan lahirnya slogan ACAB itu.

"Masyarakat merasa, ternyata polisi ini bisa menjadi penindas juga yang pura-pura menerapkan peraturan tetapi ternyata digunakan untuk keuntungannya sendiri," terang Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).

Hal ini membuat masyarakat tidak percaya lagi terhadap institusi kepolisian.

Selain itu, kata dia, masyarakat dunia juga mengkritik standar ganda yang dilakukan polisi, yaitu menjadi pelindung dari pengusaha besar dan tokoh tertentu.

"Karena memang dari semua institusi, yang paling berhadapan dengan masyarakat secara langsung itu polisi," ujar Drajat.

"Jadi, polisi harus sadar betul kalau dia sampai mencederai masyarakat, reaksinya akan luar biasa," sambung dia.

Baca juga: 300 Personel Baret Jingga dan Ungu Sambangi Kwitang, Apa Arti Warna Baret TNI?

Polisi anggap masyarakat sebagai musuh

Selanjutnya, Drajat mengakui bahwa polisi memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan koleganya, misalnya AU, AD, dan AL.

Sebab, mereka sebenarnya memiliki hak yang sama untuk melakukan kekerasan dan memegang senjata pembunuh, seperti bom, pistol, dan lain sebagainya. Namun, fungsi polisi adalah menertibkan dan mengamankan masyarakat.

"Sehingga, yang dihadapi polisi bukan musuh. Kalau tentara yang dihadapi musuh, jadi kalau dia harus memukul, itu kewajibannya. Tapi polisi diharapkan menjaga masyarakat," papar Drajat.

"Masyarakat yang ia tertibkan dan jamin keamanannya bukanlah musuh, tetapi customer yang harus ia layani," lanjutnya.

Dia juga menyoroti bahwa polisi sering memiliki posisi yang tidak jelas atau harus melakukan hal yang bukan tugasnya.

Misalnya polisi bertugas menertibkan lalu lintas, tetapi kadang harus mengamankan sesuatu yang bukan tugas dia, misal mengawal DPR.

"Dalam operasi di lapangan, polisi seharusnya mengamankan masyarakat, tetapi faktanya ketika menghadapi massa besar, dia melempar gas air mata, menembak peluru karet," kata dia.

Menurut Drajat, tindakan polisi yang memposisikan masyarakat sebagai "musuh" itulah yang membuat jarak antara keduanya semakin jauh.

"Memang ada orang jahat yang harus dihadapi, tetapi jangan sampai orang-orang tidak bersalah, mereka yang hanya menyampaikan kritik, diperlakukan sebagai orang jahat," ungkap dia.

Drajat menutup bahwa kecerdasan atau fungsi intelijen terkait dengan relasi masyarakat penting dimiliki oleh aparat kepolisian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi