KOMPAS.com - Saat ini, demonstrasi yang berujung kericuhan terjadi di sejumlah kota di Indonesia.
Setelah sebelumnya dipicu oleh tunjangan DPR, publik semakin bereaksi usai seorang pengemudi ojol dilindas oleh mobil kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025).
Mengenai situasi publik yang masih aktif melakukan demonstrasi, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penyebabnya adalah anggota DPR yang asal bicara.
Ia meminta agar para anggota dewan untuk tidak sembarangan bicara ketika kebijakannya dikritik oleh masyarakat.
"Jangan bicara asal-asal dan jangan menghina masyarakat. Ini semua yang menjadi penyebab daripada masalah," ujar JK dikutip dari Kompas.com, Jumat (29/8/2025).
Baca juga: Pesawat Berputar-putar di Langit Jakarta Disebut untuk Tabur Garam Saat Demo, Benarkah?
Menurutnya, situasi sekarang bisa dijadikan pelajaran bagi para pejabat lainnya untuk tidak asal bicara karena akan berdampak besar.
JK mengingatkan, kondisi seperti sekarang ini akan memberikan dampak besar bagi perekonomian dan kehidupan orang banyak.
Lantas, apakah benar ucapan anggota DPR satu-satunya pemicu kemarahan masyarakat? Adakah cara untuk memperbaikinya?
Akar masalah pada sikap DPR yang kurang transparan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, ucapan anggota DPR bukan satu-satunya pemicu kemarahan rakyat.
Ia berpendapat, kemarahan rakyat disebabkan oleh cara DPR dalam menentukan kebijakan terkait pendapatan seperti gaji dan tunjangan secara diam-diam.
Dengan kata lain, DPR dianggap kurang terbuka kepada masyarakat.
"Pak JK itu ya enggak salah, tapi (pendapat) Pak JK saya rasa itu baru salah satu faktor. Faktor lain ya itu faktornya terbuka aja," kata Trubus ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).
Lebih lanjut, Trubus menjelaskan bahwa kemarahan masyarakat kali ini dipicu oleh sikap DPR yang tidak terbuka soal anggaran.
Seperti diketahui, masyarakat marah karena mengetahui jumlah tunjangan DPR seperti tunjangan rumah dan dana reses hingga pendapatan yang diduga mencapai ratusan juta rupiah.
"Akar persoalannya itu, dia membuat kebijakannya itu sembunyi sendiri," lanjutnya.
Baca juga: Pengerahan Pasukan Marinir dan Kopasgat Saat Demo 29 Agustus 2025, Apa Tujuannya?
Sebelumnya, ia sudah pernah menjelaskan bahwa kenaikan gaji atau tunjangan seharusnya melibatkan partisipasi publik.
Sebagai contoh, sebelum menaikkan gaji atau tunjangan maka DPR seharusnya mengundang pihak lain seperti pengamat kebijakan publik hingga awak media agar langkah tersebut dapat disosialisasikan kepada masyarakat.
Ia menegaskan, transparasi lah yang dibutuhkan oleh publik.
Karena jika tidak dibiasakan dialog secara terbuka dan cara seperti sekarang diteruskan, publik akan menganggap DPR menghambur-hamburkan uang negara.
"Karena kan tuntutan itu kan ada transparansi. Karena dia membuat kebijakan itu diam-diam gitu loh," ujarnya.
Saat selain itu, publik marah karena sikap DPR yang menantang masyarakat. Trubus pun membandingkannya dengan apa yang terjadi di Pati karena Sudewo menantang masyarakat untuk membawa 50 ribu pendemo.
Dari cara DPR menganggarkan pendapatan mereka kemudian diikuti dengan ucapan beberapa anggotanya, hal ini menjadi efek domino yang memicu amarah masyarakat.
Selain itu, kesediaan DPR untuk mendengar aspirasi rakyat pun diperlukan. Jika ada masyarakat demo, Trubus menilai sebaiknya diterima dan didengarkan bukannya seperti yang terjadi pada Kamis (28/8/2025).
Kala itu, pagar Gedung DPR RI tertutup dan bahkan dilumuri oli sehingga pendemo tidak bisa bertemu dengan perwakilan rakyat.
Bagaimana cara memperbaiki situasi ini?
Trubus menjelaskan, situasi ini dapat diperbaiki jika orang-orang yang memicu kemarahan publik digantikan.
Caranya adalah DPR mengirimkan surat perintah kepada ketua partai politik untuk melakukan penggantian antarwaktu (PAW).
"Memperbaiki bisa aja tinggal yang model kayak Sahroni itu kan harusnya di ketua DPR ngirim surat kepada partainya aja atau meminta kepada ketua parpol-parpolnya untuk diganti orangnya. Kan di-PAW bisa toh," papar Trubus.
Selain Sahroni, ia juga memberikan contoh anggota dewan yang berjoget-joget di depan publik.
"Yang suka joget-joget itu dibalikan ke partainya. Kayak Deddy Sitorus tuh Partai PDI ya kirim aja ke Megawati, minta Bu Mega ini ganti orangnya," sambungnya.
Menurut Trubus, cara memperbaiki situasi ini adalah mengganti orang-orang tersebut dengan formasi baru.
Jika ketua DPR mengirim surat kepada partai politik, maka bisa dipilihkan orang baru untuk menggantikan kader-kader tersebut.
Trubus menilai, perlu ketegasan DPR dan partai politik untuk menindak anggotanya yang blunder.
Baca juga: Sorotan Media Asing soal Demo 29 Agustus 2025: Ujian Utama bagi Pemerintah Prabowo
Selain mengganti formasi di DPR, Presiden juga bisa turun untuk menemui para pendemo. Namun untuk saat ini, peserta demonstrasi belum mengarah ke istana.
Ia berpendapat, demonstran saat ini masih berlaku santun jika dibandingkan dengan tahun 1998 silam.
Di sisi lain, Presiden dinilai sudah melakukan langkah tindakan dengan menyampaikan permintaan maaf dan mendatangi rumah mendiang Affan.
Meskipun harus diakui, langkah itu belum sepenuhnya optimal.
"Artinya presiden sudah melakukan langkah-langkah tindakan walaupun belum belum optimal tentu ya karena sambil jalan," jelas Trubus.
Kemudian, salah satu langkah yang dinilai optimal yakni mengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo sesuai dengan tuntutan pendemo.
"Kalau optimal apa? Yang optimal ya sebenarnya tinggal itu Kapolri-nya diganti misalnya kan bisa," ujarnya.
Sementara Kapolda Jakarta sendiri tergolong baru dalam jabatannya sehingga dinilai masih mencoba mengenali posisi barunya.
"Ya tinggal diganti aja, tapi masalahnya itu political will-nya. Kemauan untuk mengganti," tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.