Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saran untuk Presiden, DPR, dan Polri untuk Redam Kemarahan Publik...

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
Apa yang Harus Dilakukan Presiden, DPR, dan Polri untuk Meredam Demonstrasi?
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Unjuk rasa pecah di berbagai kota di Indonesia. Di sejumlah daerah, demonstrasi bahkan sampai menimbulkan korban jiwa dan korban terluka, serta kerusakan fasilitas umum.

Presiden Prabowo Subianto telah melakukan sejumlah cara untuk meredam demonstrasi. Salah satunya dengan mengundang 16 organisasi masyarakat (ormas) Islam ke kediamannya di Hambalang, Jawa Barat pada Sabtu (30/8/2025) sore.

Presiden juga memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk mengambil langkah tegas menghadapi aksi.

"Arahan Presiden jelas, khusus untuk tindakan-tindakan anarkis, TNI dan Polri diminta mengambil langkah tegas sesuai dengan undang-undang,” kata Listyo, dikutip dari Antara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, sudah tepatkah langkah yang dilakukan Prabowo?

Baca juga: Minta Polisi Tahan Diri Saat Kawal Demo, YLBHI: Hadapilah Rakyat dengan Humanis

Temui para pendemo

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan langkah paling efektif yang sebaiknya diambil Presiden, DPR, dan Polri adalah melakukan dialog.

"Jadi pimpinan-pimpinan itu mungkin bisa bertemu dengan mereka (pendemo) sehingga ada dialog. Turuti kemauan pendemo dengan konkret," katanya saat dimintai pandangan Kompas.com, Minggu (31/8/2025).

Menurut dia, eskalasi demonstrasi yang saat ini terjadi karena masalah partisipasi publik yang tidak diwadahi dengan tepat.

Oleh sebab itu, dibutuhkan dialog secara terbuka untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Tak hanya itu, Trubus berharap supaya pemerintah melalui DPR dapat segera merespons tuntutan aksi massa.

"Misalnya, seperti Partai NasDem yang sudah menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari anggota DPR. Partai lain ikuti dong, seperti fraksi dari Eko Patrio dan Uya Kuya," ungkapnya.

Menurut pengamat kebijakan publik itu, beberapa nama yang telah dianggap sebagai "public enemy" belakangan ini perlu dengan sadar untuk mengundurkan diri, termasuk dari Kepolisian RI.

Trubus menambahkan, Presiden Prabowo juga memiliki kewenangan untuk menginstruksikan Menko di kabinetnya. Menurutnya, absennya Menko di tengah situasi saat ini bisa semakin memperburuk keadaan.

"Menko-nya itu disuruh menemui masyarakat, duduk dengan pendemo," ucap Trubus.

Senada dengan Trubus, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan pemerintah dapat meredam demonstrasi dengan cara mengganti jabatan Kapolri yang saat ini diduduki oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Selain itu, Polri juga bisa mengambil langkah dengan cara memberikan perhatian khusus kepada keluarga Affan Kurniawan untuk meredam situasi saat ini.

"Caranya ganti Kapolri segera dan saudaranya Affan Kurniawan direkrut menjadi polisi tanpa tes," kata dia saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon pada Minggu.

Menurut Agus, massa aksi yang sudah chaos ini disebabkan karena warga sudah muak dengan apa yang dilakukan DPR dalam beberapa waktu belakangan.

Baca juga: 300 Personel Baret Jingga dan Ungu Sambangi Kwitang, Apa Arti Warna Baret TNI?

Pengerahan TNI dinilai kurang tepat

Sementara itu, langkah Prabowo menginstruksikan TNI untuk menindak tegas massa aksi dinilai kurang tepat.

Trubus mengatakan, kondisi saat ini masih dalam ranah menjaga ketertiban umum yang menjadi tugas anggota Polri sebagai diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengacu aturan tersebut, keamanan dan ketertiban masyarakat masih berada dalam tugas dan fungsi Polri.

"Sebenarnya belum saatnya (melibatkan TNI)," kata dia.

Adapun pengerahan TNI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah berkaitan dengan pertahanan dan keamanan.

Trubus menilai, keterlibatan TNI di kondisi saat ini mengingatkannya pada momen 1998 ketika TNi masih bernama ABRI.

Pada saat itu, terjadi tumpang tindih tugas, pokok, dan fungsi ABRI yang membuat lembaga tersebut memiliki kekuatan dalam hal pertahanan dan keamanan serta sosial politik.

Jika sejarah berulang, Trubus khawatir hal itu bisa menimbulkan terjadinya darurat militer.

"Saya rasa ini lebih baik diberikan kepada Polri, jadi TNI-nya jangan turun dulu," terangnya.

Sementara itu, Agus mengatakan, jika presiden memutuskan untuk mengerahkan TNI, dia berharap agar tugas tersebut hanya diberikan kepada marinir TNI.

"Saya berharap sih marinir saja karena marinir dari dulu kan cocok dengan kalau ada chaos-chaos ini yang turun marinir biasanya," kata dia.

Meski demikian, Agus juga tidak memungkiri adanya kekhawatiran terjadinya darurat militer jika TNI sudah mulai dikerahkan.

Agus menyampaikan, dalam kondisi seperti saat ini, peran presiden untuk mengambil keputusan sangatlah menentukan masa depan Tanah Air.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi