Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Diperbincangkan, Apa yang Terjadi jika Darurat Militer Diberlakukan?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah
Forkopimda Kabupaten Bandung melakukan patroli ke beberapa obyek vital di Kabupaten Bandung seperti kantor perbankan, pasar tradisional, selainbitu kantor Pemda dan DPRD Kabupaten Bandung di jaga ketat aparat menyusul aksi demo yang akan dilaikan sejumlah mahasiswa di Kabupaten Bandung, Senin (1/9/2025)
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Lini masa media sosial diramaikan dengan perbincangan terkait kondisi di Indonesia setelah maraknya demonstrasi di beberapa wilayah.

Sebagian warganet bahkan menyerukan agar aksi unjuk rasa dihentikan untuk mencegah kemungkinan berlakunya darurat militer.

Istilah darurat militer menjadi topik paling banyak diperbincangkan pada Minggu (31/8/2025) media sosial X.

"Pulang kawan, hentikan Demonstrasi, Penjarahan, pengerusakan fasilitas umum. Jangan sampai Darurat Militer itu terjadi. Mungkin ini bisa jadi renungan kita ketika Darurat Militer itu terjadi dan berdampak terhadap perekonomian," tulis salah satu akun X.

Diketahui, darurat militer dipahami sebagai kondisi ketika negara berada dalam keadaan bahaya. Situasi ini muncul apabila tingkat ancaman yang dihadapi lebih besar daripada keadaan darurat sipil.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan kata lain, ancaman tersebut dinilai tidak dapat ditangani hanya melalui kewenangan pejabat sipil.

Lantas, apa yang terjadi jika darurat militer diterapkan di Indonesia?

Baca juga: Informasi Demo Hari Ini di Sejumlah Daerah Indonesia: Titik Lokasi dan Tuntutannya

Apa yang terjadi jika darurat militer diberlakukan?

Ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto mengatakan, jika darurat militer diberlakukan, ada beberapa dampak yang mungkin terjadi.

Menurutnya, negara memiliki kewenangan untuk menertibkan kerusuhan dengan kekuatan, militer sehingga potensi disintegrasi dapat dicegah.

Namun, langkah ini juga memiliki risiko besar, seperti terjadinya pelanggaran HAM, pembungkaman ruang demokrasi, timbulnya ketidakpercayaan publik, serta memburuknya citra Indonesia di mata internasional.

"Maka, penerapan darurat militer saat ini tidak tepat karena demonstrasi masih merupakan bagian dari proses demokrasi," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/9/2025).

Karenanya, dalam situasi saat ini, pemerintah sebaiknya menyikapinya lebih proporsional melalui pendekatan dialog, penegakan hukum, dan penguatan kanal komunikasi publik.

Baca juga: Minta Polisi Tahan Diri Saat Kawal Demo, YLBHI: Hadapilah Rakyat dengan Humanis

Senada, Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Beni Kurnia Illahi menyampaikan, darurat militer akan memberikan kewenangan penuh terhadap tentara untuk mengendalikan keamanan dalam negeri.

Hal ini berpeluang membatasi hak sipil, termasuk pembatasan terhadap pers dan penyebaran informasi secara menyeluruh.

"Jika status ini diberlakukan, seluruh kewenangan sipil akan dialihkan ke militer demi menjaga stabilitas dan keamanan," ujarnya saat dihubungi terpisah, Senin.

Selain itu, TNI memiliki kewenangan menahan seseorang hingga 20 hari tanpa melalui proses hukum sipil.

Menurutnya, individu yang dianggap mengancam juga dapat dipaksa keluar dari suatu wilayah.

"Atas dasar itu, kebijakan pemberlakuan status darurat militer perlu dimitigasi sejak awal agar tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari, khususnya yang dapat mengancam hak-hak warga negara," jelas dia.

Baca juga: Tak Sama, Ini Perbedaan Status DPR Nonaktif dan Dipecat

Belum memenuhi syarat darurat militer

Sementara itu, Agus menuturkan, darurat militer diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.

Pasal 1 ayat (1) menyebutkan, keadaan darurat dapat ditetapkan bila keamanan negara terancam oleh pemberontakan, kerusuhan besar, atau bahaya yang mengancam persatuan.

Dalam hal ini, presiden berwenang menetapkannya dengan persetujuan DPR.

Meski gelombang demonstrasi terjadi di berbagai daerah dan menelan korban jiwa, jelas dia, secara empirik masih berada dalam koridor hak konstitusional rakyat sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat. 

Menurutnya, pemberlakuan darurat militer baru relevan apabila demonstrasi berkembang menjadi pemberontakan bersenjata yang benar-benar mengancam keutuhan negara.

"Hal ini belum otomatis memenuhi syarat pemberlakuan darurat militer," tegas dia.

Baca juga: Picu Gelombang Demonstrasi, Kenapa Sejumlah Anggota DPR Bersikap Sembrono?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi