KOMPAS.com - Malaysia mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Gig pada Kamis (28/8/2025).
Dengan pengasahan RUU ini, lebih dari 1,2 juta warga Malaysia yang mencari nafkah melalui ekonomi gig (gig economy) kini akan mendapatkan perlindungan kesejahteraan.
Sebagai informasi, pekerja gig adalah pekerja freelance atau pekerja lepas yang berbasis proyek jangka pendek dan fleksibel.
Karakteristiknya, para pekerja gig tidak terikat kontrak jangka panjang, pendapatan tidak menentu, dan kurangnya jaminan sosial.
Contoh para pekerja gig adalah ojek online, content creator, copywriter, penulis lepas, desainer grafis, pengembang perangkat lunak, dan lain sebagainya.
Baca juga: Aksi Warganet Malaysia dan Thailand Pesankan Makanan via Online untuk Warga Indonesia di Tengah Demo
Lindungi pekerja lepas
Dikutip dari Malay Mail, Kamis, undang-undang baru ini secara resmi mengakui pekerja lepas sebagai kategori tersendiri dalam angkatan kerja, bukan karyawan tetap ataupun pekerja lepas.
Undang-undang ini juga memperkenalkan perlindungan hukum melalui perjanjian tertulis wajib antara pekerja dan entitas kontrak.
Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Steven Sim Chee Keong mengatakan, undang-undang ini akhirnya mengatasi kesenjangan yang sudah lama ada dalam perlindungan tenaga kerja.
"Sudah terlalu lama, 1,2 juta warga Malaysia di sektor gig bekerja setiap hari tanpa perlindungan yang layak," ujarnya.
"Seolah-olah kontribusi mereka terhadap perekonomian tidak pantas diakui. RUU ini mengakhiri ketidakadilan tersebut," sambungnya.
Undang-undang tersebut mencakup spektrum luas pekerja lepas, mulai dari pengemudi e-hailing dan p-hailing hingga pekerja lepas dan pembuat konten digital.
Baca juga: 10 Negara dengan Ekonomi Islam Terkuat di Dunia 2025, Indonesia di Bawah Malaysia
Perusahaan wajib sediakan kontrak jelas
Dengan adanya undang-undang ini, semua platform dan perusahaan harus menyediakan kontrak yang secara jelas menyatakan standar minimum untuk ketentuan pembayaran, pengaturan kerja, cakupan asuransi, dan prosedur pemutusan hubungan kerja.
Undang-undang tersebut juga melarang perubahan tarif sepihak, penonaktifan akun secara sewenang-wenang, dan pembatasan pekerjaan multi-platform.
Undang-undang ini juga membentuk Pengadilan Pekerja Gig yang berwenang menyelesaikan perselisihan dan memerintahkan penyelesaian, seperti pemulihan jabatan, kompensasi atau pembayaran upah yang belum dibayar.
"Untuk pertama kalinya, pekerja akan memiliki hak untuk didengar sebelum adanya penangguhan," jelas Sim.
"Jika terbukti tidak bersalah, mereka akan diberi kompensasi setengah dari pendapatan harian rata-rata mereka, sebuah perlindungan yang sebelumnya tidak tersedia," lanjutnya.
Baca juga: Saat Pemerintah Malaysia Justru Longgarkan Aturan Demo Tak Lagi Perlu Izin...
Jadi negara pertama yang atur pekerja gig
Ketua Dewan Ekonomi Gig Malaysia (MyGIG), Datuk Seri Mohd Sharkar Shamsudin mengatakan, Malaysia menjadi negara pertama yang memperkenalkan undang-undang khusus untuk pekerja gig.
Menurutnya, negara lain sejauh ini hanya menerapkan aturan umum.
"Meskipun kita tahu ada hal-hal yang perlu diperbaiki, yang penting adalah kita memulai sesuatu untuk bergerak menuju masa depan," kata Mohd Sharkar, dikutip dari Bernama, Jumat (29/8/2025).
Menurutnya, industri e-hailing dan p-hailing sebelumnya menghadapi tantangan yang melibatkan banyak kementerian dan isu-isu seperti pembayaran, lisensi, serta struktur operasi platform digital tanpa pedoman jelas.
Dengan undang-undang baru ini, pemerintah memiliki kesempatan untuk membahas dan merancang solusi yang lebih efektif.
Ia meyakini, hal ini akan memperkuat ekosistem sektor tersebut dan berkontribusi pentung bagi tenaga kerja pada masa mendatang.
Baca juga: Negara Bagian di Malaysia Akan Denda Pria Muslim yang Tidak Shalat Jumat
Inisiatif sejak 2024
Inisiatif RUU Pekerja Gig bermula pada Maret 2024, ketika Kementerian Sumber Daya Manusia menerima mandat dari Perdana Menteri Anwar Ibrahim untuk merancang kerangka kerja perlindungan bagi pekerja lepas.
Bekerja sama dengan Universiti Malaya, kementerian tersebut mengembangkan model kebijakan dan berkonsultasi secara luas bersama banyak pihak.
Termasuk di antaranya adalah pekerja lepas dan perusahaan platform hingga serikat pekerja, akademisi, serta organisasi non-pemerintah.
Draf tersebut bahkan dipresentasikan di Komite Teknis ILO di Jenewa untuk memastikan keselarasan dengan standar internasional.
"RUU ini bukan produk imajinasi di menara gading. RUU ini dibangun dari suara dan aspirasi rakyat, terutama para pemangku kepentingan ekonomi gig," tegas Sim.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.