KOMPAS.com - Istilah darurat militer ramai diperbincangkan di media sosial, menyusul demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Di media sosial X, istilah darurat militer bahkan menjadi trending topik dengan lebih dari 15,5 ribu unggahan pada Selasa (2/9/2025).
“Pulang kawan, hentikan demonstrasi, penjarahan, dan perusakan fasilitas umum. Jangan sampai darurat militer itu terjadi. Mungkin ini bisa menjadi renungan kita karena jika darurat militer diberlakukan, dampaknya bisa terasa pada perekonomian,” tulis akun @ejafer********.
Secara umum, darurat militer dipahami sebagai kondisi ketika negara berada dalam keadaan bahaya.
Situasi ini muncul apabila tingkat ancaman yang dihadapi lebih besar daripada keadaan darurat sipil. Dengan kata lain, ancaman tersebut dinilai tidak dapat ditangani hanya melalui kewenangan pejabat sipil.
Baca juga: Ramai Diperbincangkan, Apa yang Terjadi jika Militer Diberlakukan?
Indonesia pernah menerapkan darurat militer dua kali
Pengajar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu sekaligus Peneliti PUSaKO Universitas Andalas, Beni Kurnia Illahi mengatakan, Indonesia sebelumnya pernah memberlakukan darurat militer.
Kondisi tersebut pada akhirnya mengharuskan presiden saat itu untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres).
Pertama, darurat militer di Timor Timur yang ditetapkan oleh Presiden BJ Habibie terkait upaya pemisahan Timor Timur dari NKRI.
Kedua, darurat militer di Aceh yang diberlakukan oleh Presiden Megawati dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut untuk memisahkan diri dari NKRI.
Namun, Beni menegaskan bahwa dua kondisi yang membuat Indonesia menerapkan darurat militer saat itu bukanlah akibat demonstrasi.
“Dua kondisi tersebut lebih disebabkan oleh adanya kelompok yang ingin keluar dari NKRI, bukan dalam konteks kehidupan hukum dan demokrasi seperti saat ini,” ujar Beni kepada Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
"Dan saya kira penerapan darurat militer saat itu sangat sah. Ini karena ada sebuah kondisi yang memicu terjadinya pemecahan terhadap NKRI," tambahnya.
Baca juga: Ahli Tegaskan Indonesia Belum Memenuhi Syarat untuk Melakukan Darurat Militer
Indonesia saat ini memenuhi syarat darurat militer?
Ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto menyatakan, kondisi Indonesia saat ini belum memenuhi syarat untuk darurat militer.
Menurutnya, unjuk rasa yang terjadi belakangan ini masih berada dalam koridor yang dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat.
“Demonstrasi yang marak belakangan ini, meskipun menimbulkan ketidaknyamanan dan berpotensi menimbulkan chaos, secara empirik masih berada dalam koridor hak konstitusional rakyat,” kata Agus kepada Kompas.com, Senin (1/9/2025).
“Hal ini belum otomatis memenuhi syarat pemberlakuan darurat militer,” tambahnya.
Pasal 1 ayat (1) UU tersebut menyebutkan, keadaan darurat dapat ditetapkan apabila keamanan negara terancam oleh pemberontakan, kerusuhan besar, atau bahaya yang mengancam persatuan.
Artinya, darurat militer baru relevan jika berkembang menjadi pemberontakan bersenjata yang benar-benar mengancam keutuhan negara.
Lebih jelasnya, berikut syarat darurat darurat militer yang diberlakukan di Indonesia, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut:
- Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
- Timbul perang atau bahaya perang, atau dikhawatirkan terjadi pelanggaran wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun.
- Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus, ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.
Baca juga: Tanpa Upah Lembur, Pasukan Oranye Bergerak Senyap Bersihkan Jakarta Pascademo
Dampak darurat militer diberlakukan di Indonesia
Secara yuridis, darurat militer adalah kondisi ketika negara menghadapi ancaman serius yang tidak lagi dapat ditangani oleh mekanisme sipil.
Pengertian ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Beni menyampaikan, dalam batas hukuman yang wajar, ancaman tersebut dapat berupa pemberontakan bersenjata, memaksa besar, hingga perang.
“Jika status ini diberlakukan, seluruh kewenangan sipil dialihkan militer kepada demi menjaga stabilitas dan keamanan,” ujarnya.
Dalam hal ini, presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus Panglima Tertinggi TNI berwenang menetapkan maupun mencabut status darurat militer.
Lebih lanjut Beni mengungkapkan beberapa dampak pemberlakuan darurat militer, yaitu sebagai berikut:
- Pengalihan kewenangan sipil kepada militer, di mana kendali keamanan tidak lagi berada di tangan pemerintah sipil atau kepolisian.
- Pembatasan hak sipil, termasuk penyebaran pers serta penyebaran informasi secara menyeluruh.
- Kewenangan terpencil. TNI berhak menahan seseorang hingga 20 hari tanpa melalui proses hukum sipil.
- Pengusiran paksa. Orang-orang yang dianggap mengancam dapat dipaksa keluar dari suatu wilayah.
“Atas dasar itu, kebijakan penetapan status darurat militer perlu dimitigasi sejak awal agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari, terutama yang dapat menjadi ancaman bagi warga negara,” kata Beni.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.