Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gen Z dari Aksi Demo 2025: Kritis, Estetik, Bertahan dengan Humor

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Zulfikar Hardiansyah
Foto profil pink hijau yang viral di medsos untuk bersolidaritas dalam kampaye 17+8 Tuntutan Rakyat.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Informasi tentang aksi demonstrasi yang beredar di media sosial pada Agustus-September 2025 memberikan gambaran generasi saat ini dalam berekspresi dan menghadapi tekanan di ruang publik.

Hal ini diamati oleh psikolog anak dan remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog. Ia menuliskan ulasan fenomena tersebut dalam akun media sosial Instagramnya, @anassatriyo.

Generasi Z atau Gen Z merupakan generasi yang lahir pada periode 1997-2012. Pada aksi di bulan Agustus-September 2025, Gen Z turut membagikan informasi seputar aksi dan tuntutan masyarakat di media sosial.

Tren memasang foto profil berwarna pink dan hijau menjadi salah satunya. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anastasia membandingkannya dengan generasi Millenial (lahir pada tahun 1981-1996), Gen X (1965-1980), hingga baby boomers (1946-1964), dan mendapati sejumlah perbedaan. 

“Hari-hari ini saya jadi belajar tentang kepribadian (personality) Gen-Z Indonesia dan ekspresi diri mereka yang mungkin banyak bedanya dengan kita yang generasi Millenials, Gen X apalagi dengan Boomers,” tulis Anastasia, Selasa (2/9/2025), dikutip atas seizin pengunggah. 

Lantas, apa perbedaan Gen Z dalam berekspresi dan menghadapi tekanan dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya?

Baca juga: Gen Z dan Gen Alpha Kelahiran Tahun Berapa?

Fenomena Gen Z dalam aksi demo 

Sebagai seorang psikolog, Anastasia melihat aksi tersebut bukan hanya dari fenomena politik, melainkan juga dari sisi psikologis. 

“Saya melihat ini bukan sekadar fenomena politik, tetapi juga refleksi perkembangan identitas, mekanisme psikologis untuk bertahan dalam kondisi stres dan tertekan (coping mechanism), dan nilai sosial generasi muda,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/9/2025).

Baca juga: Viral Narasi Gen Z Sulit Beli Rumah karena Boros, Ekonom: Upah di Bawah Standar

Berikut hal-hal yang ditemukan Anastasia mengenai Generasi Z:

1. Self-expression dan identitas dalam aktivisme

Dalam andil di aksi demo, Gen Z tidak terlepas dari gaya hidup seperti halnya membawa perawatan diri seperti skincare, tumbler, dan camilan.

“Nggak kepikiran beli bensin, lebih mikirin outfit buat demo.”

“Isi tas Gen Z: tumbler, sunscreen, face mist, powerbank, camilan.”

Hal ini menunjukkan bahwa demonstrasi menjadi ruang identitas, di mana politik dijalani dengan estetika dan ekspresi diri.

"Komentar seperti 'pergerakan 2025 ini sangat design-driven dan aesthetic' juga menegaskan bahwa estetika menjadi bagian dari legitimasi moral Gen Z," ungkap Anastasia.

Selain itu, generasi Z juga tumbuh bersama teknologi desain seperti Canva, serta perkembangan dunia grafis yang membentuk literasi estetika.

“Dari sudut pandang neuropsikologi, sesuatu yang estetis dapat meningkatkan aktivitas dopamin di otak. Dampaknya, individu merasa lebih semangat, antusias, fokus, dan termotivasi,” ujarnya.

Baca juga: Viral Narasi Gen Z Sulit Beli Rumah karena Boros, Ekonom: Upah di Bawah Standar

2. Humor, satir, dan meme sebagai mekanisme bertahan

Bagi Gen Z, suasana tegang di jalanan saat demo justru bisa diolah menjadi bahan komedi. 

“Gen Z demo dikejar aparat tapi anggap sebagai olahraga jogging.”

“Jangan lupa pakai smartwatch, biar tahu kalori yang dibakar.”

Anastasia mengatakan bahwa humor yang muncul dalam situasi tersebut bukan sekadar hiburan.

“Humor berfungsi sebagai mekanisme koping psikologis yang membuat mereka lebih tahan terhadap tekanan,” ujarnya.

Menurutnya, meme, satir, dan lelucon yang mereka ciptakan turut membangun rasa kebersamaan.

Bahkan di tengah gas air mata dan represi aparat, humor memperkuat solidaritas di antara mereka.

Baca juga: Gen Z Disebut Jadi Generasi Paling Beruntung Karena Kemajuan AI

 3. Kritis tapi tetap damai

Ungkapan “Boro-boro bakar fasilitas umum, yang mereka bawa tuh sunscreen sama tongsis," menunjukkan bahwa Gen Z menolak label anarkis.

"Mereka tampil sebagai pendemo yang damai, informatif, dan kritis. Bahkan ada yang me-review jajanan pentol di tengah barisan demonstrasi," ungkap Anastasia.

Menurutnya, sikap Gen Z bisa dilihat sebagai bentuk self-branding kolektif. Mereka melawan stigma dengan menunjukkan perilaku berbeda, yakni tetap tenang dan damai, tapi berani menyuarakan keadilan.

“Dalam otak manusia, ada mekanisme alami ketika menghadapi stres, yaitu fight (melawan), flight (menghindar), fawn (terlalu patuh), atau face (menghadapi),” jelasnya.

Gen Z, kata Anastasia, lebih banyak menunjukkan mekanisme face. Artinya, mereka menghadapi ancaman dengan tetap terhubung, berpikir rasional, dan bersikap tegas tanpa harus agresif.

Hal ini berbeda dengan generasi boomer yang cenderung ekstrem memilih fight (mengandalkan otoritas dan kekuasaan) atau fawn (menuruti tanpa perlawanan).

Adapun generasi X dan milenial, masih banyak yang terbawa pola fight or flight, yaitu melawan atau memilih menghindar demi rasa aman.

Baca juga: Survei di AS: 90 Persen Gen Z Andalkan Bantuan Orang Tua untuk Cari Kerja, 77 Persen Sampai Ditemani Wawancara

4. Resiliensi kolektif di tengah krisis

Anastasia mengatakan Gen Z adalah generasi yang sejak kecil sudah ditempa berbagai krisis.

"Lahir saat krisis moneter 1997–1998, remaja di tengah krisis global 2008, lalu memasuki dewasa awal saat pandemi COVID-19," ungkap Anastasia.

Maka dari itu, tidak mengherankan jika Gen Z merasa diri mereka sebagai generasi yang ditempa untuk kuat.

Pengalaman sering berhadapan dengan tekanan sejak kecil membuat mereka terbiasa menghadapi manipulasi, bahkan cenderung kebal terhadapnya.

"Secara psikologis, mereka membangun adaptasi pertahanan diri yang tinggi. Mereka tidak mudah terjebak narasi, terbiasa cross-check, dan cepat mengenali manipulasi," jelas Anastasia.

Baca juga: Tren Gen Z Nikah di KUA, Ini Alasan Radya dan Jundi Menolak Resepsi

 5. Solidaritas lintas generasi

“Adik-adik Gen Z, sekarang giliran kalian tampil. Kami milenial sedang sibuk mendidik Gen Alpha.”

Dukungan terhadap Gen Z tidak datang dari mereka sendiri. Banyak milenial dan Gen X ikut memberi semangat.

Generasi Alpha pun mulai menunjukkan kepedulian, misalnya dengan membagikan berita kritis atau membaca novel bertema perlawanan seperti Animal Farm, Hunger Games, hingga Laut Bercerita.

Fenomena ini memperlihatkan adanya alih kesadaran politik lintas generasi, sekaligus proses penyembuhan dari trauma 1998 yang masih tersisa pada generasi orang tua.

Baca juga: Ketua RW Gen Z Dipanggil Gibran ke Istana Wapres,untuk Apa?

6. Aktivisme berdasarkan nilai

Mengutip dari Indonesia Millennial & Gen Z Report 2025 (IDN Research), Anastasia menyebutkan kepedulian Gen Z terhadap beragam isu.

  • 64 persen Gen Z peduli isu kesejahteraan sosial.
  • 48 persen Gen Z peduli keadilan.
  • 47 persen Gen Z peduli lingkungan.

Artinya, aktivisme Gen Z bukan sekadar ikut-ikutan, melainkan berbasis pada nilai yang jelas. Menurut mereka, demonstrasi menjadi cermin konsistensi, yakni memperjuangkan kesetaraan, HAM, dan keberlanjutan. 

Selain itu, Gen Z juga merupakan generasi yang terpapar sosial media sejak usia dini.

"Mereka bisa melihat contoh hidup bermasyarakat di negara lain yang dijamin kebebasan berpendapat dan bersuaranya, layaknya tokoh muda seperti Malala Yousafzai dan Gretha Thurnberg," ungkap Anastasia.

Hal itu meyakinkan mereka bahwa semua orang diperbolehkan untuk menyatakan pendapat dan berusaha membuat perubahan, termasuk salah satunya melalui media sosial X.

Baca juga: Ketua RW Gen Z Dipanggil Gibran ke Istana Wapres,untuk Apa?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi