PADA masa belajar dan mengajar musik di Jerman, beberapa kali saya sempat mengangkat keroncong sebagai bahan diskusi bersama para guru besar dan mahasiswa musik yang keseluruhannya warga Jerman.
Pada masa itu, saya masih berbekal keyakinan bahwa keroncong berasal dari Portugis yang ternyata tidak sepaham dengan para musikolog Jerman yang sama sekali tidak merasakan suasana musik Portugis pada keroncong.
Akibat penasaran, kemudian saya menyempatkan diri berkunjung khusus ke Lisabon demi mendengar musik fado on the spot di persada kebudayaan Portugis sendiri.
Ternyata musik fado di Lisabon jauh lebih mirip musik chancon di Paris tanpa ada kemiripan dengan musik keroncong di Tugu atau Surakarta.
Entah kenapa, saya merasa romantisme musik enka Jepang malah lebih dekat fado Portugis ketimbang keroncong. Mungkin sebagai warisan bangsa Portugis ke Jepang seperti dikisahkan dalam Shogun oleh James Clavell.
Jika dipaksakan untuk dicari-cari apalagi wajib ditemukan, maka secara subyektif saya lebih merasakan suasana musik keroncong pada musik yang disebut sebagai moreska yang sempat popular di Italia pada zaman Barok maka kerap kali menyelinap masuk ke dalam mahakarya Antonio Vivaldi.
Saya terhenyak disengat keindahan suasana anyaman keroncong terkandung di dalam bagian ke dua pada landasan iringan Musim Dingin di dalam siklus Empat Musim mahakarya Vivaldi yang sangat berpengaruh terhadap Johann Sebastian Bach.
Untuk sementara ini sebagai warga Indonesia yang bangga atas mahakarsa dan mahakarya kebudayaan bangsa saya sendiri, saya menyamakan keroncong dengan wayang.
Memang de facto kisah wayang banyak terinspirasi mahakarya India Mahabharata maupun Ramayana. Namun bukan berarti bangsa Indonesia tidak memiliki kedaulatan jati diri mandiri pada narasi wayang.
Terbukti tokoh Punakawan, Wisanggeni, Sumantri, Sukrasana, Arjuna Sasrabahu sama sekali tidak tampil di Mahabharata maupun Ramayana versi India apalagi Srilanka.
Hanuman versi wayang beda dari versi Ramayana, sementara Gatotkaca versi Mahabharata gundul dan tidak bisa terbang.
Srikandi hermafrodit di Mahabharata agar berkuasa membunuh Bisma meski perkasa adalah perempuan sejati di Wayang Purwa.
Saya setuju pada keyakinan historis tak terbantahkan bahwa alat musik keroncong seperti gitar, violoncello, kontrabas, seruling dan biolin serta ukulele diperkenalkan oleh bangsa Eropa dipelopori bangsa Portugis ke khasanah peradaban Nusantara.
Namun, mohon dimaafkan bahwa saya sebagai warga Indonesia yang bangga atas karsa dan karya bangsa sendiri, tidak setuju anggapan bahwa putra-putri terbaik Nusantara tidak memiliki kemampuan kreatifitas untuk mengembangkan musik kroncong secara mandiri dan berdaulat lepas dari pengaruh musik Eropa dalam bentuk moresko apalagi fado.
Bermunculan aneka ragam jenis-jenis musik keroncong terbingkai sukma Bhinneka Tunggal Ika, semisal Keroncong Tugu, Kemayoran, Sunda, Semarang, Solo, Yogya, Surabaya, Bali, Timor, Ternate, Maluku, Papua dan lain sebagainya dari Sabang sampai Merauke.
Di abad XX setelah menempuh perjalanan menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah, sejarah telah membuktikan secara tak terbantahkan bahwa para putra-putri terbaik Indonesia seperti Ismail Marzuki, Gesang, Maladi, Anjar Ani, Waljinah, Sundari Sukotjo telah nyata gemilang berjaya dalam karsa dan karya mengembangkan musik keroncong sebagai warisan kebudayaan dunia dipersembahkan secara berdaulat dalam suasana Bhinneka Tunggal Ika oleh bangsa Indonesia. MERDEKA!
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.