KOMPAS.com - Sebanyak 11 siswa SMAN 5 Bengkulu bersama orangtua dan kuasa hukum mendatangi kantor perwakilan Ombudsman Bengkulu, Senin (15/9/2025).
Mereka mempertanyakan tindak lanjut laporan terkait pemberhentian sepihak yang menimpa anak-anak mereka.
Kuasa hukum siswa, Hartanto, menegaskan pihak sekolah tidak memiliki alasan yang jelas dalam mengambil keputusan tersebut.
"Inilah murid yang diberhentikan, ada 11 orang. Pagi ini bertambah lagi ada enam wali ingin ketemu, ingin bergabung melakukan protes karena dikeluarkan sepihak dari SMAN 5 tanpa sebab jelas," terang dia, dikutip dari Kompas.com, Senin (15/9/2025).
Baca juga: Prabowo Janjikan 288..000 Smart TV ke Sekolah-sekolah, Pengamat Berikan Catatan
Hartanto menilai proses penerimaan siswa sudah sah. Mulai dari jalur masuk, registrasi ulang, hingga aktivitas belajar selama satu bulan dijalani dengan benar. Karena itu, ia menyebut tindakan sekolah sebagai bentuk maladministrasi.
Lantas, bagaimana cerita lengkap siswa SMAN 5 Bengkulu sampai dikeluarkan dan memperjuangkan haknya?
Masuk lewat jalur penerimaan resmi tapi tak terdaftar Dapodik
Salah seorang siswi menceritakan, mereka mengikuti seluruh tahapan resmi penerimaan siswa baru.
Proses itu dimulai dari Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), kemudian pembelian seragam, hingga daftar ulang yang diwajibkan sekolah.
Setelah prosedur selesai, para siswa masuk kelas dan belajar seperti siswa lainnya.
Namun, satu bulan kemudian, mereka mendapat kabar statusnya tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Hal itu dijadikan alasan untuk menghentikan keikutsertaan mereka di sekolah.
"Kami tidak salah, mengapa kami dikeluarkan. Kami telah melalui tahapan yang jelas dan resmi. Kami tidak ingin pindah," tegas seorang siswi dalam pertemuan dengan Ombudsman.
Pada kesempatan itu, para siswa dan siswi yang menuntut haknya datang ke Ombudsman didampingi orangtuanya.
Baca juga: 7 Fakta Kasus Keracunan MBG di Sragen, Empat Sekolah Terdampak hingga Karyawan SPPG Syok
Belajar di perpustakaan dan kantin
Meski diberhentikan secara administratif, sejumlah siswa tetap datang ke sekolah.
Mereka memilih bertahan dengan belajar mandiri karena merasa berhak atas pendidikan yang dijanjikan sebelumnya.
Namun, kondisi belajar tidak lagi normal. Para siswa dipindahkan dari kelas ke perpustakaan, lalu diarahkan kembali ke kantin sekolah. Situasi ini menambah rasa tidak nyaman bagi mereka.
"Kami dipermalukan di hadapan teman-teman saat upacara, kami diusir disuruh belajar ke perpus, di kantin. Guru-guru tekan kami, kami dirundung oleh guru. Di sekolah kami diawasi guru, kami seperti maling, kami mau belajar," ungkap salah satu siswi.
Baca juga: Perlukah Siswa Sekolah dengan Durasi Belajar yang Panjang?
Tekanan psikologis anak dan orangtua
Dampak kejadian ini tidak hanya dirasakan siswa secara akademik, tetapi juga psikologis.
Sejumlah siswa dilaporkan mengalami kecemasan berlebih karena status mereka digantung.
Seorang wali murid menyebut kondisi anaknya sudah mengkhawatirkan.
"Hasil psikolog anak saya sudah di ambang 4 dan 5, tertekan. Lewat dari ambang batas itu anak saya terkena depresi. Rasa cemasnya sudah di ambang batas karena diberhentikan sepihak," kata wali murid tersebut.
Selain anak, orangtua juga ikut tertekan. Mereka harus mendampingi anak sekaligus mencari keadilan, mulai dari DPRD Bengkulu hingga Ombudsman.
Kondisi ini membuat banyak keluarga merasa dirugikan secara sosial maupun mental.
Baca juga: Ratusan Pelajar Bangladesh Tuntut Transparansi Jumlah Korban Jet Tempur Tabrak Sekolah
Proses Ombudsman dan LHP
Ombudsman Bengkulu mengaku sudah melakukan langkah investigasi. Pihaknya telah memanggil kepala sekolah, panitia seleksi, dan dinas terkait untuk dimintai keterangan.
"14 Agustus 2025 kami koordinasi tim, analisis tentang perkara SMAN 5 ini. Kami sudah memanggil kepsek, panitia, diknas. Kami mendorong gubernur, inspektorat, dan Diknas agar mengambil langkah. LHP dalam beberapa hari ke depan akan kami serahkan ke gubernur, Diknas, dan para orangtua siswa," ujar anggota Keasistenan Pemeriksa Ombudsman Bengkulu Marfisallyna.
Meski begitu, siswa dan orangtua meminta agar hasil LHP segera dipublikasikan.
Mereka khawatir penundaan justru menambah persoalan baru, termasuk dugaan maladministrasi yang terus muncul.
Baca juga: Sekolah Rakyat Disebut sebagai Terobosan Lawan Kemiskinan, Tapi Apa Kendalanya?
Jumlah siswa yang bertahan
Awalnya terdapat 72 siswa yang dikeluarkan karena dianggap tidak tercatat di Dapodik.
Dari jumlah itu, 42 orang tua melaporkan kasus ke DPRD Bengkulu, sedangkan 30 siswa lain memilih pindah ke sekolah baru.
Kini jumlah siswa yang masih bertahan hanya belasan orang. Mereka tetap berjuang mempertahankan hak untuk bersekolah di SMAN 5 Bengkulu.
Kuasa hukum menyebut kasus ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Tanpa penyelesaian yang jelas, hak pendidikan puluhan siswa bisa hilang begitu saja.
Kasus pemberhentian sepihak 72 siswa SMAN 5 Bengkulu karena masalah Dapodik menimbulkan perhatian luas.
Orangtua berharap lembaga pengawas mampu mengeluarkan keputusan tegas demi memulihkan status anak mereka.
Penanganan cepat juga dinilai dapat menekan dampak psikologis yang sudah mengkhawatirkan.
Dengan semakin sedikitnya siswa yang bertahan, desakan publik makin besar. Kasus ini dianggap sebagai ujian serius bagi sistem pendidikan daerah dalam menjamin hak dasar setiap anak untuk bersekolah.
(Sumber: Kompas.com/Firmansyah | Editor: Reni Susanti, Irfan Maullana)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.