Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta "Stop Tot Tot Wuk Wuk": Protes Warga, Respons Polri dan DPR soal Strobo Pejabat

Baca di App
Lihat Foto
X/@SelebtwitMobil
Stiker gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di kendaraan warga yang menyindir pejabat pengguna strobo dan sirene di jalan raya.
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Fenomena "Stop Tot Tot Wuk Wuk" ramai di media sosial setelah warganet menyoroti penggunaan sirene pejabat dan strobo kendaraan yang dianggap berlebihan.

Protes warga berkembang kreatif melalui meme, poster digital, hingga stiker satire di jalanan. 

Ungkapan sindiran itu menyuarakan keresahan terhadap kebiasaan pejabat meminta prioritas di jalan meski tidak dalam keadaan darurat.

Baca juga: Daftar Kendaraan yang Boleh Pasang Lampu Strobo dan Sirene Tot Tot Wuk Wuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons pun datang dari berbagai pihak, mulai dari Polri yang melakukan evaluasi aturan, DPR yang melayangkan kritik, hingga warga yang menyampaikan pengalaman langsung.

Lantas, apa yang perlu diketahui dari protes sirene dan strobo pejabat? Ini 7 fakta soal fenomena "Stop Tot Tot Wuk Wuk" yang juga telah mendapat respons pemerintah. 

Gerakan "Stop Tot Tot Wuk Wuk" sebagai protes

Fenomena "Stop Tot Tot Wuk Wuk" muncul sebagai bentuk protes warga terhadap sirene pejabat dan strobo kendaraan yang kerap digunakan sembarangan. 

Kritik warga tidak lagi sekadar keluhan, melainkan menjelma gerakan kreatif di media sosial.

Meme, poster digital, hingga stiker satire bermunculan untuk menyuarakan keresahan. 

Salah satu yang viral berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!” Ungkapan ini menjadi simbol perlawanan atas perlakuan istimewa di jalan raya.

Keluhan publik diarahkan pada kendaraan pejabat yang tetap memakai pengawalan meski tidak darurat. Bahkan, sejumlah kendaraan sipil kedapatan memasang strobo dan sirene tanpa hak.

Baca juga: Patwal, Strobo, Plat Dinas: Warisan Meneer Londo yang Masih Lestari

Respons Polri terkait penggunaan sirene dan strobo

Polri merespons cepat protes warga dengan mengevaluasi aturan penggunaan sirene. 

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan bahwa pihaknya tengah melakukan evaluasi terkait aturan sirene dan strobo.

"Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan," kata Agus, dikutip dari Kompas.com, Minggu (21/9/2025).

Agus menambahkan, sirene hanya boleh dipakai dalam kondisi khusus. 

"Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak," ujarnya. 

Ia menekankan, regulasi sudah jelas diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Baca juga: Viral, Video Rombongan Mobil Pelat Hitam Pakai Sirene dan Strobo, Ini Aturan dan Sanksinya

Kritik DPR: pejabat harus taat aturan jalan raya

Dukungan untuk gerakan ini datang dari DPR. Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, menyampaikan kritik keras. 

"Pertanyaannya, apakah pejabat perlu cepat, lalu masyarakat tidak? Kalau ingin cepat, ya berangkat lebih awal. Jangan, ‘wuk wuk wuk’ begitu," ujar dia, dikutip dari Kompas.com, Minggu.

Ia juga menilai penggunaan sirene pejabat tanpa alasan darurat merugikan publik. 

"Itu bukan hanya melukai perasaan rakyat, tapi juga menunjukkan seolah-olah pejabat punya hak istimewa," ucap Soedeson.

Politikus Golkar itu juga menyoroti risiko di jalan. 

"Penggunaan seperti itu seringkali diikuti manuver berbahaya, seperti zig-zag di jalan. Itu bisa menimbulkan kecelakaan," katanya.

Baca juga: Mencari Sanksi Tepat untuk Patwal Arogan

Pantauan lapangan setelah muncul protes

Dilansir dari Kompas.com pada Senin (22/9/2025), lalu lintas di Jalan Gatot Subroto dan Tol Dalam Kota menunjukkan penurunan penggunaan sirene. 

Selama satu jam, kendaraan dinas Polri dan TNI melintas tanpa strobo maupun rotator.

Hanya ambulans dan motor voorijder yang menyalakan sirene untuk mengawal pasien. 

Sementara itu, mobil berpelat sipil maupun dinas lainnya terlihat tertib mengikuti antrean lalu lintas.

Kesaksian warga tentang penggunaan sirene

Warga menilai penggunaan sirene justru menambah kemacetan dan mengundang emosi. 

Dwi (40), karyawan swasta, mengaku emosi karena setiap hari kerap mendengar adanya bunyi-bunyian tersebut di jalan raya. 

"Kalau di luar negeri, itu cuma untuk presiden atau wakilnya. Di sini, kayak tiap hari ada aja. Annoying banget, apalagi bunyinya dari jauh sudah bikin emosi," ucapnya, dikutip dari Kompas.com, Minggu. 

Tami (39) menyebut pengawalan sering dipakai untuk urusan pribadi. 

"Pernah dengar kabar, ternyata dipakai buat ke padel. Masa iya buat olahraga perlu pengawalan begitu?" ujarnya.

Fenomena lain yang menuai kritik adalah pengawalan berbayar untuk situasi tidak darurat.

"Kalau punya uang, bisa beli jalan. Bahkan ada orang nikahan pakai patwal biar cepat sampai. Padahal kan enggak darurat," kata Dwi. 

Naufal (31), seorang pengusaha, menganggap bahwa pengawalan adalah hak istimewa bagi pejabat di saat masyarakat rawan mengalami macet.

"Sekarang instansi ujung-ujungnya duit. Ada uang, ada kuasa. Semua bisa dibayar, termasuk patwal. Sementara kita masyarakat biasa tetap kena macet," tuturnya. 

Baca juga: Patwal untuk Nail Art: Privilese yang Menyingkirkan Kepentingan Publik

Aturan dan sanksi terkait penggunaan sirene

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menegaskan hanya kendaraan tertentu yang berhak memakai sirene. 

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menjelaskan pengawalan hanya ditujukan untuk beberapa kepentingan yang masuk prioritas.

"Hanya ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, tamu negara, dan konvoi tertentu yang mendapat hak prioritas. Kendaraan pribadi tidak termasuk," papar Ojo.

Ojo menambahkan, penyalahgunaan bisa dikenai sanksi pidana. Pelanggar dapat dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp 250.000.

Baca juga: Klarifikasi Polres Bogor soal Video Patwal Diduga Tendang Pengendara Motor di Puncak

Tuntutan publik untuk aparat

Warga menuntut aparat lebih tegas dan pejabat memberi contoh disiplin. Naufal menilai aturan ini seharusnya dikenakan untuk semua termasuk pejabat.

"Kalau enggak darurat, jangan pakai sirene. Kita sama-sama bayar pajak, sama-sama pengguna jalan. Haknya harus sama," jelasnya. 

Fenomena Stop Tot Tot Wuk Wuk menunjukkan bahwa protes publik bisa mendorong perubahan nyata. 

Dari meme hingga perubahan perilaku di jalan raya, pesan warganet jelas: hentikan penyalahgunaan sirene pejabat dan strobo kendaraan.

(Sumber: Kompas.com/Adhyasta Dirgantara, Baharudin Al Farisi, Lidia Pratama Febrian | Editor: Jessi Carina, Larissa Huda, Akhdi Martin Pratama)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi