KOMPAS.com - Lini masa media social X ramai membahas soal penyebab PT Pertamina (Persero) masih merugi meski jual bahan bakar minyak (BBM) RON 92 atau Pertamax Rp 13.000 per liter tapi masih merugi.
Padahal, negara tetangga, Malaysia menjual BBM RON 95 sebesar Rp 6.700 per liter tapi perusahaan Petronas tetap mendapat untung Rp 280 Triliun.
Terbaru, harga BBM RON 95 di Malaysia adalah RM 1,99 atau sekitar Rp 7.840 per liter, dikutip dari Kompas.com (22/9/2025).
"Cowo mikir Indo jual Pertamax Rp 13.000 malahan rugi Rp 5 T & Malaysia Rp 6.700, untung Rp 280 Triliun," tulis unggahan @buz*******, Selasa (23/9/2025).
Lantas, mengapa Indonesia masih merugi meski menjual BBM dengan Harga lebih tinggi dari Petronas di Malaysia?
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Hasan Nasbi yang Ditunjuk Jadi Komisaris Pertamina
Hitung-hitungan alumnus ITB
Lulusan Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB), Alif Hijriah, menerangkan hitung-hitungan yang bisa jadi menjawab alasan mengapa Indonesia bisa merugi meski harga BBM di dalam negeri lebih mahal dibandingkan Malaysia.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram @aliftowew, Alif menjelaskan bahwa persoalan utama terletak pada kapasitas produksi dan tingkat konsumsi BBM kedua negara.
Data yang disampaikan Alif menunjukkan, Indonesia sebenarnya memiliki kapasitas produksi lebih besar dibanding Malaysia.
- Pertamina memproduksi sekitar 583.000 barel per hari
- sementara Petronas Malaysia hanya sekitar 570.000 barel per hari
Namun, masalah muncul dari sisi konsumsi, yakni:
- Indonesia mengonsumsi sekitar 1,7 juta barel per hari,
- sedangkan Malaysia hanya 700.000 barel per hari.
Artinya, Indonesia mengalami defisit pasokan sebesar 1,1 juta barel per hari, sedangkan Malaysia hanya minus 130.000 barel per hari. Kekurangan ini harus ditutup dengan impor.
"Jadi Indonesia mengalami defisit atau -1,1 juta barel per hari. Kalau yang Malaysia -130.000 barel per hari. Nah inilah yang harus dia (Indonesia) beli dari impor," kata Alif dalam video yang ia perbolehkan dikutip Kompas.com.
Dengan harga minyak dunia saat ini di angka 85 dollar AS per barel, Indonesia harus mengeluarkan biaya impor yang sangat besar.
- Indonesia: 93,5 juta dollar AS per hari atau sekitar 34,1 miliar dollar AS per tahun.
- Malaysia: 11,1 juta dollar AS per hari atau sekitar 4,05 miliar dollar AS per tahun.
Jika dikonversi ke rupiah, beban impor energi Indonesia mencapai sekitar Rp 566 triliun per tahun, sementara Malaysia hanya sekitar Rp 67 triliun per tahun.
Jadi, Indonesia memang memproduksi BBM lebih banyak, tapi konsumsi dalam negeri jauh lebih besar dari kapasitas produksi.
Akibatnya Negara kita harus impor dalam jumlah besar dan inilah yang membuat beban negara lebih berat dibanding Malaysia.
Baca juga: Ramai Narasi Isi BBM di SPBU Harus Nominal Ganjil agar Tak Dicurangi Petugas, Ini Kata Pertamina
Kenapa Malaysia bisa untung?
Lebih lanjut, Alif Hijriah, mencoba menjelaskan mengapa Malaysia tetap bisa meraup keuntungan meski menjual BBM hanya sekitar Rp 6.700 per liter atau lebih murah dibandingkan Indonesia.
Menurut Alif, faktor utama keuntungan produksi minyak di Malaysia diperoleh dari Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair.
Malaysia merupakan salah satu dari lima eksportir gas terbesar di dunia, dengan keuntungan mencapai 13,52 miliar dollar AS.
“Padahal impor BBM mereka hanya 4,05 miliar dollar AS per tahun. Jadi tertutup oleh ekspor gas, bahkan Malaysia masih untung sekitar Rp 161 triliun,” ujar Alif.
Alif menambahkan, jika pun Malaysia ingin memberi BBM gratis kepada rakyatnya, negara itu masih bisa menutup biaya dari surplus LNG. Namun, pemerintah Malaysia memilih untuk menyalurkan subsidi lewat Petronas.
Baca juga: 10 Negara dengan Harga BBM Termahal September 2025, Satu di Asia Tenggara
Perhitungan keuntungan BBM Malaysia
Dengan harga Rp 6.700 per liter dan konsumsi harian 700.000 barel (1 barel = 159 liter), jika dikalikan setahun, hasilnya mencapai sekitar Rp 272 triliun.
“Kalau dihitung dengan subsidi, keuntungan bersihnya sekitar Rp 280 triliun. Jadi memang masuk akal,” jelasnya.
Sementara itu, harga Pertamax di Indonesia Rp 13.000 per liter sudah termasuk subsidi dari APBN. Namun, beban subsidi energi yang ditanggung jauh lebih besar.
“Kerugian Pertamina bukan cuma Rp 5 triliun, tapi bisa lebih dari itu. Subsidi energi tahun 2022–2024 saja mencapai sekitar Rp 500 triliun,” kata Alif.
Alif juga menyoroti dampak ekonomi bila harga BBM di Indonesia bisa lebih rendah.
“Kalau bensin murah, ongkos transportasi jadi lebih murah. Biaya barang juga turun, konsumsi masyarakat naik, dan akhirnya PDB ikut tumbuh,” terangnya.
Ia berharap Pertamina bisa berbenah, mengingat cadangan energi Indonesia sebenarnya cukup besar, yaitu 3,7 miliar barel minyak dan 847 miliar BTU LNG.
Pertamina: BUMN tak boleh rugi
Terkait munculnya narasi Pertamina merugi meski harga BBM di Indonesia lebih mahal dibandingkan Malaysia, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menganggap perbandingan tersebut tidak relevan.
Sebab, terdapat perbedaan signifikan dalam aspek produksi, kebutuhan, serta kondisi geografis dan distribusi di kedua negara.
“Di Malaysia, jumlah produksi BBM lebih tinggi dari kebutuhan dalam negeri. Sementara di Indonesia, situasinya berlawanan,” kata Roberth pada Jumat (26/9/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ia juga menyampaikan, wilayah Indonesia terdiri dari daratan (dataran rendah), lautan, dan pegunungan, sehingga biaya distribusi BBM ke konsumen jauh lebih besar dibandingkan Malaysia yang mayoritas wilayahnya daratan.
"Poinnya saya pikir bukan soal untung-rugi, tapi bagaimana pelayanan dan distribusi bisa menjangkau seluruh wilayah NKRI terutama bbm bersubsidi ataupun nonsubsidi," ungkapnya.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan aturan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak boleh merugi. Hal ini terbukti dari setoran laba Pertamina kepada pemerintah dalam bentuk dividen.
Roberth menuturkan, perbedaan biaya penyediaan BBM tentu ada di setiap produk, namun kontribusi Pertamina kepada negara dihitung secara konsolidasi dari total laba perusahaan, bukan berdasarkan item atau produk tertentu.
Baca juga: Pertamina Buka Suara soal Narasi Indonesia Merugi meski Jual BBM Lebih Mahal dari Malaysia
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, data resmi perusahaan menunjukkan PT Pertamina membukukan laba bersih sebesar 3,13 miliar dollar AS atau sekitar Rp 49,5 triliun pada tahun buku 2024. Pada periode yang sama, Pertamina juga menyumbang kontribusi Rp 401,73 triliun kepada negara.
(KOMPAS.com/Alicia Diahwahyuningtyas | Editor: Inten Esti Pratiw)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.