KOMPAS.com - Pesawat Garuda Indonesia Airbus A300-B4 rute Bandara Cengkareng, Jakarta menuju Bandara Polonia, Medan mengalami musibah besar pada 26 September 1997 sekitar pukul 13.18 WIB.
Pesawat tersebut jatuh sesaat sebelum mendarat, lalu terbakar hebat hingga hancur berkeping-keping.
Tragedi ini menjadi salah satu catatan kelam dalam sejarah penerbangan Indonesia. 234 orang di dalam pesawat, baik penumpang maupun awak, dinyatakan meninggal dunia.
Baca juga: Kisah Sriwijaya Air Salah Mendarat di Pangkalan TNI AU Tahun 2012, Pilot Tidak Mengenal Wilayah
Kronologi pesawat Garuda Indonesia jatuh di Deli Serdang
Kecelakaan pesawat Garuda Indonesia 28 tahun silam tercatat dalam pemberitaan Harian Kompas pada 27 September 1997.
Sebelum jatuh, GA 152 berangkat dari Bandara Cengkareng (kini Soekarno-Hatta) pukul 11.30 WIB dan dijadwalkan tiba di Bandara Polonia pukul 13.58 WIB.
Pesawat dipiloti oleh Rachmo Wiyoga sebagai kapten dan Sutomo sebagai kopilot.
Di dalamnya terdapat 234 orang yang terdiri dari 220 penumpang dewasa, dua anak, dan 12 awak, termasuk dua extra crew, yakni Sumali (pilot) dan Tahta Yuwali (kopilot).
Menurut keterangan Soepandi, Direktur Utama Garuda saat itu, pilot sempat melakukan kontak terakhir dengan petugas bandara sekitar pukul 13.18 WIB.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Sukhoi Superjet 100 Tabrak Gunung Salak, Tak Ada yang Selamat
Pesawat terdeteksi mengarah ke Bandara Polonia, namun tak lama kemudian keberadaannya tidak terpantau lagi.
Sementara itu, saksi mata bernama Sarin br Bukit, warga Desa Buah Nabar, mengaku mendengar suara pesawat dari jarak sangat dekat.
Suaranya begitu keras hingga memekakkan telinga sebelum akhirnya terdengar ledakan dahsyat.
Ia kemudian melihat moncong pesawat besar mengarah ke tempatnya. Sarin pun panik, berteriak minta tolong, lalu mendengar ledakan berulang disertai suara benturan dengan pepohonan dan kobaran api yang membumbung tinggi.
"Saat itu saya benar-benar takut dan nyaris pingsan. Seluruh tubuh saya tidak bisa digerakkan, sampai suami saya Tomadahin Tarigan memberi minum," ujar Sarin.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 182 Jemaah Haji Indonesia Meninggal Usai Pesawat Jatuh di Sri Lanka
"Namun, telinga saya masih jelas mendengar, saat pesawat itu jatuh tidak terdengar sedikit pun jeritan minta tolong atau mengaduh. Setelah itu, suami saya berlari ke lokasi melihat musibah dan segera melaporkannya ke Pak Camat," tambahnya.
Saksi lain, Siang Ketaren, warga Desa Sembahe yang tak jauh dari lokasi, juga menceritakan hal serupa.
Ia dan sepuluh temannya awalnya duduk di warung kopi Pilot Purba ketika mendengar suara ledakan keras.
Saat tiba di lokasi, mereka menyaksikan kobaran api besar dari pesawat yang jatuh.
“Setelah itu, kami mengutus Pilot Purba untuk melapor ke Polsek,” kata Siang.
Lokasi reruntuhan pesawat berada di jurang
Lokasi jatuhnya GA 152 berada di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Titik pesawat jatuh berjarak sekitar 30 kilometer dari Bandara Polonia dan daerah ini memiliki tingkat keamanan terbang pada ketinggian 7.500 kaki. Daerah aman ini sudah termasuk sektor 25 miles.
Adapun daerah sekitar Bandara Polonia dibagi dalam tiga sektor, yakni sektor utara dengan ketinggian pesawat minimal 1.500 kaki, sektor tenggara (selatan ke timur) 7.500 kaki, dan sektor barat daya (selatan ke barat) 9.500 kaki.
Menurut Dharmadi yang saat itu menjabat sebagai Direktur Operasi, lokasi GA 152 jatuh berada di tanah datar dan sedikit berbukit serta lokasinya berdekatan dengan perkampungan.
Kecelakaan yang menimpa GA 152 terbilang mengejutkan karena pesawat ini dibekali mesin ganda Pratt and Whitney JT9D-59A dan masuk jajaran armada Garuda pada Maret 1982.
Pesawat tersebut mampu mengangkut kargo sebanyak 6.750 kg dan pos 588 kg.
Selain itu, GA 152 dapat menampung bahan bakar di dalam tangki sebanyak 25.000 kg dan baru terpakai 12.700 kg.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Lion Air JT 904 Jatuh di Laut Bali karena Pilot Berhalusinasi
Proses evakuasi korban
Petugas segera diterjunkan ke titik kecelakaan pesawat begitu GA 152 dikonfirmasi jatuh.
Namun, proses evakuasi tidak bisa langsung dilakukan hingga pukul 21.00 WIB.
Evakuasi sempat terkendala karena lokasi reruntuhan pesawat berada di jurang sedalam 400 meter dan berjarak sekitar tiga kilometer dari ruas jalan utama Medan-Berastagi.
Meski begitu, petugas Tim SAR dari ABRI bersama warga mulai melakukan evakuasi dengan mengumpulkan jenazah penumpang GA 152 yang sudah sulit dikenali. Puing pesawat juga tidak lagi utuh, hancur berkeping-keping.
Untuk mempermudah proses identifikasi, Garuda memberangkatkan dua orang perwakilan keluarga korban ke Medan menggunakan pesawat Boeing 747-200 dari Terminal F Bandara Cengkareng.
Sementara itu, Bandara Polonia dipadati keluarga korban yang mencari kepastian mengenai nasib orang terdekat mereka.
Mereka dilayani oleh petugas keamanan, pegawai Garuda, serta perwakilan Departemen Perhubungan.
Suasana bandara dipenuhi kesedihan dan duka. Tangisan pecah ketika sejumlah keluarga korban mendapat penjelasan dari petugas bahwa kerabat mereka termasuk di dalam pesawat GA 152.
Baca juga: Kemenhub Larang Boeing 737-9 MAX Milik Lion Air Terbang, Ini Dampaknya