KOMPAS.com - Presiden Venezuela, Nicolas Maduro memerintahkan warga sipil untuk mengikuti pelatihan penggunaan senjata.
Perintah ini dikeluarkan usai angkatan laut Amerika Serikat (AS) menghancurkan sedikitnya tiga kapal yang diduga membawa narkoba dari Venezuela ke AS di lepas pantai AS, Karibia, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Insiden itu menewaskan sedikitnya 17 orang. Imbasnya, Maduro memerintahkan militer Venezuela, Angkatan Bersenjata Bolivarian Nasional (FANB) untuk melatih milisi lokal.
Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino mengatakan, serangan angkatan laut AS merupakan perang yang tidak dideklarasikan terhadap Venezuela.
Milisi lokal mayoritas terdiri dari relawan masyarakat miskin, meski beberapa pekerja sektor publik menyebut adanya tekanan untuk bergabung dengan kelompok tersebut.
Hubungan antara Venezuela dan AS memang sudah lama tegang dan semakin buruk sejak Presiden AS Donald Trump berkuasa.
Baca juga: Aparat Bubarkan Demonstran di Venezuela dengan Motor
Prajurit Venezuela latih warga pegang senjata
Para tentara mulai menyebar di lingkungan Patere, Caracas untuk melaksanakan perintah Manduro agar barak datang kepada rakyat.
Para prajurit berseragam ditugaskan untuk mengajari penduduk setempat cara memegang senjata guna menghadapi musuh.
Skenario pelatihan meliputi pengoperasian tank, senapan buatan Rusia yang tidak berisi peluru, dan poster instruksi.
"Yang penting adalah membiasakan diri dengan senjata, kita membidik sasaran, dan mengenai sasaran," kata salah seorang prajurit, dikutip dari BBC.
Baca juga: AS Sebut Hamas Hanya Punya Waktu Beberapa Hari Lagi untuk Terima Kesepakatan Gencatan Senjata
Semua penduduk, baik wanita maupun anak-anak turut mendengarkan.
Sebagian besar relawan yang ikut Latihan tidak memiliki pengalaman dalam pertempuran bersenjata.
Meski demikian, mereka sangat antusias mengikuti latihan tersebut.
"Jika saya harus mengorbankan nyawa dalam pertempuran, saya akan melakukannya," kata salah satu warga setempat yang ikut serta, Francisco Ojeda.
Pria berusia 69 tahun itu menerjang aspal yang terik dan bersiap siaga sambil menggenggam senapan AK-103.
Baca juga: Usai Dilantik, Trump Akan Tetapkan Geng-geng Kriminal Venezuela sebagai Kelompok Teroris
Perempuan ikut serta
Seorang perempuan berusia 67 tahun, Glady Rodriguez juga turut serta dalam pelatihan para prajurit tersebut.
"Kami tidak akan membiarkan pemerintah AS mana pun datang dan menginvasi," tegasnya, masih ari sumber yang sama.
Senada, seorang ibu rumah tangga, Yarelis Jaimes (38) yang ikut serta, mengaku sedikit gugup tapi tetap antusias.
"Saya merasa sedikit gugup, tetapi saya tahu saya bisa melakukannya," ucap dia.
Meski demikian, pemandangan berbeda terlihat di luar benteng Maduro. Di sana, kehidupan berjalan seperti biasanya.
Hanya sedikit warga yang tampak memikirkan kemungkinan invasi.
Bahkan, hanya beberapa meter dari tempat Francisco Ojeda berdiri di jalanan berdebu, warga tetap menjalani rutinitas sehari-hari tanpa gangguan.
Baca juga: Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia
Apa yang terjadi antara AS dengan Venezuela?
AS termasuk di antara sejumlah negara yang tidak mengakui terpilihnya kembali Maduro pada Juli 2024.
Negara itu menunjukkan bukti yang menyatakan bahwa saingannya, Edmundo Gonzalez yang memenangkan pemilu dengan telak.
Tak lama setelah Trump menjabat kali kedua, ia menyatakan bahwa geng kriminal Venezuela, Tren de Aragua sebagai kelompok berbahaya yang digunakan sebagai pembenaran untuk mendeportasi imigran Venezuela dari AS.
Trump menuduh Maduro bersekongkol dengan kartel narkoba dan menggandakan hadiah yang ditawarkan untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya menjadi 50 juta dollar AS.
Maduro dengan tegas menolak tuduhan Washington dan membela tindakannya terhadap perdagangan narkoba.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.