KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebut, udang beku asal Indonesia yang ditolak Amerika Serikat (AS) karena terpapar radioaktif Cesium-137 (Cs-137) sebenarnya masih aman dikonsumsi, selama kandungannya berada di bawah ambang batas yang ditetapkan pemerintah.
“Yang sudah kembali (udangnya) ada beberapa yang kandungannya sangat minimum, hanya 68. Jadi silakan boleh dimakan karena ambang batas atas kita 500, sementara yang kemarin hanya 68,” kata Zulhas, dikutip dari Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
Ia menegaskan, produk udang dengan kandungan Cs-137 melebihi ambang batas akan segera dimusnahkan.
Baca juga: Udang Tercemar Radioaktif Cs-137 di Cikande, Ini 7 Faktanya
Menurut data Food and Drug Administration (FDA) AS, ambang batas aman Cs-137 pada produk pangan adalah 1.200 Bq/Kg.
Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (CAC) menetapkan standar global sebesar 1.000 Bq/Kg. Di Indonesia sendiri, ambang batas ditetapkan 500 Bq/Kg.
Sebagai perbandingan, daya tahan tubuh manusia terhadap Cs-137 bisa mencapai 7,4 juta Bq per tahun. Zat radioaktif ini akan dikeluarkan tubuh secara alami dalam waktu sekitar 70 hari.
Namun, bila Cs-137 masih tertahan dalam sistem pencernaan, dokter bisa memberikan obat khusus, seperti Prussian Blue, untuk mencegah penyerapannya ke dalam metabolisme.
Risiko konsumsi udang tercemar radioaktif
Ahli gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Toto Sudargo, menegaskan konsumsi udang dengan kandungan Cs-137 di atas ambang batas sangat berbahaya.
“Menghirup partikel radioaktif saja sudah berisiko, apalagi mengonsumsi udang yang terpapar Cs-137 berlebihan. Itu bisa menyebabkan kerusakan pada sel tubuh dan jaringan,” ujar Toto, Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, paparan radioaktif berlebihan dapat menimbulkan dampak serius, mulai dari kanker darah, kanker paru-paru, kanker kulit, hingga kerusakan organ.
“Terpapar radioaktif secara akut bisa memicu mual, muntah, luka bakar, kerontokan rambut, hingga kerusakan genetik, terutama pada anak-anak,” jelasnya.
Sebagai contoh, Toto merujuk pada insiden bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, di mana paparan radioaktif menyebabkan cacat bawaan pada janin.
Baca juga: Usai Udang Beku, FDA Temukan Kontaminasi Radioaktif pada Cengkih dari Indonesia
Status gizi pengaruhi daya tahan tubuh
Lebih lanjut, Toto menjelaskan bahwa dampak paparan radioaktif juga dipengaruhi oleh kondisi gizi seseorang.
“Kalau status gizi baik, tubuh lebih kuat melawan efek paparan. Sama seperti kasus pestisida, orang yang gizinya baik akan lebih tahan dibanding yang gizinya buruk,” terangnya.
Ia menekankan, kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita lebih berisiko terkena dampak.
Toto juga mengingatkan bahwa partikel radioaktif dalam makanan tidak memiliki rasa khusus, sehingga sulit dideteksi tanpa alat.
Selain dari makanan, paparan juga bisa datang dari penggunaan alat tertentu, seperti mesin fotokopi atau pemeriksaan rontgen yang dilakukan berulang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang