Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep Rida, Berkah, dan Keikhlasan Keluarga Korban Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Ponpes Al Khoziny
Pengasuh Ponpes Al Khoziny saat memberikan uang santunan kepada salah satu wali santri korban meninggal dunia runtuhan
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Banyak di antara keluarga korban ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur memilih untuk tidak menempuh jalur hukum. Mereka bahkan mengembalikan uang santunan dari pihak pesantren.

Salah satunya adalah keluarga santri bernama Moch Agus Ubaidillah, santri asal Gadukan, Kalianak, Krembangan, Kota Surabaya yang meninggal dalam insiden itu.

Ayah korban, Achmad Faiq menyampaikan, keluarga sudah ikhlas menerima takdir Allah SWT dan ingin santunan digunakan untuk kemaslahatan pesantren.

Hal serupa juga dilakukan oleh Abdul Fattah, keluarga santri bernama Muhammad Sholeh bin Abdurrahman (22), santri asal Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kami tidak mau menerima santunan itu bukan karena apa-apa, hanya ingin mendapatkan ridanya kiai dan guru di pesantren,"  kata Abdul Fattah dikutip Kompas.com, Senin (6/10/2025).

"Semoga doa dan rida beliau menjadi keberkahan bagi almarhum dan keluarga kami yang ditinggalkan,” lanjut dia.

Baca juga: Di Balik Keengganan Keluarga Korban Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny untuk Menempuh Jalur Hukum...

Konsep rida, berkah, dan keikhlasan

Dosen antropologi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, Moh Syaeful Bahar mengatakan, ada hubungan rasa cinta antara guru dan murid yang perlu dipahami oleh masyarakat luas.

Rasa cinta ini berarti saling menghormati, saling percaya, saling mendukung, saling menguatkan, dan saling jaga.

Hal itu menjadi sistem kepercayaan bagi masyarakat pesantren.

"Ini bukan hanya sekadar budaya, tapi lebih daripada itu. Hubungan guru dan murid itu dilandasi oleh rasa dan cinta yang bukan hanya tanggungjawab dan profesionalitas," kata Bahar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/10/2025).

"Tidak ada hubungan transaksional di antara keduanya, tidak ada transaksi antara wali santri, dan santri di satu sisi dan kiai, serta pengurus di sisi yang lain," lanjut dia.

Baca juga: Tragedi Ponpes Al Khoziny, Siapakah yang Harus Dimintai Pertanggungjawaban? Ini Kata Pakar Hukum

Atas dasar itu, Bahar menambahkan, wali santri pun umumnya menyerahkan anaknya untuk menimba ilmu agama di pesantren, tidak hanya sekadar transaksional.

Artinya, hal itu bukan sekadar orangtua yang menyerahkan uang dan meminta proses pendidikan anaknya berjalan dengan baik, serta menuntut profesionalisme sebagai timbal balik atas uang yang telah diserahkan.

Namun, wali santri biasanya berangkat dari rasa percaya dan berharap keikhlasan kiai dan keluarga pengasuh untuk membimbing anaknya dengan standar ikhlas dan rida.

"Jadi, hasilnya bukan sekadar pandai, bukan sekadar lulus mendapatkan materi pembelajaran, tapi lebih daripada itu, anak-anak santri ini benar-benar mendapatkan barokah ilmu dari para kiai ini," jelas dia.

Baca juga: Daftar Lengkap 34 Korban Tragedi Ponpes Al Khoziny yang Berhasil Diidentifikasi

Menurutnya, masyarakat percaya, salah satu syarat mendapatkan berkah kiai adalah dengan bersikap takzim (menghormati).

"Di sisi lain, para kiai dan guru-guru di pesantren, punya orientasi mendidik itu bukan sekadar transfer ilmu, tapi lebih pada mendidik ruh, mendidik hati para santri yang semua kegiatan edukatif itu tidak hanya dipertanggungjawabkan pada orangtua," ujarnya.

"Tapi yang paling utama, para kiai akan mempertanggungjawabkan pada Allah SWT dan Rasulullah SAW," lanjut dia.

Oleh karena itu, tidak pernah ada pesantren yang menolak santri, apalagi karena hanya alasan biaya.

Terkait penyelesaian kasus ambruknya Ponpes Al Khoziny, Bahar menyampaikan, keengganan keluarga korban dalam melanjutkan proses hukum, tidak akan menghambat proses pencarian keadilan.

Sebab, semua pihak ingin mendapatkan hikmah atas insiden tersebut.

"Misal, seandainya tidak ada kasus ini, mungkin pemerintah tak akan punya perhatian dan kepedulian atas fasilitas pendidikan pesantren. Dengan adanya musibah ini, hikmahnya, pemerintah hadir untuk mendukung pendidikan pesantren," tutup dia.

Baca juga: 61 Orang Meninggal dalam Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi