KOMPAS.com - Nama Sumitro Djojohadikusumo kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto menyebut pengaruh besar ayahnya dalam membentuk pandangan ekonomi yang ia pegang hingga kini.
Dalam forum internasional, Prabowo menegaskan bahwa banyak pemikirannya lahir dari nilai yang diwariskan Sumitro yang dikenal sebagai ekonom dengan pemikiran melampaui zamannya.
Sumitro dikenal bukan hanya sebagai teknokrat, tetapi juga sebagai perancang arah ekonomi nasional. Ia berusaha menggabungkan nilai sosialisme dengan mekanisme kapitalisme.
Baca juga: 7 Poin Dialog Prabowo dan Steve Forbes, dari MBG hingga Reformasi BUMN
Ia juga menanamkan keyakinan bahwa pembangunan ekonomi harus berpihak pada martabat manusia dan kemandirian bangsa.
Kini, ketika Prabowo memimpin pemerintahan, warisan itu kembali hidup. Pandangan ayahnya tentang ekonomi campuran menjadi fondasi yang relevan dalam upaya menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan sosial.
Lantas, siapa Sumitro Djojohadikusumo dan apa saja gebrakannya selama menduduki jabatan strategis?
Siapa Sumitro Djojohadikusumo?
Dilansir dari Kompas.com (23/2/2022), Sumitro Djojohadikusumo adalah salah satu ekonom paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia modern.
Lahir di Kebumen pada 29 Mei 1917, ia merupakan putra dari Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) sekaligus anggota BPUPKI.
Sumitro menempuh pendidikan ekonomi di Rotterdam, Belanda, dan meraih gelar doktor pada 1942.
Setelah Indonesia merdeka, ia dipercaya memegang sejumlah jabatan penting. Adapun jabatan yang diembannya antara lain Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Menteri Keuangan, hingga Menteri Riset di era Soekarno dan Soeharto.
Ia dikenal sebagai perancang Gerakan Benteng, kebijakan yang mendorong lahirnya pengusaha pribumi melalui akses modal dan perlindungan impor.
Konsep ini menjadi simbol awal dari upaya membangun ekonomi nasional yang mandiri dan tidak tergantung pada kekuatan asing.
Dalam dunia akademik, Sumitro dihormati sebagai guru besar ekonomi di Universitas Indonesia. Ia juga pendiri Center for Policy Studies (CPS), lembaga pemikir yang banyak melahirkan generasi ekonom baru Indonesia.
Baca juga: Sayangkan Peniadaan Diskon Listrik, Ekonom: Itu Efektif dan Langsung Terasa di Masyarakat
Pemikiran yang lahir dari semangat anti-kolonialisme
Dalam Forbes Global CEO Conference di Jakarta, Prabowo menyebut bahwa pandangan ekonominya banyak dibentuk oleh ayah dan kakeknya, Margono Djojohadikusumo.
"Saya rasa Anda benar (bahwa ayah membantu membentuk filosofi saya saat tumbuh dewasa)," kata Prabowo, dikutip dari Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa ayahnya hidup di masa penjajahan Belanda dan menyerap semangat anti-kolonialisme yang kuat.
"Pada saat itu, sebagian besar pemimpin Asia, Afrika, para pemimpin, para elite, pada dasarnya adalah sosialis. Karena pada saat itu, sosialisme, bahkan Marxisme dan komunisme, mereka adalah gerakan yang benar-benar memperjuangkan kebebasan melawan penjajah dan imperialis," terangnya.
Semangat perlawanan terhadap ketimpangan kolonial inilah yang menjadi dasar gagasan ekonomi Sumitro. Gagasannya menempatkan keadilan sosial dan kemandirian bangsa di pusat kebijakan.
Baca juga: Benarkah Investasi Emas Kurang Menguntungkan karena Inflasi? Ini Kata Ekonom
Sumitro dan konsep ekonomi campuran
Dalam forum yang sama, Prabowo mengenang percakapan masa kecilnya dengan sang ayah.
"Beliau berkata, sebenarnya sistem ekonomi terbaik bagi kita, bagi Indonesia, haruslah sistem ekonomi campuran. Kita harus mengambil yang terbaik dari kapitalisme dan yang terbaik dari sosialisme. Dan saya pikir, sekarang, ini akan menjadi pemikiran arus utama," tutur Prabowo.
Gagasan tersebut bukan sekadar teori. Sumitro menerapkannya ketika merancang berbagai kebijakan ekonomi pada masa awal republik.
Ia percaya negara dan pasar harus berjalan berdampingan, dengan negara menjamin keadilan sosial dan pasar mendorong efisiensi serta inovasi.
Baca juga: Ramai Warganet Pinjam Uang dari Tabungan Sendiri, Ekonom Jelaskan Fenomena Ini
Lahirnya Gerakan Benteng
Sumitro memperkenalkan Gerakan Benteng saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian di era Kabinet Natsir. Gerakan itu merupakan sebuah kebijakan yang memberi kesempatan lebih besar bagi pengusaha pribumi.
Melalui skema kredit dan preferensi impor, ia berusaha mengoreksi struktur ekonomi kolonial agar lebih berpihak kepada masyarakat Indonesia.
Program itu memang menghadapi tantangan, tetapi semangat dasarnya tetap relevan: memperkuat ekonomi nasional agar tidak bergantung pada kekuatan asing.
Baca juga: Rosan Roeslani Ungkap Alasan Danantara Kirim 36 Direksi ke Swiss, Untuk Apa?
Relevansi warisan Sumitro hingga kini
Pemikiran Sumitro Djojohadikusumo terus menjadi rujukan dalam forum akademik dan kebijakan publik. Dalam diskusi Prolog Sumitronomics di Sumitro Institute, sejumlah ekonom menilai warisannya masih menjadi fondasi bagi arah pembangunan ekonomi nasional.
"Beliau selalu menyampaikan overview ekonomi nasional. Pidatonya bukan sekadar teknis, melainkan menyentuh prinsip dasar: fungsi negara, peran koperasi, sampai arah deregulasi. Semuanya demi kesejahteraan masyarakat," ujar ekonom Anggito Ambimanyu, dikutip dari Kompas.id, (2/6/2025).
Sementara itu, cucunya Thomas Djiwandono menegaskan filosofi yang diwariskan sang kakek.
"Kalau manusia belum bermartabat, intelektualitas belum bermanfaat," ujar dia.
CIO Danantara Indonesia Pandu Sjahrir, menilai bahwa pemikiran Sumitro kini hidup melalui lembaga investasi negara.
"Apa yang ditanamkan soal ekonomi bukan soal mencari keuntungan semata, melainkan juga soal nilai. Kedaulatan, keberlanjutan, dan pembangunan manusia," terangnya.
Ekonom Fithra Faisal Hastiadi menambahkan bahwa tiga pilar utama dalam ekonomi pembangunan ala Sumitro, yaitu infrastruktur, investasi, dan sumber daya manusia, tetap relevan hingga saat ini.
"Ketahanan dan kemandirian ekonomi adalah tujuan. Tapi itu tak akan tercapai kalau manusianya tidak cerdas,” katanya.
Baca juga: 3 Strategi Presiden Prabowo Hadapi Tarif Impor Trump, Ada Danantara
Dari gagasan ke penerapan
Bagi banyak pihak, gagasan ekonomi Sumitro bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga arah bagi kebijakan ekonomi modern.
Melalui pandangan Prabowo Subianto tentang ekonomi campuran, semangat itu kini menemukan bentuk baru. Fokusnya tetap sama: pertumbuhan ekonomi yang adil, berdaulat, dan berpihak pada kesejahteraan manusia.
Warisan pemikiran Sumitro Djojohadikusumo tidak berhenti di masa lalu. Ia terus hidup dan menjadi kompas moral bagi arah pembangunan ekonomi Indonesia hari ini.
(Sumber: Kompas.com/Verelladevanka Adryanmarthanino, Fika Nurul Ulya | Editor: Widya Lestari Ningsih, Danu Damarjati)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul "Sosok Sumitro Djojohadikusumo di Mata Ekonom dan Pemangku Kebijakan".
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang