Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kunang-Kunang Akan Benar-benar Hilang dari Alam Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi Kunang-Kunang. Populasi kunang-kunang di Indonesia semakin menurun
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Lini masa Instagram belum lama ini diramaikan dengan perbincangan soal nasib kunang-kunang.

Serangga bercahaya tersebut disebut semakin langka di alam liar dan bahkan mendekati kepunahan.

Isu ini mencuat setelah unggahan viral di akun Instagram @ahqu*** pada Rabu (8/10/2025), yang menyebut generasi masa kini mungkin menjadi generasi terakhir yang bisa menyaksikan cahaya alami serangga malam itu.

“Ilmuwan: Generasi kita mungkin jadi yang terakhir bisa melihat kunang-kunang,” demikian bunyi keterangan dalam unggahan tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Narasi yang menyertai unggahan itu menyoroti peringatan para ahli tentang menurunnya populasi kunang-kunang di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Jika tidak ada langkah konkret untuk menjaga habitatnya, populasi kunang-kunang dikhawatirkan akan terus merosot.

Reaksi warganet pun membanjiri kolom komentar. Banyak yang mengaku sudah lama tidak lagi melihat kunang-kunang beterbangan di sawah, kebun, atau sekitar rumah.

“Mereka langka = tanda lingkungan kita makin rusak,” tulis akun @muzakky*.

“Sekarang aja udah gak nemu lagi, padahal dulu pas kecil sering liat,” ujar @cettamanda* bernostalgia.

“Bener banget, terakhir ngeliat kunang² udah 15an tahun lalu,” tambah @adtyngrh*.

Fenomena ini menunjukkan bahwa hilangnya kunang-kunang bukan sekadar nostalgia masa kecil, melainkan sinyal nyata menurunnya kualitas lingkungan hidup di sekitar manusia.

Lantas, benarkah generasi sekarang akan menjadi generasi terakhir yang bisa melihat kunang-kunang?

Baca juga: Hewan Paling Lama Hidup di Bumi, Ada yang Sudah Hidup Sejak Zaman Julius Caesar

Belum punah, tapi populasinya menurun drastis

Ketika ditanya soal kebenaran kabar tersebut, Ahli Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Slamet Raharjo, memberikan jawaban hati-hati namun tetap optimistis.

“Belum tentu, bisa jadi ya, bisa jadi tidak,” ujarnya saat dimintai informasi Kompas.com, Kamis (9/10/2025).

Menurut Slamet, populasi kunang-kunang di Indonesia memang menurun drastis dalam dua dekade terakhir, namun belum benar-benar punah.

“Masih ada populasi kecil yang bertahan di wilayah tertentu, terutama di daerah yang lembap dan minim polusi,” jelasnya.

Namun, peluang untuk tetap bisa melihat kunang-kunang di masa depan sangat bergantung pada keseriusan manusia menjaga habitat alaminya.

“Kalau kerusakan lingkungan dan polusi cahaya terus meningkat, bukan tidak mungkin suatu saat kita benar-benar kehilangan mereka,” tambahnya.

Baca juga: Arkeolog Temukan Lukisan Purba Bergambar Ular Bertaring di Afsel, Hewan Nyata atau Mitos?

Habitat lembap kian langka

Slamet menegaskan, penurunan populasi kunang-kunang merupakan peringatan serius bagi keseimbangan ekosistem.

Larva dan nimfa kunang-kunang biasanya hidup di lingkungan lembap dan bebas cemaran selama berbulan-bulan, bahkan hingga dua tahun untuk spesies tertentu. Namun, kondisi tersebut kini semakin sulit ditemukan.

“Habitat yang bebas cemaran makin langka, dan hal ini sangat memengaruhi kelangsungan hidup mereka,” ujarnya.

Meski begitu, Slamet menilai masih ada harapan. “Belum tentu generasi sekarang akan jadi yang terakhir. Di beberapa wilayah, populasi kecil masih bisa ditemukan,” ujarnya optimistis.

Ia menekankan pentingnya upaya konservasi yang nyata agar spesies ini tidak benar-benar punah dari alam liar Indonesia.

Baca juga: Hewan Terkuat di Bumi Berukuran 1 Milimeter: Dapat Hidup di Luar Angkasa dan Tahan Radiasi

Polusi cahaya, musuh tak terlihat bagi kunang-kunang

Selain pencemaran dan kerusakan habitat, polusi cahaya dan urbanisasi juga mempercepat penurunan populasi kunang-kunang.

“Polusi cahaya bisa mengacaukan sistem sensoris yang digunakan kunang-kunang untuk berkomunikasi dan mencari pasangan,” kata Slamet.

Akibatnya, banyak individu dewasa gagal menemukan pasangan kawin, sehingga populasi baru tidak terbentuk.

Lampu kota dan teknologi LED modern menjadi salah satu faktor besar penyebab gangguan tersebut.

“Cahaya buatan dari lampu kota mengalahkan sinyal bioluminesensi alami kunang-kunang, membuat mereka kehilangan ‘radar’-nya,” paparnya.

Selain itu, urbanisasi yang masif juga menggerus habitat alami. Sawah, rawa, dan lahan basah, yang dulu menjadi tempat hidup ideal bagi larva kunang-kunang, kini banyak berubah menjadi kawasan permukiman atau industri.

“Urbanisasi dan berkurangnya area sawah serta rawa adalah kehilangan besar bagi habitat hidup kunang-kunang,” ungkap Slamet.

Ia menegaskan, upaya pelestarian tidak bisa lagi ditunda.

Restorasi habitat alami, pengurangan polusi cahaya, dan pembatasan pestisida harus segera dilakukan agar generasi mendatang masih dapat menikmati indahnya cahaya alami kunang-kunang di malam hari.

Baca juga: Mengenal Macan Tutul Jawa, Hewan Endemik Indonesia yang Terancam Punah

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi