KOMPAS.com - Kebotakan merupakan kondisi yang dialami jutaan pria di seluruh dunia.
Dikutip dari World Population Review, hasil survei tahun 2024 menunjukkan Spanyol berada di peringkat teratas, dengan sekitar 44,5 persen pria sedang atau pernah mengalami kerontokan rambut.
Diikuti Italia (44,37 persen) pada peringkat kedua dan Prancis (44,25 persen). Beberapa negara lain juga memiliki persentase yang cukup tinggi, termasuk Amerika Serikat (42,68 persen), Jerman (41,51 persen), Kanada (40,94 persen), serta Kroasia dan negara Eropa lainnya.
Secara umum, survei yang dilakukan oleh Medihair terhadap 4.284 responden dari 46 negara ini menemukan, sebagian besar negara memiliki tingkat kebotakan pria dalam rentang 30 hingga 44 persen.
Baca juga: Sering Ubah Warna Rambut Ikuti Idola K-pop, Gadis Ini Alami Penyakit Ginjal, Kok Bisa?
Faktor penyebab kebotakan bervariasi, mulai dari genetik, perubahan hormon, stres, hingga kondisi medis seperti alopecia.
Walaupun lebih sering terjadi pada pria, kebotakan sebenarnya dapat dialami siapa saja.
Di Amerika Serikat sendiri, hampir setengah pria mengalami rambut rontok, baik karena faktor keturunan maupun kondisi kesehatan tertentu.
Namun, berbagai metode perawatan dan pemulihan rambut kini tersedia dan terus berkembang.
Baca juga: Gadis 10 Tahun di Thailand Tewas Saat Gunakan Pengering Rambut yang Dibeli Daring
Pria botak Indonesia termasuk yang terendah di dunia
Berbeda dengan rata-rata yang tinggi di Eropa dan Amerika, negara-negara Asia menunjukkan tingkat kebotakan yang lebih rendah.
Indonesia bahkan menjadi negara dengan persentase kebotakan pria terendah, yakni 26,96 persen, menempatkan Indonesia di posisi paling buncit (ke-47) dalam daftar negara paling botak tahun 2024.
Filipina berada pada angka 28 persen, disusul Malaysia dengan 29,24 persen, dan China sebesar 30,81 persen.
Beberapa negara Amerika Latin seperti Kolombia (27,04 persen) dan Argentina (29,35 persen) juga masuk kelompok rendah.
Di Eropa, beberapa negara seperti Ukraina (30,86 persen), Denmark (31,61 persen), dan Polandia (31,78 persen) justru memiliki tingkat kebotakan yang lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga mereka.
Temuan ini menunjukkan bahwa faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup berperan besar dalam pola kebotakan di berbagai wilayah dunia.
Baca juga: Kisah Frank Illet, Bernazar Potong Rambut jika MU Menang 5 Kali Beruntun, Malah Diserang Sesama Fans
Mengapa orang Barat lebih rentan mengalami kebotakan?
Tingkat kebotakan pola pria di negara-negara Barat tercatat lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Dilansir dari Medihair (27/2/2025), ada beberapa faktor yang berperan:
Penelitian menunjukkan, pria keturunan Kaukasia memiliki kecenderungan genetik yang lebih kuat terhadap kerontokan rambut tipe androgenik.
Hal ini membuat rambut mereka lebih rentan menipis seiring pertambahan usia.
2. Pola makanKebiasaan konsumsi daging, makanan berlemak, serta produk olahan yang minim nutrisi tertentu turut memengaruhi kesehatan rambut.
Banyak diet Barat kurang mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk memperkuat folikel.
Baca juga: Patung Berusia 1.000 Tahun di Norwegia Mirip Penguasa Viking, Punya Gaya Rambut yang Sama
3. Kekurangan nutrisi pentingKurangnya vitamin B12, vitamin D, zat besi, hingga protein, diketahui dapat mempercepat kerontokan.
Kekurangan nutrisi semacam ini lebih sering ditemukan pada populasi Barat dibandingkan beberapa negara Asia.
4. Gaya hidupStres tinggi, kurang bergerak, serta paparan sinar matahari yang terbatas juga disebut memicu kerontokan. Gaya hidup perkotaan sering kali membuat faktor-faktor ini sulit dihindari.
5. Struktur populasiNegara-negara Barat cenderung memiliki rata-rata usia penduduk yang lebih tua. Semakin bertambah usia, risiko kebotakan meningkat.
Misalnya, rata-rata usia pria di Inggris adalah sekitar 40 tahun, lebih tinggi dibanding beberapa negara Asia, seperti Indonesia atau India yang populasinya lebih muda.
Baca juga: Dokter Jelaskan Bahaya Ikat Rambut Terlalu Kencang pada Anak, Orang Tua Perlu Tahu
Peran etnis dalam kebotakan pada pria
Kebotakan pria juga dipicu oleh sensitivitas genetik terhadap hormon DHT (dihidrotestosteron), turunan testosteron.
Karena itu, etnisitas menjadi salah satu faktor penting.
Penelitian menunjukkan, pria keturunan Kaukasia, terutama dari Eropa Utara, memiliki sensitivitas lebih tinggi terhadap DHT, sehingga lebih rentan mengalami kebotakan.
Namun, etnis bukan satu-satunya penyebab. Hormon, usia, serta gaya hidup juga menentukan tingkat kerontokan.
Dengan kata lain, kebotakan adalah hasil kombinasi faktor biologis dan lingkungan, bukan semata-mata bawaan genetika saja.
Tingkat kebotakan pada pria berbeda-beda di setiap negara, wilayah, maupun kelompok etnis, namun tetap dipengaruhi oleh faktor gaya hidup, hormon, serta usia.
Baca juga: Apakah Rambut Beruban Boleh Dicabut? Ini Saran Dokter Kulit
Menariknya, dari 47 negara dengan jumlah pria botak tertinggi, 24 di antaranya berada di negara Barat.
Hal ini memperlihatkan bahwa negara Barat, khususnya yang berasal dari ras Kaukasia, memiliki kecenderungan genetik yang lebih kuat terhadap kerontokan rambut.
Meski begitu, tingkat kebotakan yang cukup tinggi juga ditemukan di sejumlah negara di Asia, Amerika Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.
Data ini diperoleh melalui sampel survei daring berskala besar, sehingga memberikan gambaran yang lebih independen dibandingkan studi yang bersumber dari klinik atau lembaga restorasi rambut.
Dengan mengurangi bias data klinis dan menekankan keterbukaan, penelitian ini berupaya menghadirkan perspektif yang lebih jernih mengenai peta global prosedur transplantasi rambut.
Baca juga: Benarkah Ada Larangan Potong Rambut dan Kuku Saat 1 Suro? Ini Kata Budayawan
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang