Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Founder Drone Emprit, Mengaku Risih Difoto Tanpa Izin Saat Olahraga, Harap Pemerintah Turun Tangan

Baca di App
Lihat Foto
Thinkstockphotos.com
Ilustrasi fotografer
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menyoroti jasa fotografer yang biasa ditemui di pinggir jalan untuk memotret warga yang berolahraga.

Namun, ia merasa kehadiran para fotografer ini membuat dirinya tidak nyaman.

Terlebih, saat fotografer membidik obyek foto tanpa izin dan menjualnya di platform aplikasi foto berbayar, FotoYu.

Pengalaman itu dialaminya ketika sedang jogging bersama sang istri pada saat Car Free Day (CFD) di Palembang, Sumatra Selatan, Minggu (26/10/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ketika lari itu di CFD beda dengan yang biasanya saya lari. Tiba-tiba banyak fotografer. Mereka bergerombol di pinggir, jadi kalau kita lari di perempatan kan difoto," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/10/2025).

Baca juga: Jambret di CFD Jakarta Tertangkap Kamera Fotografer, Polisi Kantongi Identitas Pelaku

Bikin warga enggan ikut CFD

Merasa kurang nyaman, ia kemudian membuka diskusi di akun media sosial pribadinya terkait pengambilan foto tanpa izin ini.

Apa yang dialami Ismail ternyata juga banyak dirasakan oleh warganet lain. Apalagi, hasil jepretan tanpa izin itu masih bisa ditelusuri di FotoYu.

"Jadi yang bikin saya terkejut itu ternyata banyak warganet yang mengalami hal serupa. Bahkan mereka enggak mau lagi CFD, karena risih difoto," kata Ismail.

"Karena alasan kayak gini, malah bikin orang-orang enggak nyaman," lanjutnya.

Ismail menceritakan, fenomena itu tidak hanya berlaku di Palembang saja, melainkan juga di Jakarta, Bali, dan kota-kota ramai lainnya.

Baca juga: Mengenal Iain Macmillan, Fotografer di Balik Foto Ikonik The Beatles di Abbey Road

Minta pemerintah turun tangan

Menurutnya, apa yang dilakukan fotografer dengan menjual foto orang tanpa izin juga dinilai tidak benar.

Pengambilan foto ke obyek foto juga bias, antara ingin memotret orang dan menghasilkan uang atau bisa saja sekadar fetish tertentu.

"Misalnya, ada fetish dan lain kayak gitu kan gimana? Gimana fotografer itu tahu apa yang boleh dan enggak boleh? Code of conduct mereka tahu tidak?" jelas dia.

Karena itu, ia berharap pemerintah memperketat aturan ini, termasuk mengatur fotografer mana saja yang diperbolehkan memotret event tertentu.

Baca juga: Beredar Foto Plang Kantor Polisi Halangi Jalur Tunanetra di Trotoar, Ini Kata Polres Salatiga

"Aturannya mungkin fotografer masuk di dalam asosiasi fotografer CFD atau event lari gitu, yang ada database-nya, dan punya name tag," tuturnya.

Alternatif lain, misalnya, pada jalur tertentu tidak boleh memotret, atau pelari diminta memberi tanda bahwa tidak boleh dijadikan obyek foto.

Hal ini bisa dilakukan dengan memakai kaus atau topi dengan tanda "No Camera".

"Harapannya sih pemerintah, khususnya Pemprov mau mengatur hal ini. Harus ada code of conduct, juga bagaimana pemerintah turun tangan, ini kan ruang publik," imbuhnya.

Jika satu pemerintah daerah sudah mau merealisasikan aturan fotografer ini, pemda lain akan mencontoh agar tercipta ruang publik yang aman dan nyaman untuk semua orang.

Baca juga: Cara Bikin Foto ala Photobox Kekinian yang Viral Hanya dengan Prompt AI

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi