Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

22 dari 34 “Tanda Vital” Bumi Dalam Kondisi Darurat, Ilmuwan Peringatkan Ini

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi iklim dunia.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Para peneliti memperingatkan bahwa 22 dari 34 tanda vital Bumi kini berada dalam kondisi darurat, menandakan sistem planet kita tengah berada di bawah tekanan berat akibat krisis iklim.

Dalam laporan terbaru yang diterbitkan di jurnal BioScience pada Selasa (29/10/2025), ilmuwan menyebut atmosfer, lautan, dan lapisan es Bumi telah mendekati titik kritis (tipping points) yang bisa mendorong planet ini menuju kondisi “rumah kaca” (hothouse Earth).

“Laporan ini adalah peringatan sekaligus seruan untuk bertindak,” kata William Ripple, profesor ekologi di Oregon State University sekaligus penulis utama penelitian tersebut.

Ripple menambahkan, tahun 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah modern dan kemungkinan juga yang terpanas dalam 125.000 tahun terakhir.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut memanas, es mencair, dan untuk pertama kalinya dalam 12 bulan, suhu permukaan global melampaui 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Sebagian besar tanda vital Bumi, seperti konsentrasi karbon dioksida dan metana, kandungan panas laut, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi hari-hari ekstrem panas, mencapai rekor tertinggi pada 2024.

Sayangnya, tren ini telah diperkirakan akan terus berlanjut di 2025.

Baca juga: Perahu Nelayan di Korsel Kini Kerap Terbalik, Laut Jadi Berbahaya Imbas Perubahan Iklim?

Bumi 1,2 derajat Celcius lebih hangat dari abad sebelumnya

Dilansir dari Live Science, Ripple dan timnya pertama kali memperkenalkan konsep “tanda vital Bumi” pada 2020.

Lima tahun kemudian, mereka memperingatkan bahwa planet kita kini semakin dekat pada serangkaian titik kritis yang bisa menyebabkan pemanasan berkelanjutan, bahkan jika emisi karbon berhasil ditekan.

Saat ini, suhu Bumi 1,2 derajat Celsius lebih hangat dibandingkan rata-rata suhu antara 1850–1900.

Jika tidak ada kebijakan iklim baru, suhu global bisa meningkat hingga 3,1 derajat Celsius pada tahun 2100.

“Periode stabil iklim yang memungkinkan manusia membangun peradaban kini digantikan masa perubahan cepat dan berbahaya,” tulis laporan tersebut.

Baca juga: Ilmuwan Sebut Tanda Krisis Iklim Serius Sudah Muncul, Apa Itu?

Efek domino iklim

Para ilmuwan memperingatkan risiko “efek domino iklim” ketika satu titik kritis memicu yang lain.

Jika lapisan es di kutub runtuh dan permafrost mencair, kemampuan Bumi memantulkan energi matahari dan menyimpan karbon akan menurun drastis, mempercepat pemanasan lebih lanjut.

“Begitu satu titik kritis terlampaui, itu bisa memicu reaksi berantai yang tidak stabil,” ujar Ripple.

“Dalam skenario terburuk, sistem iklim akan masuk lintasan Bumi rumah kaca. Lintasan ini akan mengarah pada planet yang secara fundamental berbeda dengan dampak menghancurkan bagi sistem alami dan umat manusia," ujarnya dalam penelitian tersebut. 

Selain ancaman rumah kaca, laporan itu juga menyoroti tiga risiko utama lain, yakni hilangnya keanekaragaman hayati, menipisnya air tawar, dan melambatnya sirkulasi arus laut Atlantik Utara (Atlantic Meridional Overturning Circulation).

Baca juga: Pidato Provokatif Trump di PBB: Kritik UN, Tolak Palestina, Sebut Perubahan Iklim Penipuan

Seruan untuk dekarbonisasi

Profesor Michael Mann dari Penn Center for Science, Sustainability, and the Media, menegaskan bahwa tindakan cepat sangat penting.

“Ada berbagai macam konsekuensi dari pemanasan, termasuk runtuhnya lapisan es, banjir pesisir, dan peningkatan cuaca ekstrem,” ujarnya.

Mann mengatakan, pemanasan global sebanding dengan jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer.

"Karena itu, untuk mencegah konsekuensi terburuk perubahan iklim, fokusnya harus pada dekarbonisasi cepat agar kita dapat menstabilkan pemanasan di bawah tingkat berbahaya,” ujarnya.

Ripple menambahkan bahwa penundaan setiap tahun akan mengunci risiko dan biaya yang lebih tinggi.

"Kita bisa membatasi kerusakan jika bertindak seolah ini adalah keadaan darurat yang sebenarnya," katanya.

Baca juga: Pengamat Ingatkan Dampak Kebijakan Impor BBM Satu Pintu, Disebut Ancam Iklim Investasi

Masih ada waktu bertidak

Meski situasinya genting, para peneliti menegaskan belum terlambat untuk mengubah arah.

Beberapa kemajuan positif sudah terlihat:

  • Penggunaan batu bara mulai berkurang di sejumlah negara
  • Kebocoran metana menurun
  • Deforestasi Amazon melambat
  • Energi terbarukan dan kendaraan listrik terus meningkat

“Ini tanda bahwa kita masih bisa mengubah masa depan. Namun waktu untuk bertindak semakin sempit. Masih ada harapan, tapi kita harus mulai sekarang,” jelasnya.

Baca juga: Ilmuwan Akan Mencairkan Es Berusia 1,5 Juta Tahun untuk Pecahkan Misteri Iklim

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Live Science
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi