KOMPAS.com - Komika Pandji Pragiwaksono kini menghadapi dua jalur hukum sekaligus setelah cuplikan lawakannya tentang adat Toraja kembali viral di media sosial.
Tak hanya menyangkut hukum negara, kasus ini juga membuat komika tersebut menjalani proses hukum adat.
Baca juga: Menteri India Batal Serahkan Pengelolaan Hutan ke Swasta Usai Dengarkan Aspirasi Masyarakat Adat
Akibat candaannya, Pandji harus menunjukkan pertanggungjawaban moral di hadapan masyarakat Toraja.
Lantas, bagaimana proses hukum yang dihadapi oleh Pandji karena dianggap melecehkan adat Toraja?
Dua sanksi untuk satu proses hukum
Melalui unggahan Instagram resmi, Pandji menyatakan kesiapannya menghadapi dua proses hukum yang kini berjalan.
Ia dilaporkan oleh Aliansi Pemuda Toraja ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas dugaan penghinaan terhadap suku dan budaya Toraja.
Di saat yang sama, lembaga adat di Toraja juga menuntut agar Pandji menjalani proses hukum adat.
"Saat ini ada dua proses hukum yang berjalan: proses hukum negara karena adanya laporan ke kepolisian, dan proses hukum adat," tulis Pandji dikutip dari Kompas.com, Selasa (4/11/2025).
Pandji menyebut sudah berdialog dengan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, untuk menjajaki penyelesaian adat di Toraja.
"Saya akan berusaha mengambil langkah itu. Namun, bila secara waktu tidak memungkinkan, saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku," sambungnya.
Baca juga: Baju Adat Jokowi Saat HUT Kemerdekaan RI dari 2017-2024, Terkini dari Kalimantan Timur
Tersandung kasus akibat lelucon lama
Sumber permasalahan bermula dari materi lawakan Pandji dalam pertunjukan Mesakke Bangsaku tahun 2013.
Dalam salah satu bagian, Pandji menyinggung tradisi pemakaman Rambu Solo’ yang disebutnya membuat masyarakat Toraja jatuh miskin.
Ia juga menggambarkan jenazah yang belum dimakamkan diletakkan di ruang tamu.
Potongan video lama itu kembali muncul di media sosial pada awal November 2025.
Dalam waktu singkat, video tersebut menyebar luas dan memicu kecaman publik. Masyarakat Toraja menilai isi lelucon Pandji melecehkan makna spiritual dan nilai sosial dalam tradisi mereka.
Ketua Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) Makassar, Amson Padolo, menilai pernyataan Pandji telah melukai perasaan masyarakat Toraja.
"Kami sangat menyayangkan seorang tokoh publik berpendidikan seperti Pandji menjadikan adat Toraja sebagai bahan lelucon," kata Amson, dikutip dari Kompas.com, Selasa.
Menurut Amson, tradisi Rambu Solo' merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada leluhur, bukan beban ekonomi seperti yang digambarkan Pandji.
Ia menegaskan, candaan itu mempersempit pemahaman publik tentang adat yang sakral dan penuh nilai kebersamaan.
Baca juga: Sorbatua Siallagan Divonis 2 Tahun Penjara, Disebut Bentuk Kriminalisasi Pejuang Tanah Adat
Tuntutan sanksi adat dan simbol 50 ekor kerbau
Selain jalur hukum negara, Pandji juga menghadapi sanksi adat yang diajukan oleh lembaga adat Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST).
Mereka menuntut denda adat berupa 50 ekor kerbau sebagai simbol penebusan kesalahan moral terhadap masyarakat Toraja.
Tokoh adat Toraja Utara, Sam Barumbun, menjelaskan bahwa denda itu bukan bentuk hukuman semata. Denda itu merupakan mekanisme adat untuk memulihkan kehormatan dan keseimbangan sosial.
"Intinya, Pandji Pragiwaksono harus datang ke Toraja dan akan diadakan rapat adat untuk memberi sanksi adat kepadanya," ujarnya.
Sam juga meluruskan pandangan yang salah tentang tradisi Toraja.
"Dalam satu tongkonan, ada banyak keluarga, dan setiap keluarga memberi sumbangan sesuai kemampuan, bukan paksaan," katanya.
Ia menegaskan, tidak ada masyarakat Toraja yang jatuh miskin karena adat. Adat tersebut berdasarkan pada solidaritas keluarga dan gotong royong.
Baca juga: Mengenal Pakaian Adat Suku Rote dan Madura yang Dikenakan Ganjar-Mahfud dalam Debat Cawapres
Pandji minta maaf dan akui kesalahan
Menanggapi gelombang protes, Pandji menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat Toraja.
Ia mengaku telah memahami kesalahan dari ucapannya setelah berbicara langsung dengan Rukka Sombolinggi dari AMAN.
"Saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai," tulis Pandji.
Komika berusia 44 tahun itu juga menyebut peristiwa ini sebagai pelajaran besar dalam kariernya.
"Saya akan belajar dari kejadian ini, dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik, lebih peka, lebih cermat, dan lebih peduli," tambahnya, dikutip Kompas.com, Selasa.
Baca juga: Warganet Persoalkan Pernikahan Adat Jawa Anjing Jojo dan Luna, Ini Kata Pakar UGM
Pandji berharap kasus ini tidak membuat para pelawak takut membahas isu sosial dan budaya.
Namun, ia menekankan pentingnya cara penyampaian yang tidak merendahkan pihak mana pun.
"Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan," imbuh Pandji.
Kasus ini kini menjadi contoh bagaimana dua sistem hukum dapat berjalan beriringan dalam menyelesaikan persoalan yang menyentuh ranah budaya.
Pandji menegaskan komitmennya untuk menghormati keduanya, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional di tengah masyarakat yang semakin sensitif terhadap isu budaya.
(Sumber: Kompas.com/Amran Amir, Andika Aditia| Editor: Vachri Rinaldy Lutfipambudi, Andika Aditia)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang