JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Sensor Film (LSF) terus berbenah dalam upaya untuk meningkatkan industri film Indonesia.
Selain dari masalah sensor, LSF juga terus menggalakkan kampanye budaya sensor mandiri.
Budaya sensor mandiri adalah upaya dari LSF agar penonton memilih film sesuai kategori usianya.
Hal ini dilakukan agar tak ada lagi penonton di bawah umur yang menyaksikan film-film dewasa.
ProsedurKetua LSF Rommy Fibry Hardiyanto menjelaskan prosedur penyensoran sebuah film/iklan.
Langkah pertama adalah pemilik film/iklan harus mendaftarkan diri dan membayar biaya sensor.
Setelah itu file film/iklan harus dikirimkan ke LSF untuk disensor.
Baca juga: Prosedur Penyensoran Film di LSF
Jika sebuah film sudah lulus sensor, LSF akan memberikan surat tanda lulus kepada pemilik film/iklan.
Namun jika masih ada adegan yang dianggap tak sesuai klasifikasi, LSF akan meminta pemilik film/iklan merevisi berupa pemotongan atau penggantian adegan.
Hal ini akan terus dilakukan hingga kedua belah pihak menemukan titik temu.
Pembesaran klasifikasiPada kenyataannya, budaya sensor mandiri tak selalu efektif menyaring penonton ke bioskop.
Banyak film, khususnya horor berklasifikasi 17+, ditonton anak-anak di bawah umur.
Oleh karena itu, LSF menerima masukan agar tulisan klasifikasi di poster film dewasa, 17+ dan 21+, diperbesar.
Baca juga: LSF Pertimbangkan Perbesar Tulisan Klasifikasi di Poster Film
"Ini masukan yang menarik. Masukan itu kami terima dan akan kami proses untuk didiskusikan dengan pihak bioskop dan pemilik film," kata Rommy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/6/2024).
Pembesaran tulisan klasifikasi ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menonton film sesuai usianya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.