KOMPAS.com — Bunda Iffet meninggal dunia. Bunda Iffet, ibunda Bimbim Slank dan sosok penting di balik perjalanan band legendaris Slank, meninggal dunia pada Sabtu, 26 April 2025, pukul 22.42 WIB di usia 87 tahun.
Sosok Bunda Iffet tak lepas dari proses terbentuknya Potlot, markas band Slank yang berada di Jalan Potlot 3 No. 14, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Baca juga: Profil Bunda Iffet, Ibu Bimbim Slank yang Meninggal Dunia di Usia 87 Tahun
Di tengah dahaga remaja terhadap musik yang membela suara hati mereka, Slank hadir dengan gebrakan besar.
Sejak Slank berdiri pada 26 Desember 1983, Bunda Iffet selalu membersamai setiap prosesnya.
Album pertama Slank, Suit–Suit… He.. He.. Gadis Sexy, pada tahun 1990, bukan hanya soal cinta, tapi juga berani menggugat situasi sosial-politik Orde Baru.
Baca juga: Kronologi Meninggalnya Bunda Iffet
Album ini sukses meraih penjualan terbaik dalam BASF Awards 1990–1991 untuk kategori Musik Rock, sekaligus memicu lahirnya gelombang baru musisi muda di era 1990-an.
Di balik kesuksesan itu, ada sebuah tempat yang menjadi saksi awal perjuangan: Gang Potlot di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Baca juga: Di Pusara Bunda Iffet, Kaka Slank: Itu Ibu Sambungku
Potlot tak sekadar lokasi, tetapi menjadi simpul kreativitas musik rock. Banyak nama besar lahir dari Potlot, sebut saja Imanez, Bongky, Pay, Indra Qadarsih, Andy Liany, hingga Nita Tilana.
Dari Potlot pula lahir band-band seperti BIP, Plastik, Flowers, dan Kidnap Katrina. Bahkan Anang Hermansyah pun tumbuh di Potlot sejak merantau dari Jember, Jawa Timur.
Baca juga: Bimbim Slank Turun ke Liang Lahad untuk Memakamkan Bunda Iffet
Awal Mula Gang Potlot: Penjual Tape Ketan dan Cita-cita Naik HajiKisah lahirnya Potlot markas Slank berawal dari cerita sederhana.
Ihwal komunitas Gang Potlot dari penjual tape ketan keliling yang ingin naik haji dan kegemaran Gubernur DKI Jakarta 1960-1966 Soemarno Sosroatmodjo, kakek Bimbim, sekaligus mertua Bunda Iffet menyantap tape ketan.
Pedagang tape itu menawarkan lahan 1.500 meter persegi seharga Rp 45 juta. Si penjual hendak naik haji.
Baca juga: Bunda Iffet Meninggal, Ganjar Pranowo Melayat ke Potlot
”Mertua beli, ada unsur amalnya juga,” kata Iffet Veceha (80) atau Bunda Iffet, manajer Slank seperti dilansir Kompas.id yang terbit pada 4 Desember 2017.
Tahun 1968, Bunda Iffet dan suaminya, Sidharta M Sumarno, memboyong keluarga tinggal di lahan itu. Pertama tinggal, daerah di Jalan Raya Pasar Minggu itu masih perkampungan sepi.
Saat pertama kali pindah, kawasan itu masih sepi. Belum ada nama Gang Potlot, bahkan jalanan masih berupa setapak kecil dan jembatan batang kelapa. Nama "Potlot" sendiri berasal dari pabrik pensil yang dulunya berdiri tak jauh dari situ. Seiring waktu, nama itu melekat kuat, menjadi identitas kawasan.
Melihat empat anaknya yang mulai beranjak remaja, Bunda Iffet membangun studio musik di area rumah. Tujuannya sederhana: memberi ruang agar anak-anak, termasuk Bimbim dan Massto, bisa berkarya dan betah di rumah.
Dari studio sederhana itulah komunitas musik bermunculan. Lovina, band pertama Massto bersama Kaka, dan Lemon Tea, band yang digawangi Oppie dan Bimbim, menjadi cikal bakal lahirnya ekosistem kreatif Potlot.
Menjelang peluncuran album perdana Slank di akhir 1990, Kaka — yang awalnya bercita-cita jadi pemain bola dan binaragawan — direkrut Bimbim untuk menjadi vokalis. Awalnya hanya janji dua tahun, namun Kaka akhirnya terus bertahan hingga hari ini.
Era Keemasan, Kelam, dan KebangkitanPotlot mencapai puncak kejayaannya pada awal 1990-an. Namun seiring popularitas, cobaan berat datang: narkoba merasuki komunitas ini. Putau menjadi gaya hidup, menghancurkan banyak ikatan.
Bongky, Pay, dan Indra kemudian membentuk BIP, sementara Oppie memilih hengkang. "Saya harus keluar. Suasananya sudah... sangat kelam karena narkoba," kenang Oppie.
Kisah kelam itu menjadi titik balik. Tahun 2000, Slank mendeklarasikan diri bebas dari narkoba. Mereka kembali dengan lirik-lirik yang lebih tajam, berani, dan menggugat ketidakadilan sosial serta korupsi.
Semua bermula dari Potlot — sebuah ruang komunitas yang lahir dari cita-cita sederhana: menjadi tempat bertumbuh bagi anak muda. Sebuah konsep yang kini makin langka di tengah derasnya komersialisasi ruang publik.
Tulisan ini telah tayang di Kompas.id dengan judul "Ruang Kegelisahan yang Tersisa di Jakarta".
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.