JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, merespons fenomena pelaku usaha restoran yang memilih memutar suara alam hingga kicauan burung untuk menghindari pembayaran royalti musik.
Menurut Dharma, tidak ada alasan untuk takut membayar royalti, apalagi karena tarif yang diberlakukan di Indonesia tergolong sangat rendah dibandingkan negara lain.
“Royalti kita, tarif kita paling rendah di dunia. Jadi, bayar royalti itu bentuk kepatuhan hukum. Kalau mau berkelit, nanti kena hukum, itu saja jawabannya,” kata Dharma saat ditemui di Mahkamah Konstitusi di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
Baca juga: LMKN: Kenapa sih Takut Bayar Royalti? Tidak Akan Buat Usaha Bangkrut
Ia juga menegaskan bahwa pelaku usaha tidak perlu mencari celah untuk menghindari kewajiban tersebut.
“Jangan pakai ilmu berkelit untuk tidak bayar royalti, lalu mau pakai apa? Pakai musik sebanyak-banyaknya, tarif kita paling rendah,” tambahnya.
Dharma menjelaskan bahwa besaran tarif royalti sudah disesuaikan dengan kondisi usaha di Indonesia, termasuk pelaku UMKM.
Tarif royalti musik di restoran atau kafe
Adapun, tarif royalti musik untuk restoran dan kafe diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.
Baca juga: LMKN Serahkan 400 Nama EO yang Tak Bayar Royalti Musik ke Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar Royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun.
“Kami juga memperhitungkan UMKM, satu tahun itu kami tidak hitung 365 hari penuh karena kami tahu ada bulan puasa,” jelas Dharma.
Ia menambahkan bahwa LMKN telah memberikan berbagai kemudahan bagi pelaku usaha selama mereka menaati aturan hukum yang berlaku.
“Kami memberikan kemudahan untuk berusaha. Kalau usaha itu sehat, tentunya pemilik hak juga akan sehat. Jangan gunakan atau rampas hak milik orang lain untuk meraih keuntungan, itu tidak baik. Patuh hukum, selesai,” tuturnya.
Baca juga: Kasus Royalti Musik Mie Gacoan: SELMI Lapor, LMKN Dukung, Gerai Kini Tanpa Lagu
Sebelumnya, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) telah melaporkan restoran Mie Gacoan di Bali karena dugaan pelanggaran hak cipta.
Direktur PT Mitra Bali Sukses, pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan, I Gusti Ayu Sasih Ira, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ia diduga memutar musik tanpa izin dari pemilik hak cipta dan tidak membayar royalti sejak tahun 2022.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.