JAKARTA, KOMPAS.com - Isu mengenai kewajiban membayar royalti atas pemutaran musik di ruang publik kembali mencuat dan menjadi sorotan di kalangan pelaku usaha, termasuk pemilik kafe dan restoran.
Sejumlah pelaku usaha mengaku belum mendapat informasi yang jelas terkait aturan tersebut dan berharap ada sosialisasi lebih dulu sebelum diterapkan.
Salah satu pemilik kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, yang namanya disamarkan menjadi Nur, mengaku belum pernah mendapat informasi mengenai kewajiban membayar royalti musik.
Baca juga: Ketua LMKN: Suara Alam Tetap Harus Bayar Royalti
“Kayaknya belum pernah dengar soal (pembayaran royalti) itu. Selama ini sih kita cuma nyetel musik dari YouTube aja, biasanya playlist random yang panjang-panjang, yang satu videonya bisa dua sampai tiga jam," ujar Nur saat diwawancarai oleh Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
"Kadang malah pengunjung yang minta remote buat milih lagu sendiri (dari YouTube),” sambungnya.
Nur mengatakan, penggunaan musik di tempat usahanya lebih bersifat hiburan ringan bagi pengunjung dan tidak bersifat komersial secara langsung.
Baca juga: LMKN: Putar Lagu Internasional di Kafe atau Restoran Juga Wajib Bayar Royalti
Ia menilai, penerapan kewajiban membayar royalti sebaiknya mempertimbangkan skala usaha dan tingkat ramainya kunjungan pelanggan.
“Kalau kafe lagi rame sih ya oke lah, kita ngerti lah harus ada bentuk apresiasi buat pencipta lagu. Tapi kalau sepi, cuma ada satu-dua pengunjung yang pesan Indomie sama kopi Rp50.000, masa kita harus bayar Rp120.000 buat royalti? Rasanya enggak masuk akal,” ujarnya.
Nur juga menyoroti belum adanya informasi resmi atau mekanisme yang jelas mengenai siapa yang mengatur dan ke mana harus membayar royalti tersebut.
Baca juga: Kafe Putar Musik Harus Bayar Royalti, LMKN: Enggak Akan Bikin Bangkrut
Ia juga berharap agar dilakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum diberlakukannya aturan tersebut kepada seluruh pemilik usaha kafe dan resto.
“Belum pernah ada yang datang buat sosialisasi. Kalau tiba-tiba langsung ditagih atau dituntut, ya kaget juga. Harusnya sih ada pemberitahuan dulu lah, minimal enam bulan sebelumnya,” katanya.
Terkait banyaknya laporan bahwa beberapa pelaku usaha menerima somasi atau bahkan tuntutan hukum karena tidak membayar royalti, Nur berharap ada kejelasan skema yang ditawarkan agar pelaku usaha kecil tidak dirugikan.
Belum lagi, menurut Nur, para pengusaha kafe juga harus menghadapi tantangan para pelanggan yang tak banyak memesan, namun cukup lama berada di kafenya.
Baca juga: Ketua LMKN Sayangkan Narasi soal Royalti Mematikan Usaha Kecil
“Kalau yang keluar malah lebih besar dari yang masuk, ya kita mikir-mikir juga. Kadang ada pengunjung yang datang dari pagi sampai malam cuma beli satu kopi, duduk kerja sambil pakai Wi-Fi. Masa iya kita yang harus nanggung biaya tambahan buat itu juga,” ungkapnya.
Sebagai respons awal, Nur menyatakan tengah mempertimbangkan untuk tidak lagi memutar musik populer dan beralih ke konten yang bebas royalti, termasuk siaran pengajian atau lantunan ayat suci.
“Ya kalau emang begitu kita nggak usah pasang musik. Setel aja itu, Ayat Kursi atau Al-Baqarah, setel ngaji-ngaji aja, biar dapat berkahnya juga,” pungkas Nur sembari tertawa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.