Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia

Pengusaha Kafe di Tebet Kaget Didatangi Penagih Royalti Musik, Diminta Isi Formulir dan Datang ke Kantor

Baca di App
Lihat Foto
Freepik
Tarif resmi royalti musik yang diputar di kafe dan restoran.
Penulis: Andika Aditia
|
Editor: Andika Aditia


KOMPAS.com – Salah satu pengelola kafe di daerah Tebet, Jakarta Selatan, mengaku kaget saat tempat usahanya didatangi lembaga manajemen kolektif atau badan yang mengurus penarikan royalti.

Pengelola yang enggan dituliskan namanya ini mengaku didatangi seorang petugas yang mengaku dari LMKN dan memberi dua lembar surat; surat pertama berisi tentang sosialisai pembayaran royalti, surat kedua berisi formulir pembayaran royalti.

Pengelola mengaku surat tersebut pertama kali diberikan pada bulai Mei 2025.

Baca juga: Keluh Kesah Pengusaha Kafe soal Royalti Musik, antara Lagu dan Laba

“Jadi surat sosialisasi beserta formulir terus diisi untuk dikembalikan tapi tidak dikasih tenggat waktu, cuma di reminder ‘Mas bisa kapan mau dikembalikan (formulirnya’, gitu ya,” ucap pengelola kafe saat ditemui Kompas.com, Rabu (6/8/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdasarkan keterangan dari petugas yang datang, pengelola kafe mengatakan petugas tersebut berasal dari LMKN.

Namun, saat meminta penjelasan lebih jauh, pengelola merasa kurang mendapat informasi memadai perihal ketentuan royalti musik di ruang usaha dan besarannya, beserta klasifikasinya.

Baca juga: Juicy Luicy Tak Tuntut Royalti Lagu, Uan: Kafe Boleh Putar

“Nah itu yang waktu itu ketika ini royalti untuk skup kafe segini-segini itu tidak ada penjelasan itu hanya total untuk untuk komparasi 120 ribu per bangku, pertama, tidak ada, ‘oh misalnya kafe dengan omzet sekian oh berarti klasifikasinya lebih kecil nih ya untuk UMKM sekian’, enggak ada,” tutur pengelola kafe.

Bukannya tak setuju dengan aturan royalti atas pemutaran lagu di ruang usaha, tetapi, sosialiasi yang minim dan tiba-tiba muncul penetapan tersangka terhadap salah satu manajemen outlet Mie Gacoan di Bali membuat pengelola kafe was-was.

“Waktu ada kasus Mie Gacoan Bali itu kita kaget, akhirnya stop putar lagu, penginnya bayar tapi kan belum dapat informasi memadai dari lembaganya, mekanismenya,” ujar pengelola kafe.

Baca juga: Promotor Pastikan LaLaLa Fest 2025 Bayar Royalti

Setelah mendapatkan surat dari lembaga penarikan royalti, pengelola kafe sempat ditinggalkan nomor telepon untuk bertanya lebih jauh ihwal penerapan royalti di ruang usaha.

Namun, saat ingin meminta penjelasan lebih jauh mengenai klasifikasi dan diferensiasi royalti musik di ruang usaha, pengelola kafe diminta untuk datang langsung ke kantor LMKN.

“Ketika untuk minta diskusi lanjutan yang bersangkutan ini yang mau pilih LMKN, tidak mau datang maunya, minta pihak kafe untuk ke kantor LMKN,” ungkap pengelola kafe.

Baca juga: Kafe Ivan Gunawan Tak Kena Royalti Musik? Ini Penjelasannya

Hingga kini, setelah dua bulan lebih berlalu, pihak pengelola kafe masih terus menunggu sambil melihat dinamika yang ada berkait penerapan royalti musik di ruang usaha.

Sementara, pengelola kafe masih memutuskan untuk tidak memutar lagu apa pun di kafenya, termasuk dengan meniadakan sesi live music yang biasanya diadakan di hari-hari tertentu.

Awal Polemik Royalti di Ruang Usaha

Diketahui, polemik royalti lagu di ruang usaha seperti kafe, restoran, hotel, pusat perbelanjaan, hingga kedai kopi kembali memanas setelah muncul kasus hukum yang melibatkan pihak manajemen salah satu gerai Mie Gacoan di Bali.

Baca juga: Dukung Pelaku Usaha, Ahmad Dhani Tak Tarik Royalti Lagu Dewa 19

Seorang perwakilan manajemen ditetapkan tersangka karena dianggap melanggar hak cipta dengan memutar lagu berlisensi tanpa izin di tempat usaha.

Tepatnya pada 24 Juni 2025, Polda Bali secara resmi menetapkan IAS, Direktur PT. Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran tindak pidana hak cipta yaitu dengan sengaja dan tanpa hak melakukan penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik untuk penggunaan secara komersial.

Polemik ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha karena tak ingin mengalami nasib serupa.

Aturan Royalti di Ruang Usaha dan Besarannya

Royalti musik di ruang usaha sendiri merujuk pada aturan dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Yang mana, mekanisme pengumpulan dan distribusi royalti dilaksanakan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) dan sejumlah LMK sektoral seperti WAMI, KCI, RAI, dan lainnya.

Besarnya royalti tergantung pada jenis usaha dan jumlah kursi atau luas ruangan. Untuk restoran dan kafe, tarif umumnya adalah Rp 60.000 per kursi per tahun.

Namun, untuk usaha besar seperti waralaba atau brand ternama, tarif bisa dua kali lipat, yaitu Rp 120.000 per kursi per tahun.

Tantangan dan Harapan Royalti di Ruang Usaha

Namun implementasinya tidak sesederhana itu. Banyak pelaku usaha mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang memadai, tidak tahu bagaimana cara membayar, lagu apa saja yang wajib royalti, bahkan mengaku bingung apakah lagu dari YouTube dan Spotify juga termasuk.

Polemik justru meruncing ketika pendekatan yang digunakan cenderung bersifat represif, bukan edukatif.

Penahanan terhadap pihak Mie Gacoan memicu ketakutan pelaku usaha lainnya. UMKM dan pelaku usaha skala kecil merasa disodorkan tanpa diberi pemahaman terlebih dahulu.

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi