Oleh: Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi
KOMPAS.com - Hubungan sosial tidak hanya memiliki karakteristik tertentu, melainkan juga dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifatnya, yaitu hubungan sosial yang bersifat positif dan hubungan sosial yang bersifat negatif.
Hubungan sosial yang bersifat positif disebut sebagai proses sosial asosiatif, sementara hubungan sosial yang bersifat negatif dikenal sebagai proses sosial disosiatif.
Baca juga: Efek Kebutuhan Afiliasi terhadap Tingkah Laku Sosial
Berikut penjelasannya:
Hubungan sosial asosiatif
Hubungan sosial asosiatif adalah interaksi baik yang menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan sosial asosiatif sendiri terdiri dari tiga hal yakni kerja sama, akomodasi, dan akulturasi.
Dengan uraian, sebagai berikut:
- Kerja sama
Kerja sama menjadi hal yang sering kita lakukan terutama dalam dunia pekerjaan. Kerja sama sendiri adalah usaha yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama.
Namun, yang namanya kerja sama, tidak akan selalu mudah. Hal ini karena ketika kita memutuskan untuk bekerja sama, kita harus menyatukan beberapa kepala dengan pemikiran yang berbeda menjadi satu.
Untuk bisa berjalan, kita harus lebih sering mengenyampingkan ego kita karena hanya dengan begitu sebuah kerja sama akan berhasil.
Oleh sebab itu, semakin kuat sebuah kerja sama, maka semakin mudah untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Sebaliknya, sebuah kerja sama juga bisa gagal atau bahkan berakhir menjadi bencana apabila setiap orang egois dan hanya ingin mementingkan dirinya sendiri.
- Akomodasi
Jika kerja sama adalah sebuah usaha bersama untuk mencapai tujuan, maka akomodasi adalah usaha seseorang atau sekelompok orang untuk mengurangi ketegangan konflik yang terjadi antarkelompok atau individu tertentu. Dengan kata lain, akomodasi dilakukan untuk mencapai keseimbangan dan ketenangan situasi.
- Akulturasi
Akulturasi adalah percampuran dua budaya atau lebih menjadi satu, tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya.
Akulturasi budaya dan bahasa menjadi hal yang cukup sering terjadi di Indonesia. Hal ini karena negara Indonesia terdiri dari banyak suku yang berbeda, bahkan pendatang dari luar yang kemudian menetap di negara kita.
Para pendatang ini tentu membawa budaya mereka masing-masing. Namun, untuk bisa bertahan dan diterima di tempat yang baru, mereka juga harus mempelajari dan mengikuti budaya yang ada tanpa menghilangkan budaya asli mereka sendiri.
Baca juga: Pengertian Stratifikasi Sosial dan Fungsinya
Proses sosial disosiatif
Kebalikan dari proses sosial asosiatif, proses sosial disosiatif justru bersifat negatif bahkan berpotensi merugikan orang lain.
Sama seperti hubungan sosial asosiatif, hubungan sosial disosiatif juga terbagi menjadi beberapa bentuk yaitu persaingan, kontroversi, dan konflik.
Berikut uraiannya:
- Persaingan
Sejak kecil, kita mengenal yang namanya persaingan. Namun, setelah dewasa terutama setelah lulus sekolah, baru kita menyadari betapa ketatnya persaingan yang ada di dunia ini.
Persaingan sebenarnya adalah hal yang wajar mengingat ada milyaran orang yang tinggal di dunia ini dan semuanya berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam bidangnya masing-masing. Bahkan, jika kamu tidak mau bersaing, persaingan itu akan tercipta begitu saja.
Persaingan sendiri pada dasarnya adalah usaha untuk keberhasilan tanpa menggunakan kekerasan, baik itu secara verbal maupun non verbal. Meski di dunia nyata, persaingan tidak selalu berkonotasi negatif, tetapi efek yang dihasilkan dari persaingan bisa jadi sangat buruk.
Misalnya, di Korea Selatan, warga negaranya terbiasa bersaing untuk mendapatkan tempat terbaik. Bahkan, siswa SMA di sana bersaing secara “gila-gilaan” untuk mendapatkan peringkat pertama di kelasnya.
Persaingan yang ketat, membuat banyak warga negara Korea Selatan merasa sangat stres dan tidak sedikit juga yang jatuh ke jurang depresi.
Baca juga: Pengendalian Sosial Formal: Pengertian dan Contohnya
- Kontroversi
Selain persaingan, bentuk lain dari proses sosial disosiatif adalah kontroversi. Bisa dibilang, kontroversi satu tingkat lebih berbahaya dari persaingan. Persaingan setidaknya tidak melibatkan kekerasan, tetapi kontroversi justru sebaliknya.
Orang-orang tidak lagi menyembunyikan kebencian mereka kepada orang lain. Bahkan, jika dibiarkan, kontroversi akan berubah menjadi konflik yang berujung pada tindak kekerasan.
- Konflik
Konflik menjadi bentuk proses sosial disosiatif yang paling terakhir, sekaligus juga menjadi yang paling berbahaya.
Konflik sendiri biasanya dimulai dari perbedaan pendapat atau karakter yang kemudian memicu rasa saling tidak menyukai antara satu orang ke orang lainnya, atau satu kelompok ke kelompok lainnya.
Orang yang terlibat konflik secara terang-terangan menunjukkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain atau kelompok. Untuk memadamkan sebuah konflik, biasanya kita membutuhkan pihak ketiga yang bersifat netral dan dapat menjadi penengah.
Ketika ada sebuah konflik yang terjadi di kelompok atau orang terdekat, kamu tidak bisa diam saja. kamu harus berani menengahi konflik yang ada, agar konflik itu tidak berakhir menjadi kekerasan.
Baca juga: Hubungan Sosiologi dengan Fenomena Sosial
Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.