KOMPAS.com - Aksara Jawa yaitu salahsatu aksara yang dipakai di tanah Jawa. Aksara Jawa tidak hanya dipakai untuk nulis bahasa Jawa, tetapi juga dipakai untuk menulis bahasa Sanskerta, bahasa Arab, bahasa Bali, bahasa Sunda, bahasa Sasak dan juga bahasa Melayu.
Aksara Jawa mempunyai 20 aksara yang disebut aksara nglegena atau dentawyanjana (carakan).
Setiap aksara nglegena mepunyai pasangan untuk menyambung wanda sigeg atau wanda mati dan wanda candhake. Setiap pasangan bisa 'mateni' aksara sebelumnya. Aksara nglegena mempunyai aksara pasangan.
Selain itu ada juga aksara sandhangan yang dibedakan menjadi tiga yaitu: sandhangan swara, sandhangan wyanjana, dan sandhangan panyigeging wanda. Membaca aksara Jawa itu harus teliti karena tempatnya aksara yang beda-beda.
Baca juga: Sejarah Aksara Jawa
Yuk, Kita belajar macam-macam aksara Jawa!
Aksara Jawa legena
Aksara Jawa atau Hanacakra merupakan turunan aksara-aksara yang sudah ada sebelumnya. Aksara tradisional ini berkembang di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.
Aksara Jawa mempunyai huruf kapital yang dikenal dengan aksara murda. Aksara tersebut kerap digunakan untuk menulis nama lembaga, geografi, hingga gelar.
Aksara Jawa juga mempunyai aksara swara atau huruf vokal depan, lima aksara rekan dan pasangannya, sejumlah sandhangan untuk mengatur vokal, beberapa huruf khusus, tanda baca, serta tanda tata tulis.
Sementara itu, aksara Jawa legena adalah 20 aksara Jawa dasar yang masih telanjang atau belum diberikan sandhangan atau penanda bunyi. Aksara ini disebut juga dengan Carakan Jawa atau Dentawyanjana.
Aksara Jawa legena bersifat silabik. Artinya, aksara tersebut bisa dibentuk menjadi beberapa kata yang mengandung makna tanpa adanya sandhangan (pasangan) atau tanda lainnya. Setiap aksara dalam aksara Jawa legena mencerminkan suku kata dengan vokal /a/ atau /?/.
Pasangan
Pasangan itu gunanya untuk menulis aksara yang tempatnya ada dibelakang aksara sigeg, kecuali aksara sigeg dan aksara r, h, dan ng. Karena aksara sigeg r, h, dan ng tadi sudah ada tandanya , yaitu r = layer.
Aksara pasangan merupakan aksara yang digunakan untuk menekan agar vokal a pada aksara legena tidak muncul.
Sandhangan aksara
Yang disebut sandhangan yaitu penanda untuk mengubah atau memberikan swara aksara atau pasangan. Sandhangan aksara Jawa bisa dibagi menjadi tiga, yaitu sandhangan swara, sandhangan panyigeging wanda atau manda swara, dan wyanjana.
Aksara murda
Jumlah aksara murda ada 7, yaitu Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Ga, Ba. Setiap aksara murda ada pasangannya.
Aksara murda di jaman sekarang sudah jarang dipakai. Aksara murda hanya untuk tata-prunggu, artinya untuk penghormatan.
Aksara murda tidak boleh menjadi sesigeging wanda. Di jaman dulu yang lumrah ditulis memakai aksara murda hanya nama para leluhur.
Angka jawa
Adapun wujud dari angka jawa, yaitu:
- 1 = aksara ga
- 2 = aksara nga dilelet
- 3 = aksara nga dipengkal
- 4 = aksara ma miring
- 5= aksara ma kurung
- 6= aksara E-kara
- 7 = aksara la
- 8 = aksara pa murda
- 9 = aksara ya
- 0 = bunderan (Indonesia: nol)
Aksara swara
Gunanya aksara swara untuk menulis tembung manca yang dijelaskan. Aksara swara tidak boleh menjadi pasangan.
Jika muncul di belakang wanda sigeg, aksara sesigeging wanda itu harus dipangku. Jika aksara swara “pa” dekat jadinya pasangan ditulis bersebelahan dengan aksara yang dipasangi.
Aksara swara “nga” lelet jadinya pasangan tertulis dibawahnya aksara yang dipasangi pasti saja pasangannya berada di atasnya aksara yang dipasangi. Aksara swara itu tidak bisa ditambahi sandhangan swara.
Aksara rekan
Aksara rekan itu aksara legena yang ditambahi tanda cecak telu. Cecak telu itu artinya untuk "ngreka" fonem-fonem dari basa manca, utamanya bahasa Arab.
Aksara rekan berjumlah 5, yaitu: kh, dz, 1, z, gh. Jika tidak dijelaskan jika yang ditulis itu tembung manca, hanya ditulis untuk aksara lumrah saja. Contohnya:
- Khatib jika tidak dijelaskan menjadi katib.
- Zikir jika tidak dijelaskan menjadi dikir.
- Faham jika tidak dijelaskan menjadi paham.
- Zakat jika tidak dijelaskan menjadi jakat.
- Ghoib jika tidak dijelaskan menjadi gaib.
Jika aksara rekan didekatkan dengan sandhangan pepet, cecake telu berada di dalam pepet, jika didekatkan sandhangan wulu, layar atau cecak, cecake telu berada disebelah kiri.
Sandhangan wulu, layar, atau cecak disebelah kanan. Contoh: fitrah, fartu, dwifungsi, firman. Kecuali aksara rekan f yang wujud pasangannya pa cecak telu, aksara rekan tidak bisa jadi pasangan.
Jika aksara rekan berada dibelakangnya wanda sigeg, sesigeging wanda itu harus dipangku. Contoh: sampun faham, saweg zikir, zakat fitrah, sumerep ghaib.
Baca juga: Sandangan Aksara Jawa, Fungsi, dan Macam-macamnya
Referensi:
- Awalin, F. R. N. (2017). Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa Sebagai Filosofi dalam Memahami Konsep Ketuhanan. Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 5(2), 289-309.
- Pitarto, E. (2018). Mengenal Aksara Jawa dengan Metode AMBAR. Komunitas Wedangjae.