Kompas.com - Pantun memiliki beragam bentuk, salah satunya adalah seloka. Pernahkah kalian mendengar kata seloka? seloka memiliki daya tarik tersendiri sebagai bagian penting dari warisan sastra Nusantara.
Tahukah kalian, apa itu seloka? dan bagaimana ciri-ciri, fungsi, dan jenis-jenis seloka? Simaklah penjelasan berikut ini.
Pengertian seloka
Seloka berasal dari bahasa Sanskerta yaitu sloka. Seloka adalah bentuk puisi Melayu Klasik, seloka berisi pepatah dan perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran, hingga ejekan.
Seloka seringkali disebut dengan pantun berkait, sehingga seloka tidak cukup dengan satu bait saja. Umumnya seloka berisi empat baris dalam bentuk syair, namun ada juga seloka yang berisi lebih dari empat baris.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seloka merupakan jenis puisi yang mengandung ajaran, sindiran dan sebagainya, biasanya terdiri atas 4 larik yang berima a-a-a-a, yang mengandung sampiran dan isi.
Baca juga: Teks Sastra Bahasa Jawa
Ciri-ciri seloka
Seloka sebagai salah satu bentuk puisi tradisional Melayu, memiliki ciri khas yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia sastra klasik, adapun ciri-ciri seloka, sebagai berikut:
- 1 bait terdiri dari 4 baris
- Sajak a-b-a-b
- Baris ke 1 dan ke 2 merupakan sampiran dan baris ke 3 dan 4 merupakan isi
- Setiap baris terdiri dami 4 suku kata
- Rangkaian pantun yang sambung-menyambung
Fungsi seloka
Seloka dalam dunia sastra memiliki banyak fungsi, di antaranya:
- Untuk mengkritik sikap negatif suatu masyarakat tanpa harus menyinggung perasaan anggota masyarakat tersebut.
- Menjadi panduan atau pengajaran bagi individu yang terkait.
- Untuk menyindir, mengejek, menempelak, melahirkan rasa benci karena sikap manusia, memberi pengajaran dan panduan, serta sebagai alat protes sosial.
Baca juga: 5 Perbedaan Sastra Melayu Klasik dan Modern
Jenis-jenis seloka
Berikut adalah jenis-jenis seloka beserta penjelasannya:
- Seloka khayalan
Seloka khayalan berisi imajinasi penulis yang biasanya menggambarkan hal di luar realitas. Seloka ini digunakan untuk mengungkapkan lamunan, harapan, atau keindahan alam dengan gaya bahasa yang indah dan simbolis.
- Seloka menempelak
Seloka menempelak bertujuan untuk menyindir seseorang atau kelompok secara halus namun tajam. Biasanya, sindiran ini terkait dengan kesalahan, sikap, atau perilaku yang kurang baik.
- Seloka mengejek
Seloka mengejek juga ditujukan untuk menyindir, namun dengan nada yang lebih tajam dan humoris. Seloka ini sering kali dimaksudkan untuk mempermalukan atau memperolok.
- Seloka gurau senda
Seloka gurau digunakan untuk menciptakan suasana yang ringan dan penuh tawa. Biasanya, seloka gurau senda mengandung humor, permainan kata, dan kisah lucu yang menghibur pembaca.
- Seloka nasihat
Seloka nasihat bertujuan untuk menyampaikan pesan moral atau pelajaran hidup. Seloka nasihat sering dipakai untuk mendidik atau mengingatkan pembaca tentang nilai-nilai kebaikan.
Baca juga: Sastra Anak: Tahapan, Unsur, dan Perannya
Contoh seloka
Beberapa contoh seloka, yaitu:
- Contoh 1
Si Ali bermain di tepi telaga,
si ikan datang menggigit kakinya.
Bukannya lari malah ketawa,
katanya gatal digaruk saja.
- Contoh 2
Anak pak dolah makan lepat,
Makan lepat sambil melompat,
Nak hantar kad raya dah tak sempat,
Pakai sms pun ok wat?
- Contoh 3
Sudah bertemu kasih sayang,
Duduk terkurung malam siang,
Hingga setapak tiada renggang,
Tulang sendi habis berguncang.
- Contoh 4
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu Jati bertimbal jalan,
Dimana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan,
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan,
Ibu mati bapak berjalan,
Kemana untung diserahkan.
- Contoh 5
Kuda berlari mengaku singa,
padahal tubuh kurus tak berdaya.
Riuh menyombong lupa daratan,
akhirnya jatuh jadi tertawaan.
Baca juga: Jenis Buku Berdasarkan Golongan Sastra Anak
Referensi
- Lubis, S., K., Supriadi, Rahmaini, R. (2020). Mengenal Lebih Dekat. Spasi Media.
- Fitriani, R. S. (2020). Ensiklopedi Bahasa dan Sastra: Perkembangan Bahasa Indonesia dari Waktu ke Waktu. Indonesia: Talenta Buana.
- Sumaryanto (2010). Mengenal Pantun dan Syair. Semarang: PT. Sindur Press. hlm. 13.