Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor Penyebab Korupsi: Internal dan Eksternal

Baca di App
Lihat Foto
freepik.com
Ilustrasi korupsi
|
Editor: Silmi Nurul Utami

KOMPAS.com - Bayangkan seorang pejabat yang dulu hidup sederhana, kini bergelimang harta dengan rumah mewah, mobil mahal, dan liburan ke luar negeri. Ternyata, kekayaannya tersebut berasal dari tindak korupsi.

Korupsi terjadi akibat kombinasi faktor internal seperti keserakahan, gaya hidup konsumtif, dan lemahnya moral, serta faktor eksternal seperti tekanan sosial, politik uang, celah hukum, sistem ekonomi yang tidak transparan, dan budaya organisasi yang permisif.

Mari kita bahas lebih lanjut apa saja faktor-faktor yang membuat seseorang tega melakukan korupsi!

Korupsi bukan hanya sekadar tindakan kriminal, tetapi juga cerminan dari berbagai faktor yang mendorong seseorang menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi adalah salah satu penyakit kronis yang terus menggerogoti sistem pemerintahan dan ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Mengapa Negara Kita Rawan Korupsi? Ini Penjelasannya ....

Meski dampaknya begitu besar, merugikan negara, menghambat pembangunan, hingga meningkatkan kesenjangan sosial. Sayangnya, praktik ini masih marak terjadi.

Pernahkah kamu bertanya-tanya, apa sebenarnya yang membuat seseorang tega melakukan korupsi?

Menurut Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi Kemristekdikti dalam Buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi (2018) yang diterbitkan oleh Kemristekdikti, ada dua faktor utama yang menjadi penyebab korupsi, yaitu faktor internal dan eksternal. 

Faktor internal: dorongan dari dalam diri

Faktor internal penyebab korupsi meliputi keserakahan dan ketamakan, gaya hidup konsumtif, dan moral yang lemah. 

1. Keserakahan dan ketamakan

Rasa tidak pernah puas terhadap harta dan kekuasaan sering kali menjadi alasan utama seseorang melakukan korupsi.

Meskipun sudah memiliki kekayaan dan jabatan tinggi, sifat tamak membuat mereka terus mengincar lebih banyak keuntungan, bahkan dengan cara yang melanggar hukum.

Baca juga: 14 Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli

Keserakahan ini sering kali berakar dari budaya materialisme yang menempatkan kekayaan sebagai ukuran kesuksesan.

2. Gaya hidup konsumtif

Mengikuti tren kehidupan mewah tanpa mempertimbangkan penghasilan sering kali mendorong seseorang untuk mencari jalan pintas, termasuk melalui korupsi.

Kebiasaan membeli barang-barang mahal, mobil mewah, rumah megah, dan mengikuti gaya hidup glamor tanpa kontrol diri bisa memicu tindakan korupsi demi memenuhi keinginan tersebut.

Baca juga: Faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup Seseorang

3. Moral yang lemah

Tanpa nilai-nilai kejujuran dan integritas yang kuat, seseorang akan lebih mudah tergoda untuk melakukan kecurangan.

Lemahnya moral, keimanan, dan kurangnya rasa malu dalam berbuat salah menjadi celah besar bagi munculnya perilaku koruptif.

Godaan korupsi bisa datang dari berbagai arah, seperti tekanan dari rekan kerja, dorongan keluarga, atau kesempatan yang muncul akibat lemahnya pengawasan.

Faktor eksternal: pengaruh dari lingkungan sekitar

Faktor eksternal penyebab korupsi adalah aspek sosial, aspek politik, aspek hukum, aspek ekonomi, dan aspek organisasi. 

1. Aspek sosial

Tekanan dari lingkungan sosial, terutama keluarga dan masyarakat, bisa menjadi pemicu korupsi. Dalam beberapa kasus, keluarga justru mendukung tindakan korupsi demi memenuhi ambisi pribadi.

Selain itu, budaya gratifikasi yang masih dianggap wajar dan penghargaan terhadap kekayaan tanpa melihat asal-usulnya juga memperparah masalah ini.

Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan oleh Robert Merton, korupsi muncul sebagai akibat dari tekanan sosial yang mengharuskan seseorang mencapai kesuksesan ekonomi meskipun kesempatan yang ada terbatas.

Baca juga: Gratifikasi: Pengertian, Kriteria dan Sanksi

2. Aspek politik

Sistem politik yang tidak sehat mendorong praktik money politics, di mana seseorang rela menyogok demi mendapatkan jabatan.

Setelah berkuasa, mereka sering kali lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan kesejahteraan rakyat, sehingga korupsi menjadi alat untuk mengembalikan modal politiknya.

Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga menjadi pendorong korupsi.

3. Aspek Hukum

Celah dalam perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum turut berkontribusi terhadap maraknya korupsi. Hukuman yang terlalu ringan atau tidak memberikan efek jera membuat para koruptor semakin berani menjalankan aksinya.

Baca juga: Mengenal 3 Strategi Pemberantasan Korupsi, Apa Saja?

Selain itu, pasal-pasal hukum yang multitafsir sering kali dimanfaatkan untuk mencari celah demi keuntungan pribadi.

Korupsi dalam aspek hukum juga terjadi karena adanya peraturan yang dibuat untuk menguntungkan kelompok tertentu, sehingga membuka peluang bagi pejabat untuk menyalahgunakannya.

4. Aspek ekonomi

Meskipun faktor ekonomi sering dikaitkan dengan korupsi, kenyataannya korupsi lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang sudah memiliki kekayaan.

Sistem ekonomi yang tidak transparan dan adanya monopoli dalam berbagai sektor memungkinkan pejabat atau pengusaha tertentu untuk mencari keuntungan dengan cara yang tidak jujur.

Teori partikularisme dari Edward Banfeld menunjukkan bahwa tekanan untuk berbagi kekayaan dengan kelompok tertentu, seperti keluarga dan kerabat dekat, juga dapat menjadi pemicu korupsi.

5. Aspek organisasi

Dalam banyak kasus, organisasi tempat seseorang bekerja turut menjadi penyebab korupsi.

Baca juga: 7 Prinsip Organisasi

Kurangnya sistem pengawasan, lemahnya integritas pemimpin, serta budaya organisasi yang permisif terhadap tindakan curang membuat korupsi semakin subur.

Organisasi juga sering kali memberikan kesempatan untuk korupsi melalui sistem yang tidak akuntabel dan pengelolaan anggaran yang kurang transparan.

Sehingga, korupsi terjadi akibat kombinasi faktor internal seperti keserakahan, gaya hidup konsumtif, dan lemahnya moral, serta faktor eksternal seperti tekanan sosial, politik uang, celah hukum, sistem ekonomi yang tidak transparan, serta  budaya organisasi yang permisif.

Korupsi bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga persoalan moral dan budaya. Jika kita ingin melihat Indonesia bebas dari korupsi, maka perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Mari bersama-sama membangun negeri yang lebih bersih dan transparan!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi