KOMPAS.com - Di Indonesia, banyak gunung yang terkenal akan keindahan dan potensi alamnya. Namun, apakah kamu sudah mendengar tentang Gunung Lewotobi?
Terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Gunung Lewotobi adalah salah satu gunung api aktif yang menarik perhatian para pendaki dan ilmuwan.
Gunung ini memiliki dua puncak yang menonjol, yakni Gunung Lewotobi Laki-laki dan Gunung Lewotobi Perempuan, yang dikenal dengan sebutan "gunung api kembar."
Yuk, mari kita bahas lebih lanjut mengenai gunung ini, aktivitas vulkaniknya, serta keunikan kearifan lokal yang ada di sekitar kawasan ini!
Baca juga: Mengenal Gunung Cartenz: Puncak Tertinggi Indonesia dengan Salju Abadi
Pengertian gunung lewotobi
Gunung Lewotobi merupakan gunung api kembar yang terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Dilansir dari Smithsonian Institution Global Volcanism Program, gunung ini terdiri dari dua gunung berapi stratovolcano yang berdekatan, yaitu Lewotobi Laki-laki dan Lewotobi Perempuan.
Kedua gunung ini hanya terpisah kurang dari dua kilometer, membentang sepanjang garis barat laut-tenggara.
Gunung Lewotobi Perempuan adalah puncak tertinggi dari kedua gunung ini, dengan ketinggian mencapai 1.703 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan kawahnya memiliki diameter sekitar 700 meter.
Sementara itu, Lewotobi Laki-laki memiliki ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kawah yang lebih kecil, yakni sekitar 400 meter.
Meskipun keduanya berdekatan, aktivitas vulkanik di masing-masing gunung berbeda. Lewotobi Laki-laki, yang berbentuk kerucut, sering kali menunjukkan aktivitas yang lebih intensif, terutama selama abad ke-19 dan ke-20.
Sementara itu, Lewotobi Perempuan yang lebih besar dan lebih lebar, memiliki letusan yang lebih jarang, dengan letusan terakhir tercatat pada tahun 1921 dan 1935.
Baca juga: Daftar 7 Puncak Gunung Tertinggi di Indonesia
Aktivitas vulkanik gunung lewotobi laki-laki
Gunung Lewotobi Laki-laki adalah gunung yang cukup aktif. Dilansir dari NASA Earth Observatory, gunung ini, yang berbentuk kerucut, mengalami letusan secara periodik pada abad ke-19 dan ke-20.
Terbaru, Lewotobi Laki-laki mengalami erupsi pada 20-21 Maret 2025. Erupsi ini cukup signifikan, dengan kolom asap yang tercatat mencapai ketinggian 8.000 meter dari puncaknya.
Asap yang keluar dari kawah gunung berwarna kelabu hingga hitam, menandakan adanya peningkatan aktivitas vulkanik yang patut diwaspadai.
Baca juga: Perbedaan Gempa Vulkanik dan Tektonik
Berdasarkan laporan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, pada erupsi ini terjadi sejumlah gempa, termasuk gempa letusan dan gempa vulkanik dalam.
Bahkan, pada tanggal 20 Maret 2025, gempa letusan yang terdengar hingga Maumere dan Larantuka menandakan adanya pergerakan magma yang signifikan di bawah permukaan gunung.
Suhu udara di sekitar gunung tercatat antara 22 hingga 30,2°C, dan terjadi hujan serta hembusan angin lemah.
Dengan kondisi seperti ini, status Lewotobi Laki-laki saat ini berada dalam level AWAS, yang berarti bahwa masyarakat sekitar serta pengunjung tidak diperbolehkan melakukan aktivitas dalam radius 7 km dan 8 km sektoral barat daya dan timur laut dari pusat erupsi.
Aktivitas gempa yang terekam, termasuk gempa harmonik dan gempa vulkanik dangkal, menunjukkan bahwa suplai magma ke permukaan masih terus berlangsung.
Baca juga: Magma: Pengertian, Proses Terbentuk, dan Perjalanannya ke Permukaan
Kearifan lokal dalam menghadapi letusan gunung lewotobi
Selain keindahan alamnya, Gunung Lewotobi juga memiliki hubungan yang erat dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat sekitar.
Di Desa Nawokote, yang terletak di lereng utara Lewotobi Laki-laki, masyarakat memiliki cara-cara tradisional dalam mengantisipasi dan menghadapi potensi bencana erupsi.
Menurut Yasinta Gekeng Mare, dkk dalam Mitigasi bencana Gunung Api Lewotobi Laki-laki Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Desa Nawokote di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur (2021), masyarakat Desa Nawokote mengandalkan tanda-tanda alam sebagai petunjuk akan terjadinya letusan gunung.
Semiotika faunal adalah salah satu tanda yang digunakan oleh masyarakat untuk memprediksi erupsi.
Misalnya, hewan-hewan seperti kera, ular, dan bahkan kucing bertanduk putih yang mendekati pemukiman warga sering dianggap sebagai tanda bahwa letusan akan segera terjadi.
Selain itu, perubahan pada tanaman pertanian yang mati karena kering atau diserang hama juga menjadi salah satu petunjuk yang memperingatkan masyarakat.
Selain itu, ada juga semiotika fisikal yang mengacu pada perubahan cuaca dan kondisi alam, seperti suhu udara yang lebih panas atau terdengar suara gemuruh dari arah gunung.
Masyarakat juga memperhatikan semiotika kultural, di mana mereka melakukan ritual adat Tuba Ile untuk menjaga hubungan baik dengan Gunung Lewotobi, baik Lewotobi Laki-laki maupun Lewotobi Perempuan.
Ritual ini bertujuan untuk menghormati gunung sebagai tempat tinggal leluhur mereka yang sudah meninggal dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Baca juga: Kearifan Lokal: Pengertian, Ciri-ciri, dan Fungsinya
Gunung Lewotobi adalah salah satu gunung api yang menakjubkan di Flores, dengan dua puncaknya yang berfungsi sebagai landmark alam yang luar biasa.
Bagi siapa pun yang ingin mengunjungi Gunung Lewotobi, baik untuk mendaki, menikmati pemandangan, atau belajar tentang kearifan lokal, penting untuk selalu memperhatikan keselamatan dan mengikuti informasi terbaru mengenai status vulkanik gunung ini.
Dengan begitu, kita bisa menghargai keindahan alam yang luar biasa ini sekaligus menjaga keselamatan diri dan orang lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.