Kompas.com - Kartini, tentu bukan nama yang asing bagi bangsa Indonesia, ia adalah pahlawan pendidikan dan emansipasi wanita.
Sejak abad ke-19, Kartini menggaungkan gagasan bahwa perempuan berhak memperoleh pendidikan dan kebebasan berpikir setara dengan laki-laki.
Ia mengartikulasikan arti emansipasi wanita bukan sekadar kesetaraan formal namun juga transformasi sosial-ekonomi yang memerdekakan wanita.
Baca juga: 4 Contoh Puisi Kartini Penuh Makna untuk Peringatan Hari Kartini 2025
Sebelum membahas lebih jauh, tentu banyak yang belum mengetahui apa sih arti emansipasi wanita itu? Yuk, kita dalami maknanya!
Apa itu emansipasi wanita?
Melansir Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan. Bisa juga diartikan sebagai persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masayarakat seperti persamaan hak kaun wanita dengan kaum pria.
Sedangkan definisi dari emansipasi wanita yaitu proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.
Jadi bukan menuntut persamaan hak dengan laki-laki tanpa mempertimbangkan kodrat sebagai wanita, namun lebih tepatnya yaitu mendapatkan fungsi secara maksimal.
Baca juga: 75 Ucapan Hari Kartini untuk Ibu, Guru, dan Diri Sendiri
Dikutip dari Jurnal Beberapa Persepsi tentang Perjuangan Emansipasi Wanita Ditinjau dari Budaya dan Agama (2014) karya Azis Setyagama, sejarah perkembangan emansipasi wanita mulai gencar dilakukan oleh aktifis Feminisme pada tahun 1960-an di Barat.
Saat itu, muncul berbagai warna tentang feniminisme, seperti Feniminisme Leberal, Feminisme Radikal, dan Feminisme Marxian.
Mereka berjuang melalui berbagai forum dan menyebarluaskan bahwa wanita memiliki persamaan hak, nasib, dan masa depan.
Salah satu contohnya yaitu berjuang terhadap upah buruh agar upah yang didapatkan antara buruh pria dan wanita disamakan.
Hal lain yang juga digaungkan yaitu pembebasan wanita dari pemerkosaan serta pelecehan seksual yang masih sering terjadi.
Baca juga: Hari Kartini Dulu dan Kini: Tradisi, Makna, dan Cara Merayakannya
Kartini dan emansipasi
Titik awal emansipasi di Indonesia diperjuangkan oleh Kartini agar perempuan dapat memperoleh hak yang sama termasuk dalam hal pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh kaum laki-laki.
Saat masa penjajahan Belanda, hanya laki-lakilah yang mendapatkan kesempatan bersekolah, sementara kaum perempuan hanya diarahkan untuk tetap di rumah mengurus rumah tangga.
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah sebagai putri dari keluarga bangsawan Jawa.
Ayahnya bernama RMAA Sosroningrat atau yang juga dikenal dengan RM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Baca juga: Mimpi Kartini, Jejak Perjuangan Pendidikan Perempuan dari Masa ke Masa
Meski lahir di lingkungan Jawa yang kental, namun Kartini memiliki minat belajar dan haus akan ilmu pengetahuan.
Saat itu akses pendidikan bagi perempuan sangat terbatas. Umumnya, perempuan hanya akan diminta fokus sebagai ibu rumah tangga dan keluarga.
Beruntung, Kartini mendapatkan dukungan dari ayahnya yang memberikan akses untuk bersekolah di Europese Lagress School (ELS), atau sekolah Belanda untuk anak-anak pribumi.
Kartini lantas mendapatkan pengetahuan tentang Bahasa Belanda serta budaya barat. Minatnya semakin menggebu ketika ia memiliki akses membaca buku-buku Belanda.
Kartini memiliki pemikiran yang tak biasa tentang perempuan dan kesetaraan hak di masa itu.
Pemikiran-pemikiran tersebut dituangkan dalam kumpulan surat yang kemudian dibukukan oleh J.H Abendanon, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda sekaligus salah satu orang yang mendukung Kartini dalam perjuangannya untuk pendidikan dan kesetaraan perempuan.
Baca juga: Hari Kartini 2025 Tanggal Berapa? Ini Contoh Tema Acaranya!
Dalam surat-suratnya, Kartini kerap mengeluhkan betapa perempuan yang memiliki akses terbatas ke banyak tempat. Bahkan pada surat pertama yang ia kirimkan kepada sahabatnya, Stella, ia menuliskan bahwa ia ingin merdeka!
Salah satu mimpi Kartini adalah mendirikan sekolah untuk semua kalangan setelah ia menikah dengan Bupati Rembang dan bergelar Raden Ayu.
Sayangnya, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904 atau empat hari setelah melahirkan putra pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat.
Meski tak sempat berbuat banyak untuk kemajuan bangsa, namun pemikiran modern Kartini saat itu membangkitkan semangat masyarakat untuk meraih pendidikan dan menyetarakan hak perempuan.
Baca juga: Mengenal R.A Kartini, Sang Pahlawan Emansipasi Wanita
Bukan hanya dalam hal pendidikan, semasa hidupnya ia juga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dengan mengenalkan pada ketrampilan kerajinan tangan seperti merajut dan menyulam.
Berkat kegigihannya, banyak Sekolah Wanita yang didirkan di berbagai wilayah, seperti Yayasan Kartini di Semarang tahun 1912, di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, hingga Cirebon.
Melansir Jurnal Gerakan Emansipasi Perempuan dalam Bidang Pendidikan di Jawa Barat pada Awal Abad Kedua Puluh (2022) karya Andrea Dinurul Aeni dan kawan-kawan, perjuangan emansipasi wanita dari RA Kartini juga diteruskan oleh Dewi Sartika hingga Raden Ayu Lasminingrat.
Baca juga: Sikap Teladan dari Raden Ajeng Kartini
Relevansi Hari Kartini di Era Modern
Meski telah memasuki era kemerdekaan, namun relevansi Hari Kartini masih terasa sampai saat ini.
Seperti contoh, walaupun zaman sudah maju, namun masih banyak orang tua terutama di wilayah pedesaan yang beranggapan jika perempuan tak perlu kuliah tinggi.
Tak hanya itu, mengutip laman Komnas Perempuan, kekerasan berbasis gender di tahun 2025 juga meningkat 14,17 persen atau menjadi 330.097 kasus jika dibandingkan tahun 2024 lalu.
Tentu perjuangan pemenuhan hak-hak perempuan belum berhenti. Baik pemerintah maupun sejumlah komunitas sudah banyak yang membantu untuk menyuarakan ketidakadilan.
Selain hak untuk bersuara, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan tinggi dan mengisi posisi-posisi penting di perusahaan maupun pemerintahan.
Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan
Dikutip dari Buku Kartini: Cahaya di Ujung Gelap (2025) karya Miftachun Nur, pada sebuah surat yang dikirimkan RA Kartini kepada Rosa Abendanon, 25 Mei 1903 lalu ia juga mengutarakan mimpinya tentang perempuan, pendidikan, dan kesetaraan.
“Saya ingin perempuan tidak hanya diingat karena kecantikannya, tetapi juga karena pemikirannya. Pendidikan adalah kunci membebaskan mereka dari keterbelakangan, dan saya ingin membuka pintu itu bagi sesama perempuan."
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.