Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

12 Kandidat Paus Baru, Ini Nama yang Berpeluang Gantikan Paus Fransiskus

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
Ilustrasi paus
|
Editor: Silmi Nurul Utami

KOMPAS.com -  Dunia baru saja kehilangan sosok pemimpin spiritual yang dicintai. Paus Fransiskus meninggal dunia pada hari Senin, 21 April 2025, di kediamannya di Kota Vatikan, Roma, pada usia 88 tahun.

Setelah menjalani perawatan intensif akibat pneumonia, Paus Fransiskus menghembuskan napas terakhirnya dan meninggalkan duka mendalam bagi umat Katolik serta masyarakat global.

Kini, dengan kepergiannya, muncul satu pertanyaan besar, siapa yang akan menjadi kandidat pengganti Paus Fransiskus?

Pemilihan Paus Baru atau Konklaf akan dilaksanakan pada 7 Mei 2025. Konklaf merupakan pemilihan Paus Baru secara tertutup oleh para Kardinal di Kapel Sistina, Vatikan. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Konklaf tentu para Kardinal memiliki beberapa kandidat yang berpeluang sebagai Paus Baru. 

Dilansir dari BBC, berikut adalah daftar 12 kandidat Paus 2025 yang saat ini banyak diperbincangkan.

Mereka berasal dari berbagai benua, dengan latar belakang, gaya kepemimpinan, dan pandangan teologis yang beragam.

Baca juga: Mengenal 11 Paus Roma dengan Masa Jabatan Terlama Sepanjang Sejarah

Berikut daftarnya: 

1. Pietro Parolin (Italia, 70 tahun)

Sebagai Sekretaris Negara Vatikan di bawah Paus Fransiskus, Parolin menjalankan peran kunci layaknya “wakil paus”. Ia memimpin administrasi pusat Gereja dan menjadi penasehat utama Paus.

Dikenal lembut, Parolin punya pendekatan diplomatis dan global. Namun, ia tetap konservatif dalam isu sosial, menyebut legalisasi pernikahan sesama jenis di Irlandia sebagai "kekalahan bagi kemanusiaan".

Meskipun namanya sering disebut, ia sadar bahwa masuk konklaf sebagai favorit sering kali berakhir dengan kekalahan, mengutip pepatah lama: "He who enters a conclave as a pope, leaves it as a cardinal."

Baca juga: Profil Paus Fransiskus: Pemimpin Humanis yang Menyuarakan Perdamaian

2. Luis Antonio Tagle (Filipina, 67 tahun)

Dikenal sebagai “Asian Francis”, Tagle memiliki dedikasi besar pada isu-isu sosial dan pengungsi. Ia juga menjadi simbol Gereja Katolik Asia yang semakin berpengaruh.

Meski memegang pandangan konservatif soal aborsi dan euthanasia, ia menunjukkan empati terhadap komunitas LGBTQ, janda, dan ibu tunggal, juga menyerukan agar Gereja lebih penuh kasih daripada menghukum.

Tagle pernah dianggap kandidat pada konklaf 2013, dan kini namanya kembali menguat sebagai calon pengganti Paus Fransiskus yang membawa semangat inklusif.

3. Fridolin Ambongo Besungu (Republik Demokratik Kongo, 65 tahun)

Sebagai Uskup Agung Kinshasa, Ambongo adalah suara utama dari Afrika Tengah. Ia adalah seorang konservatif dalam ajaran moral dan menolak pemberkatan pasangan sesama jenis.

Namun, ia juga mendukung pluralisme beragama dan menjalin hubungan baik dengan umat Protestan dan Muslim.

Dalam situasi sulit di negaranya, ia menjadi pembela umat Kristiani dari ancaman kelompok ekstremis. Ini menjadikannya kandidat Paus yang kuat dari Afrika.

Baca juga: 5 Permasalahan Dinamika Kependudukan di Benua Afrika

4. Peter Kodwo Appiah Turkson (Ghana, 76 tahun)

Gitaris, akademisi, dan mantan kandidat unggulan pada 2013. Turkson mencerminkan kombinasi karisma dan pemikiran tajam.

Ia menolak kriminalisasi homoseksual di Afrika namun tetap konservatif secara umum.

Meski ia mengaku tidak berminat menjadi Paus, pengalamannya memimpin Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian membuatnya tetap dalam radar banyak kardinal.

5. Peter Erdo (Hungaria, 72 tahun)

Arsitek utama hubungan Gereja Katolik dengan Gereja Ortodoks Eropa Timur, Erdo dianggap sebagai sosok moderat yang bisa menjadi figur kompromi.

Namun, pandangannya soal migrasi, yang menyebut bahwa menerima pengungsi bisa menjadi bentuk perdagangan manusia. Di mana hal tersebut akhirnya menuai kontroversi.

Sebagai tokoh penting dalam Gereja Eropa, ia punya peluang, apalagi dengan dukungan dari kardinal konservatif.

Baca juga: Apa Itu Uskup Emeritus? Mengenal Gelar dalam Gereja Katolik

6. Angelo Scola (Italia, 83 tahun)

Meski sudah melewati batas usia pemilih (80 tahun), Scola tetap bisa terpilih sebagai Paus. Ia pernah menjadi kandidat kuat pada 2013 namun kalah dari Fransiskus.

Kedekatannya dengan Paus Fransiskus terlihat dalam buku barunya soal usia lanjut, yang mendapat kata pengantar dari Paus sendiri.

Namun usianya bisa menjadi batu sandungan bagi kelompok yang ingin pemimpin lebih muda.

7. Reinhard Marx (Jerman, 71 tahun)

Tokoh penting dalam reformasi Vatikan dan pernah jadi anggota Dewan Kardinal Penasehat. Ia mendorong pendekatan lebih inklusif terhadap kaum LGBTQ dan transgender.

Namun, ia sempat mengajukan pengunduran diri karena gagal menangani kasus pelecehan seksual di Jerman. Hal ini dinilai menjadi sebuah langkah yang sempat mengganggu reputasinya di mata sebagian kardinal.

Baca juga: Reformasi Gereja di Eropa

8. Marc Ouellet (Kanada, 80 tahun)

Meski tidak bisa ikut memilih karena usianya, Ouellet tetap dipandang sebagai tokoh penting. Ia pernah memimpin badan Vatikan yang menunjuk uskup di seluruh dunia.

Ouellet menolak pendeta perempuan, namun mendukung peran lebih besar bagi perempuan dalam kepemimpinan Gereja.

9. Robert Prevost (Amerika Serikat, 69 tahun)

Dibesarkan di Chicago, namun punya pengalaman panjang sebagai misionaris dan uskup di Peru. Kini menjabat sebagai Prefek untuk Dikasteri Uskup, posisi penting dalam struktur Gereja.

Meski dianggap reformis, masa lalunya diselimuti isu tuduhan penutupan kasus pelecehan seksual yang dibantah oleh keuskupannya.

Baca juga: Apa Itu Uskup Emeritus? Mengenal Gelar dalam Gereja Katolik

10. Sarah Sitorus (Guinea, 79 tahun)

Kardinal Robert Sarah merupakan figur yang dihormati di kalangan konservatif Gereja Katolik.

Ia dikenal karena komitmennya terhadap ajaran doktrin dan liturgi tradisional, dan kerap dipandang sebagai sosok yang berseberangan dengan arah reformasi Paus Fransiskus.

Lahir dari keluarga sederhana yang merupakan putra seorang pemetik buah, Sarah mencetak sejarah sebagai uskup agung termuda saat ditunjuk oleh Paus Yohanes Paulus II memimpin keuskupan Conakry di Guinea pada usia 34 tahun.

Selama puluhan tahun, ia menjalani karier yang solid dan penuh prestasi, termasuk menjabat sebagai kepala kantor Vatikan yang mengatur ritus liturgi hingga pensiun pada 2021.

Baca juga: Makna Kamis Putih: Simbol Kasih dan Pelayanan dalam Tradisi Katolik

11. Pierbattista Pizzaballa (Italia, 60 tahun)

Cardinal termuda dalam daftar ini. Ia tinggal di Yerusalem sejak muda dan menjabat sebagai Patriark Latin Yerusalem.

Lima tahun lalu, Paus Fransiskus menunjuknya sebagai Patriark Latin Yerusalem, dan tak lama setelah itu, ia dianugerahi gelar kardinal.

Pemahamannya tentang situasi konflik Israel-Palestina dan relasi lintas agama jadi nilai plus. Namun, ia dianggap terlalu muda dan belum cukup matang sebagai kandidat utama.

12. Michael Czerny (Kanada, 78 tahun)

Seorang Jesuit seperti Fransiskus, Czerny dekat dengan komunitas misi dan dikenal lewat kerja kemanusiaannya di Afrika dan Amerika Latin.

Sebagai kepala Dikasteri untuk Pengembangan Manusia Integral, ia mewakili suara progresif. Namun, memilih dua Paus Jesuit berturut-turut bisa menjadi pertimbangan politik di kalangan kardinal.

Dalam waktu dekat, semua mata akan tertuju ke Kapel Sistina, tempat para kardinal berkumpul untuk memilih pemimpin tertinggi Gereja Katolik berikutnya.

Dalam proses konklaf yang sarat tradisi dan simbol, mereka akan menentukan arah Gereja untuk dekade mendatang.

Baca juga: Doa Iman dan Harapan Umat Katolik dan Kristen 

Sehingga, jika ditanya siapa saja kandidat Paus baru? Jawabannya mencerminkan keberagaman dunia Katolik hari ini: Asia, Afrika, Eropa Timur, hingga Amerika.

Apakah calon pengganti Paus Fransiskus akan melanjutkan semangat reformisnya, atau justru mengembalikan Gereja pada akar tradisionalnya? Mari kita tunggu kepusan Konklaf!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi