KOMPAS.com - Bayangkan sebuah dunia luas, gelap, dan hampir sepenuhnya belum tersentuh, bukan di planet lain, tetapi di bawah kaki kita, di kedalaman samudra.
Meskipun Bumi kita dikenal sebagai "planet biru", fakta mencengangkan terungkap: manusia baru mengamati secara visual kurang dari 0,001% dari dasar laut dalam. Angka ini lebih kecil dari sepersepuluh wilayah Belgia.
Padahal, lautan menyimpan banyak sumber daya dan memiliki peranan penting bagi kehidupan di bumi.
Sebagian besar lautan belum pernah dijelajahi
Menurut jurnal ilmiah How Little We've Seen: A Visual Coverage Estimate of the Deep Seafloor yang diterbitkan 7 Mei 2025 oleh Katherine L. C. Bell dan rekan-rekannya, laut dalam adalah bioma terbesar di Bumi.
Laut dalam mencakup wilayah dengan kedalaman 200 meter atau lebih, atau sekitar 66% permukaan planet ini.
Baca juga: Jenis Laut Berdasarkan Letaknya
Namun ironi besarnya adalah: dari area seluas itu, hanya sekitar 2.129 hingga 3.823 kilometer persegi (tergantung metode pengukuran) yang pernah diamati secara langsung melalui pencitraan visual.
Itu berarti, sejak 1958 hingga sekarang, manusia hanya menjelajahi antara 0,0006 hingga 0,001% dasar laut dalam.
Dilansir dari Live Science, studi ini mengumpulkan data dari 43.681 penyelaman laut dalam, menggunakan teknologi seperti kapal selam berawak, ROV (Remotely Operated Vehicles), AUV (Autonomous Underwater Vehicles), dan kamera derek.
Bahkan dari total penyelaman tersebut, lebih dari 65% dilakukan hanya dalam radius 200 mil laut dari tiga negara: Amerika Serikat, Jepang, dan Selandia Baru.
Gambar buram dan bias eksplorasiLebih dari 30% pencitraan dasar laut berasal dari sebelum tahun 1980, ketika kualitas kamera masih rendah dan sebagian besar hanya menghasilkan gambar hitam-putih yang buram.
Ketimpangan eksplorasi ini menciptakan bias serius dalam pemahaman ilmiah kita.
Dilansir dari Smithsonian Magazine, Susan Poulton yang merupakan salah satu penulis studi, menyatakan bahwa keterbatasan ini “bermasalah saat mencoba mengkarakterisasi, memahami, dan mengelola lautan global.”
Ia membandingkan upaya ini dengan mencoba memahami hutan Amazon hanya dari citra satelit dan sampel DNA, tanpa pernah masuk ke dalamnya.
Tak hanya itu, fitur topografi seperti ngarai laut dan punggung bukit lebih banyak dieksplorasi ketimbang dataran abisal dan gunung laut, yang padahal menyimpan keanekaragaman hayati luar biasa.
Baca juga: Keanekaragaman Hayati: Pengertian dan Contohnya
Peran laut dalam bagi kehidupan manusia
Penelitian ini tidak hanya bicara soal keterbatasan visual. Menurut Katherine L. C. Bell, dkk dalam jurnal berjudul How Little We've Seen: A Visual Coverage Estimate of the Deep Seafloor (2025), peran penting laut dalam bagi kehidupan di planet ini:
- Fitoplankton yang hidup karena arus naik dari laut dalam menghasilkan sekitar 80% oksigen dunia.
- Laut dalam menyimpan dan menyerap karbon dalam skala besar, dengan nilai sosial ekonomi mencapai USD 159 miliar per tahun.
- Lautan memasok lebih dari 200 juta ton makanan laut per tahun, memberi makan 20% populasi global dan mempekerjakan sekitar 60 juta orang.
- Senyawa kimia dari organisme laut seperti spons, teripang, dan kelinci laut telah melahirkan obat untuk HIV, kanker, hingga COVID-19. Dalam 50 tahun terakhir, ribuan senyawa telah ditemukan yang memiliki sifat antikanker, antibakteri, antiinflamasi, dan antivirus.
Baca juga: Peranan Transportasi Laut dalam Perdagangan
Kenapa eksplorasi sangat terbatas?
Salah satu kendala utama adalah biaya dan teknologi. Penyelaman laut dalam memerlukan peralatan canggih dan mahal, yang hanya dimiliki oleh negara-negara maju.
Data dari perusahaan minyak, gas, dan telekomunikasi pun tidak dibuka ke publik, sehingga kemungkinan besar, cakupan yang lebih luas sebenarnya telah dijelajahi. Namun, tidak tercatat secara ilmiah.
Bahkan 97% dari semua pengamatan laut dalam berasal dari lima negara saja: AS, Jepang, Selandia Baru, Prancis, dan Jerman. Ketimpangan ini menjadi hambatan besar dalam memahami sistem laut global secara menyeluruh.
Baca juga: Pengertian Eksplorasi: Manfaat dan Contohnya
Seruan untuk eksplorasi lebih inklusif dan berkelanjutan
Penelitian ini menjadi panggilan bagi komunitas ilmiah dan pembuat kebijakan global untuk:
- Memperluas eksplorasi visual laut dalam, khususnya di kawasan yang belum tersentuh.
- Mengembangkan teknologi eksplorasi laut yang lebih murah dan mudah diakses, terutama untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
- Meningkatkan transparansi dan berbagi data dari sektor swasta untuk mendukung riset global.
Apalagi kini, dengan meningkatnya minat terhadap penambangan laut dalam dan eksploitasi sumber daya mineral, eksplorasi yang belum menyeluruh bisa menyebabkan kerusakan permanen terhadap ekosistem yang bahkan belum kita kenal.
Baca juga: 6 Tahapan Proses Terjadinya Tsunami, Dari Dasar Laut hingga ke Daratan
Sehingga, kita baru melihat secuil dari samudra yang menopang kehidupan di planet ini. Setiap meter persegi yang belum dijelajahi bisa jadi menyimpan obat baru, spesies baru, atau jawaban penting untuk krisis iklim.
Kini saatnya kita mulai mengeksplorasi laut lebih dalam mengingat banyaknya peran lautan dalam keberlangsungan planet dan umat manusia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.