KOMPAS.com - Setiap datangnya Iduladha, umat Islam berlomba-lomba melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Namun, di tengah semangat berkurban ini, sering muncul pertanyaan: apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal? Lalu, bagaimana hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal menurut pandangan para ulama?
Dan jika boleh, bagaimana niat kurban untuk orang yang sudah meninggal agar sesuai syariat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukanlah hal baru dalam diskusi fikih. Banyak keluarga ingin menghadiahkan pahala kurban untuk orang tua atau kerabat yang telah tiada.
Untuk menjawabnya, mari kita telusuri pendapat para ulama fikih dari empat mazhab besar: Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali, disertai penjelasan berdasarkan sumber-sumber klasik dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Libur Idul Adha 2025 Berapa Hari? Cek Tanggal Cuti Bersama Hari Raya Kurban
Apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal?
Menurut Izzatul Jannah dalam Hukum Berkurban Mengatasnamakan Orang yang Sudah Meninggal dalam Perspektif Fikih Islam (2024), kebiasaan berkurban atas nama orang yang telah wafat umumnya muncul karena beberapa alasan:
- Orang tersebut tidak sempat berkurban semasa hidup karena keterbatasan ekonomi.
- Ada wasiat dari orang yang sudah meninggal agar sebagian hartanya digunakan untuk kurban.
- Inisiatif keluarga untuk menghadiahkan pahala kurban sebagai bentuk penghormatan.
Tindakan ini sekilas tampak seperti kurban pada umumnya. Namun yang membedakannya adalah niatnya: kurban ini diniatkan untuk orang yang sudah meninggal, bukan pelaksana kurban.
Baca juga: Hewan Apa Saja yang Diperbolehkan untuk Kurban?
Hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal menurut ulama 4 mahzab
1. Hukum kurban menurut Mazhab Syafi’iMazhab Syafi’i tidak membolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali jika ada wasiat yang jelas dari orang yang sudah meninggal sebelum wafat.
Ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang hanya mendapat pahala dari apa yang diusahakan sendiri, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Najm ayat 39:
“Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.”
Imam Syafi’i berpendapat bahwa jika kurban dilakukan tanpa izin (wasiat) dari orang yang sudah meninggal, maka:
- Kurban tetap sah dan orang yang meninggal mendapatkan pahalanya.
- Tapi seluruh dagingnya wajib disedekahkan kepada fakir miskin.
- Baik ahli waris maupun orang kaya tidak boleh memakan daging tersebut karena dianggap tidak ada izin dari orang yang sudah meninggal.
Baca juga: Syarat Hewan Kurban: Berapa Umurnya?
2. Hukum kurban menurut Mazhab MalikiBerbeda dengan Syafi’i, mazhab Maliki menyatakan makruh hukumnya berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, jika orang yang sudah meninggal tidak menetapkan hewan kurban tertentu sebelum wafat.
Artinya, kurban tersebut sah tetapi tidak dianjurkan dilakukan.
Namun, jika sebelum wafat orang yang sudah meninggal pernah menyebutkan jenis hewan yang ingin dikurbankan, walaupun tidak berbentuk nazar, maka:
- Disunnahkan bagi ahli waris untuk merealisasikannya.
- Tindakan ini dianggap sebagai bentuk pemenuhan niat orang yang sudah meninggal yang belum sempat terlaksana.
Baca juga: Meninggal dengan Hutang Puasa, Apa Harus Bayar Fidyah?
3. Hukum kurban menurut Mazhab HanafiMazhab Hanafi membolehkan secara penuh berkurban untuk orang yang sudah meninggal tanpa adanya wasiat. Dalam praktiknya, kurban ini sama seperti kurban orang hidup, dalam hal:
- Boleh dimakan oleh pelaksana kurban dan keluarganya.
- Sebagian daging boleh disedekahkan.
- Pahala kurban sampai pada orang yang meningga;
Namun, ada pengecualian. Menurut Wahbah Az-Zuhaily dalam Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu (2007), jika kurban berasal dari perintah wasiat, maka orang yang melaksanakan kurban tidak boleh memakan dagingnya, karena daging tersebut sepenuhnya hak fakir miskin sebagai bentuk sedekah.
Sejalan dengan Hanafi, mazhab Hanbali juga membolehkan berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, dengan ketentuan hukum yang sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup:
- Boleh dibagikan.
- Pahala sampai kepada orang yang sudah meninggal, sebagaimana pahala sedekah dan haji.
Menurut pandangan Syekh Ibnu Taimiyah dan ulama Hanbali lainnya, seorang anak boleh menyembelih kurban atas nama orang tuanya yang telah wafat, dan pahalanya insyaAllah akan sampai.
Bahkan disebutkan bahwa kematian tidak menghalangi seseorang menerima pahala dari amal baik yang dilakukan oleh orang lain atas namanya.
Baca juga: Cara Menyimpan dan Mencairkan Daging Kurban yang Beku dan Keras
Bagaimana niat kurban untuk orang yang sudah meninggal?
Niat kurban adalah elemen utama dalam sah atau tidaknya ibadah ini. Maka, bagaimana niat kurban untuk orang yang sudah meninggal? Berikut contohnya:
"Nawaitu al-udhiyah ‘an (nama almarhum/almarhumah), lillāhi ta‘ālā."
(Aku niat berkurban atas nama [nama orang yang sudah meninggal], karena Allah Ta'ala).
Jika kurban tersebut berasal dari wasiat, niatnya bisa berbunyi:
"Kurban ini sebagai pelaksanaan wasiat dari [nama almarhum/almarhumah]."
Yang penting adalah menyebutkan dengan jelas bahwa kurban tersebut diniatkan untuk orang yang telah meninggal.
Baca juga: Kenapa Daging Kurban Tidak Boleh Dicuci? Ini Penjelasannya ....
Teladan dari nabi muhammad saw dan para sahabat
Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan yang kuat dalam hal ini. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, Nabi menyembelih kambing sambil berdoa:
“Bismillah (dengan nama Allah). Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya.”
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW menyertakan umatnya, termasuk yang telah meninggal, dalam kurban beliau.
Ali bin Abi Thalib juga diketahui berkurban atas nama Rasulullah SAW setelah wafatnya beliau, sebagai pelaksanaan wasiat Nabi.
Ini menjadi dalil kuat bagi mayoritas ulama bahwa pahala ibadah, termasuk kurban, bisa dihadiahkan untuk orang yang telah meninggal, sebagaimana pahala sedekah dan haji.
Baca juga: Kenapa Idul Adha Disebut Lebaran Haji?
Jadi, hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal memang berbeda-beda tergantung mazhab yang diikuti.
Namun mayoritas ulama, seperti Hanafi dan Hanbali sepakat bahwa berkurban untuk orang tua atau kerabat yang telah tiada adalah perbuatan yang diperbolehkan dan berpahala.
Jika dilakukan dengan niat ikhlas dan sesuai aturan, pahala berkurban untuk orang tua yang sudah meninggal akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir..
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.