Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Masalah Melilit Garuda, Utang Rp 31,9 Triliun dan 400 Karyawan Pensiun Dini

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Pixaby
Ilustrasi Garuda Indonesia.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Sejumlah langkah efisiensi dilakukan oleh maskapai Garuda Indonesia. Hal ini disebabkan kondisi keuangan perusahaan yang terganggu akibat pandemi Covid-19.

Per 1 Juli 2020, total saldo utang usaha dan pinjaman bank Garuda Indonesia telah mencapai 2,2 miliar dollar AS atau Rp 31,9 triliun.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (14/7/2020).

"Saldo utang usaha dan pinjaman bank total 1 Juli 2020 2,2 miliar dollar AS," kata Irfan dilansir dari Antara (14/7/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hingga Juli 2020, Utang Garuda Indonesia Rp 32 Triliun

Rincian utang Garuda Indonesia

Utang sebesar 2,2 miliar dollar AS itu di antaranya terdiri dari pinjaman jangka pendek sebesar 905 juta dollar AS dan pinjaman jangka panjang sebesar 645 juta dollar AS.

"Dari 645 juta dollar AS ada pinjaman sukuk 500 juta dollar AS yang sudah kita negoisasi dan extend (perpanjang) selama tiga tahun yang seharusnya jatuh tempo 3 Juni 2020, menjadi 3 Juni 2023," kata Irfan.

Sementara itu untuk arus kas (cash flow) yang tersisa di perusahaan hanya 14,5 juta dollar AS atau Rp 210 miliar.

Tidak hanya menegoisasi pinjaman yang jatuh tempo, Irfan mengatakan, Garuda Indonesia juga merestrukturisasi sewa pesawat untuk menurunkan harga pesawat.

Selain itu, ia menyebut bahwa Garuda Indonesia juga akan memaksimalkan penerbangan kargo dan sewa. Pada Selasa, (14/7/2020) terdapat 10 penerbangan khusus yang diisi hanya kargo.

"Kami tidak punya pesawat khusus kargo, tapi ada izin Kemenhub, sehingga kami bisa bawa barang-barang kargo di atas mesin pesawat asal berat tidak lebih dari 70 kg. Kami juga melakukan penundaan pembayaran kepada pemasok jasa, avtur, kebandarudaraan," kata Irfan.

Baca juga: Garuda Indonesia Mau Kembalikan Pesawat Bombardier dan ATR, Kenapa?

Pensiun dini

Kemudian, salah satu langkah efisiensi lain yang dilakukan oleh Garuda Indonesia adalah menawarkan pensiun dini ke ratusan karyawannya.

“Sampai hari ini sudah 400 karyawan Garuda yang mengambil program pensiun dini,” ujar Irfan seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (14/7/2020).

Irfan menjelaskan, manajemen menawarkan opsi pensiun dini kepada karyawan yang usianya di atas 45 tahun. Opsi ini ditawarkan secara sukarela dan tanpa ada paksaan sedikit pun.

“Beberapa mengambil (opsi pensiun dini) karena faktor kesehatan, beberapa mengambil karena mungkin lelah bekerja dan beberapa mereka ambil karena ada opsi yang mereka miliki di luar Garuda,” kata Irfan.

Selain itu, lanjut Irfan, manajemen juga memutuskan untuk menawarkan cuti di luar pertanggungan atau unpaid leave kepada 800 karyawan yang berstatus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Selanjutnya, pihaknya juga mempercepat kontrak kerja kepada 135 pilot. “Kami juga melakukan pemotongan signifikan gaji dari seluruh jajaran komisaris dan direksi dari April,” ucap dia.

Irfan menjelaskan, dengan sejumlah efisiensi yang dilakukan diperkirakan perusahaan bisa menghemat pengeluaran hingga akhir tahun mencapai 67 juta dollar AS.

“Kemudian pengurangan biaya operasional direksi dan manajemen tingkat tinggi yaitu VP. Terakhir kita hapuskan biaya entertainment,” ujar dia. 

Baca juga: 400 Karyawan Garuda Indonesia Pilih Pensiun Dini

Kebangkrutan hantui industri penerbangan

Sebelumnya, seperti diberitakan Kompas.com (7/7/2020) Irfan mengungkapkan ancaman kebangkrutan sudah menghantui industri penerbangan nasional.

Ia menyatakan, di tengah memburuknya industri penerbangan akibat Covid-19, opsi menurunkan tarif tiket pesawat berpotensi semakin menekan kinerja maskapai.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan maskapai bangkrut apabila kembali menurunkan harga tiket pesawat.

Irfan menyadari perlunya promosi, seperti harga tiket pesawat murah untuk mempercepat perbaikan sektor pariwisata.

Namun, hal tersebut dinilai sulit dilakukan saat ini. Pasalnya, imbas dari pandemi Covid-19, bos maskapai pelat merah tersebut menyebutkan, tingkat okupansi pesawat hanya menyisakan 10 persen.

Baca juga: Sederet Upaya Mati-matian Selamatkan Garuda

(Sumber/Kompas.com: Akhdi Martin Pratama, Rully R. Ramli | Editor: Yoga Sukmana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi