KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendaftarkan vaksin nOPV2 yang dikembangkan Bio Farma, Indonesia untuk penggunaan darurat guna mengatasi meningkatnya kasus strain polio yang diturunkan dari vaksin cVPDV di sejumlah negara Afrika dan Mediterania Timur pada Jumat (13/11/2020).
Negara-negara di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara juga terkena dampak wabah ini. Sehingga, nPOV2 menjadi vaksin yang pertama terdaftar untuk penggunaan darurat.
Daftar penggunaan darurat atau Emergency Use Listing (EUL) membuka jalan untuk daftar potensi vaksin Covid-19.
Baca juga: Amankah Imunisasi Anak di Masa Pandemi? Berikut Penjelasan Dokter
Melansir situs resmi WHO, dunia telah membuat kemajuan luar biasa menuju pemberantasan polio, dengan mengurangi kasus polio hingga 99,9 persen dalam 30 tahun terakhir.
Namun, langkah terakhir mengakhiri penyakit ini terbukti paling sulit, terutama dengan terus berjangkitnya virus polio yang diturunkan dari vaksin (cVDPV) yang beredar.
Pada dasarnya, cVDPV terjadi jika strain virus polio yang dilemahkan yang terkandung dalam vaksin polio oral (OPV) beredar di antara populasi yang kurang diimunisasi untuk waktu yang lama.
Jika tidak cukup anak-anak yang diimunisasi terhadap polio, virus yang melemah dapat berpindah antar individu dan seiring waktu secara genetik kembali ke bentuk yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
"Saat ini, CVDPV tipe 2 adalah bentuk paling umum dari virus yang diturunkan dari vaksin," tulis WHO.
Baca juga: Kenapa Vaksin Virus Corona dari China Diuji di Indonesia? Ini Penjelasan Bio Farma
Prosedur EUL
Prosedur EUL dapat membantu mempercepat akses ke vaksin Covid-19 di masa depan.
Prosedur ini menilai kesesuaian produk kesehatan yang belum memiliki lisensi selama keadaan darurat kesehatan masyarakat, seperti polio dan Covid-19.
Tujuannya agar obat-obatan, vaksin, dan diagnostik tersedia lebih cepat untuk mengatasi keadaan darurat.
Baca juga: Simak, Ini 15 Makanan yang Sebaiknya Dihindari agar Sistem Imun Kuat
Penilaian tersebut pada dasarnya mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat terhadap manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan produk berdasarkan bukti yang kuat.
Prosedur ini diperkenalkan selama wabah Ebola Afrika Barat pada 2014-2016, ketika beberapa diagnostik Ebola menerima daftar penggunaan darurat.
Jalur EUL melibatkan penilaian yang cermat terhadap data uji klinis fase II dan fase III serta data tambahan penting tentang keamanan, kemanjuran, dan kualitas produksi.
"Data ini ditinjau oleh para ahli independen yang mempertimbangkan bukti terkini tentang vaksin yang sedang dipertimbangkan, rencana pemantauan penggunaannya, dan rencana studi lebih lanjut," ujar WHO.
Baca juga: Saat WHO Peringatkan tentang Bahaya Nasionalisme Vaksin...
Para ahli dari otoritas nasional diundang untuk berpartisipasi dalam tinjauan EUL dan dilibatkan untuk membantu memfasilitasi proses keputusan tingkat negara yang diperlukan untuk otorisasi penggunaan.
"Setelah vaksin terdaftar untuk penggunaan darurat WHO, WHO melibatkan jaringan pengatur regional dan mitranya untuk membuat otoritas kesehatan nasional peka terhadap vaksin dan manfaat yang diantisipasi berdasarkan data dari studi klinis hingga saat ini," jelas WHO.
Selain memutuskan terkait penggunaan suatu vaksin, setiap negara perlu menyelesaikan proses kesiapan untuk penerapan vaksin berdasarkan EUL.
Perusahaan yang memproduksi vaksin juga berkomitmen untuk terus menghasilkan data yang memungkinkan lisensi penuh dan prakualifikasi vaksin dari WHO.
Prakualifikasi WHO akan menilai data klinis tambahan yang dihasilkan dari uji coba vaksin dan penyebaran secara bergilir untuk memastikan vaksin terus memenuhi standar kualitas, keamanan dan kemanjuran yang diperlukan untuk ketersediaan yang lebih luas, yaitu melalui pengadaan oleh badan-badan PBB dan lainnya.
Baca juga: Mengenal 9 Kandidat Vaksin Virus Corona
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.