KOMPAS.com - Hari ini, Selasa (9/2/2021) diperingati sebagai Safer Internet Day (SID) atau Hari Internet yang lebih aman. Perayaan tahunan ini telah mendapat perhatian dari 170 negara di berbagai belahan dunia.
Setiap Februari sejak tahun 2004, SID mengampanyekan perlunya internet yang lebih aman, dan mengajak masyarakat untuk menaruh perhatian lebih terhadap aktivitas daring mereka.
Kampanye ini merupakan inisiatif Insafe/INHOPE dari European Safer Internet Centres (SICs) yang didukung oleh Komisi Eropa.
Baca juga: Gara-gara WhatsApp, Telegram Melejit Jadi Aplikasi Terpopuler
Internet lebih baik bagi semua lapisan
SID adalah perayaan global yang bertujuan mengajak semua pemangku kepentingan untuk berefleksi, tentang bagaimana teknologi digital dapat digunakan secara bertanggung jawab, kritis, dan kreatif, dengan tujuan akhir untuk mengembangkan internet yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat.
"Pada Hari Internet yang Lebih Aman, Selasa, 9 Februari 2021, bersama jutaan orang di seluruh dunia, kita menyuarakan 'Bersama untuk internet yang lebih baik'," tulis pernyataan di laman SID.
Pentingnya internet aman
Pemerhati keamanan siber sekaligus staf Engagement and Learning Specialist di Engage Media, Yerry Niko Borang mengatakan, masyarakat perlu mengedukasi diri terkait perkembangan teknologi.
Baca juga: 3 Hal yang Jadi Kekhawatiran Orangtua di Indonesia, Saat Anak Main Internet
Menurut Yerry, di masa mendatang, terutama karena pandemi, internet dan teknologinya akan menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari keseharian.
"Pesan saya, untuk para remaja dan masyarakat umum, adalah lebih kritis dan teliti dalam menggunakan internet dan semua fasilitas turunannya. Sebisa mungkin mengamankan diri dan menggunakan fasilitas pengamanan yang tersedia," kata Yerry saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/2/2021).
RUU Perlindungan Data Pribadi
Selain itu, dia juga berharap kepada para pemangku kebijakan, untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi undang-undang.
Yerry menilai, keberadaan payung hukum untuk melindungi data pribadi adalah hal yang mutlak diperlukan. Sebab, kini teknologi telah berkembang pesat dan dalam waktu dekat akan memasuki era teknologi keuangan blockchain.
"Di mana sistem KYC alias sistem verifikasi kustomer dan data diri semakin ditonjolkan. Banyak aplikasi akan menggunakan scan retina dan data akan lari ke luar negeri. Kita mesti siap sedia," ujar Yerry.
Baca juga: Militer Myanmar Kembali Blokir Akses Internet di Tengah Aksi Anti-Kudeta
Edukasi keamanan siber sejak dini
Di sisi lain, Yerry juga menyoroti potensi kejahatan siber yang semakin marak, terutama yang menyasar pengguna internet dari kalangan remaja.
"Kejahatan yang berdampak pada remaja terutama banyaknya penggunaan aplikasi yang mencuri data, seperti games dan aplikasi wallpaper misalnya," kata Yerry.
Dia juga menyoroti penggunaan media sosial secara kurang teliti, baik oleh masyarakat umum maupun para remaja, sehingga turut menyebarkan konten negatif dan hoaks.
"Ini yang mesti kita kurangi bersama," ujar dia.
Menurut Yerry, remaja sebagai generasi masa depan perlu lebih banyak belajar soal aplikasi dan hal-hal teknis, yang selama ini digunakan tanpa bertanya.
"Ke depan, generasi inilah yang menjadi pondasi kekuatan teknologi negeri," kata Yerry.
Baca juga: 3 Miliar E-mail dan Password Bocor di Internet, Cek Apakah Anda Terdampak
Indonesia pengguna internet terbesar
Melansir Statista, 14 Oktober 2020, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi di dunia, walaupun tingkat penetrasi internet di Tanah Air hanya sebesar 53,7 persen, lebih rendah dari kebanyakan negara di Asia Pasifik.
Pada Juni 2019, tercatat 171,26 juta orang di Indonesia adalah pengguna internet aktif, angka tersebut cukup besar mengingat total populasi Indonesia sekitar 260 juta jiwa.
Sebagian besar masyarakat Indonesia mengakses internet secara rutin melalui perangkat seluler mereka.
Baca juga: Hati-hati saat Pindahkan Isi Chat WhatsApp ke Telegram, Ini Sebabnya
Diperkirakan 33 persen populasi mengakses internet dari ponsel. Adapun angka ini diperkirakan akan melonjak menjadi setidaknya 36 persen pada tahun 2023.
Akses internet, mayoritas, digunakan untuk mengakses media sosial. Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah pengguna media sosial terbanyak di Asia Pasifik.
Pada tahun 2020, 59 persen populasi di Indonesia adalah pengguna media sosial aktif bulanan. Mereka mengakses layanan media sosial setidaknya sebulan sekali.
Platform media sosial terpopuler di Indonesia adalah YouTube, dengan tingkat penetrasi 88 persen per kuartal III 2019.
Pada tahun yang sama, diperkirakan hampir 25 persen penduduk Indonesia menggunakan Facebook, dan pada 2023, tingkat penetrasi Facebook di Indonesia diperkirakan meningkat hingga mencapai 29 persen.
Baca juga: 3 Upaya WhatsApp Saat Mulai Ditinggal Penggunanya, dari Klarifikasi hingga Pasang Iklan di Koran
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.