KOMPAS.com - Sosok terbaik pengganti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto hingga kini belum menemui titik terang.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR belum menerima surat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal calon pengganti Hadi Tjahjanto hingga Rabu (15/9/2021).
"Sampai saat ini, surat yang ditunggu-tunggu oleh awak media belum sampai ke DPR dan nanti yang pertama nanti kita akan beritahu awak media kalau sudah sampai, sampai hari ini belum ada," kata Dasco.
Diketahui, Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada November 2021.
Baca juga: Calon Panglima TNI, Siapa Sosok Terkuat Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto?
Lantas, siapakah nanti yang akan menggantikan posisi Hadi Tjahjanto?
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kandidat panglima TNI masih berkutat pada dua nama.
Mereka adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono.
Sejauh ini, Andika Perkasa memiliki peluang besar untuk menjadi panglima TNI. Namun, peluang Yudo Margono juga terus menguat seiring berjalannya waktu.
"Jika pergantian panglima TNI dilakukan dalam waktu dekat peluang Andika memang cukup besar. Namun peluang Yudo Margono juga terus menguat seiring berjalannya waktu," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (14/9/2021).
"Relatif tak ada masalah baginya (Yudo Margono) dan bagi organisasi TNI jika pergantian dilakukan sekarang ataupun menjelang masa pensiun Hadi Tjahjanto," lanjutnya.
Baca juga: Mengenal Jabatan Wakil Panglima TNI yang Kembali Dihidupkan Jokowi
Pergantian panglima TNI sebagai proses politik
Secara politik, Fahmi menyebut, kebutuhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini adalah mendapatkan para pembantu dengan loyalitas tanpa reserve, terutama untuk memuluskan agenda-agenda politik dan pemerintahan.
Dari situ, bisa dilihat bahwa tidak ada barrier dalam relasi antara Jokowi dan Yudo Margono. Namun hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Yudo tidak punya endorser (pendukung) yang sangat kuat untuk menggaransi dirinya terpilih.
Berbeda halnya dengan Andika Perkasa, yang menurutnya memiliki endorser kuat sekaligus barrier.
"Melalui sosok ayah mertuanya, Hendropriyono, maupun dari beragam pernyataan dukungan dari sejumlah politisi dan tokoh," tuturnya.
Baca juga: Mengenang Perjalanan Djoko Santoso, dari Panglima TNI hingga Kiprahnya di Dunia Politik
Lebih lanjut Fahmi mengatakan, pergantian panglima TNI merupakan sebuah proses politik, di mana Presiden mengusulkan, lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menilai sebelum memutuskan setuju atau tidak setuju dengan pilihan Presiden.
"Yang tidak patut adalah jika para 'bakal calon' ini kemudian menggunakan instrumen atau kekuatan politik tertentu untuk memperkuat peluang untuk dipilih Presiden," katanya lagi.
Pengusulan panglima TNI, imbuhnya merupakan hak dan kewenangan Presiden.
Baca juga: Soal Jabatan Wakil Panglima TNI, Matahari Kembar dan Ibu Kota Baru...
Sepanjang tidak ada kebutuhan mendesak atau persoalan yang mengharuskan penggantian segera, hanya Presiden yang berhak menentukan waktu terbaik untuk mengganti panglima TNI dan mengusulkan calon penggantinya ke DPR.
Menurutnya, siapapun yang terpilih tidak akan ada banyak perbedaan.
"Tak perlu ada kekhawatiran terkait kemampuan menyelesaikan masalah. Seorang panglima TNI tidak bekerja sendiri. Dia akan didukung dan ditopang oleh para staf dan komandan satuan di jajaran Mabes TNI maupun di tiap-tiap matra," kata Fahmi.
"Makanya kemudian kita hanya berharap, presiden maupun DPR tidak terjebak pada bangunan citra dan reputasi yang disodorkan oleh para endorser, tanpa melihat realitas secara jernih dan obyektif," lanjut dia.
Baca juga: Mengenal Jabatan Wakil Panglima TNI yang Kembali Dihidupkan Jokowi
Tantangan panglima TNI baru
Fahmi menyebut, salah satu agenda reformasi yang harus dijalankan oleh panglima TNI secara konsisten dan berkesinambungan adalah menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional dan mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional.
Namun dengan catatan, TNI harus membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara, apalagi dalam urusan-urusan politik sektoral bahkan elektoral.
Menurut dia, postur pertahanan satu negara dilihat setidaknya melalui tiga aspek utama, yaitu aspek kekuatan, kemampuan, dan penggunaan kekuatan.
Panglima TNI bertanggung jawab secara langsung dalam pembinaannya.
Terkait organisasi, salah satu yang penting untuk dilakukan adalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) dan karier.
Baca juga: [HOAKS] KSAD Jenderal Andika Pamerkan Otot Besarnya dengan Tentara AS
Penanganan kedaruratan pandemi Covid-19
Selain itu, menurut dia, keterlibatan TNI dalam penanganan kedaruratan terutama yang menyangkut keselamatan negara memang tak terhindarkan, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19. Terlebih, militer memang didesain salah satunya adalah untuk penanganan keadaan darurat.
"Makanya sejak awal mereka dilibatkan. Semisal dalam pengelolaan rumah sakit darurat, evakuasi korban dan pelacakan orang berpotensi terpapar maupun penegakan disiplin protokol kesehatan," jelasnya.
Kendati demikian, pemerintah perlu diingatkan, pelibatan TNI harus tetap berada dalam konteks kedaruratan.
Mencari sosok terbaik untuk pos panglima TNI
Pelibatan yang berlebihan justru dapat berimplikasi pada peningkatan keraguan publik atas kemampuan dan efektivitas kerja lembaga-lembaga pemerintahan.
Bahkan lebih jauh, kata Fahmi, seolah ingin menunjukkan kegagalan dan kelemahan kepemimpinan sipil dalam pengelolaan negara.
Sebelumnya, staf khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini menyebutkan Presiden Jokowi masih mencari sosok terbaik untuk pos panglima TNI menggantikan Hadi yang segera memasuki masa pensiun.
Baca juga: Dibuka Rekrutmen Calon Perwira Prajurit Karier TNI 2021 untuk Lulusan S1 dan D4
Kendati demikian, pihaknya memastikan posisi panglima TNI tidak akan kosong ketika Marsekal Hadi Tjahjanto sudah pensiun.
Faldo mengatakan sosok panglima TNI yang baru diharapkan merupakan prajurit terbaik dari berbagai aspek.
"Sampai saat ini, memang surpres terkait penyelenggaraan fit and proper test memang belum ke DPR. Jadi bersabar saja, pasti segera dikirim," ujar Faldo sebagaimana diberitakan Kompas.com, Rabu (15/9/2021).
"Yang jelas, tidak mungkin posisi panglima kosong ketika Marsekal Hadi Tjahjanto memasuki masa pensiun," lanjutnya.
Baca juga: Profil KSAD Jenderal Andika Perkasa, Wakil Erick Thohir di Komite Penanganan Covid-19
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.