KOMPAS.com - Pemerintah saat ini tengah menyiapkan skema vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster, baik secara gratis dan berbayar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, vaksin booster atau penguat diperlukan untuk mengantisipasi bila Indonesia diserang gelombang ketiga pandemi Covid-19.
Skema vaksin booster gratis, imbuhnya akan berbasis pada penerima bantuan iuran (PBI) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta APBD.
Sementara itu, skema vaksin booster berbayar untuk 93,7 juta jiwa saat ini juga tengah dibahas.
"Sisanya nanti akan didorong melalui vaksin vaksin berbayar, dari segi harga vaksin dan lain akan dimatangkan kembali," ujar Airlangga, dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (27/9/2021).
Baca juga: Ramai 2,8 Persen Sekolah Jadi Klaster Penularan Covid-19, Ini Klarifikasi Kemendikbud Ristek
Tanggapan epidemiolog
Menanggapi hal itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan soal cakupan vaksinasi, sebelum pemerintah berencana membuat skema vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster secara gratis dan berbayar.
"Menurut saya booster ini bisa diberikan setidaknya setelah 60 persen, atau 50 plus lah. Kalau kurang dari itu, kita masih punya tanggung jawab besar untuk melindungi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/9/2021).
Dicky menilai, upaya pemerintah untuk memberikan booster perlu diimbangi dengan cakupan vaksinasi yang merata. Terutama vaksinasi bagi mereka yang masuk ke dalam kelompok yang memiliki risiko paparan Covid-19 yang tinggi.
"Harus memastikan semua yang berisiko itu, seperti lansia, nakes, pekerja publik yang esensial itu sudah tercapai targetnya. Kalau belum, itu yang harus dikejar," tutur Dicky.
Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...
Akses terhadap vaksin harus merata
Setelah target tercapai, maka wacana vaksin booster bisa dipertimbangan.
Pada prinsipnya, menurut Dicky, di situasi pandemi seperti saat ini, akses terhadap vaksin harus merata, tidak diskriminatif, dan gratis untuk semua orang.
Akan tetapi, apabila negara mengalami kesulitan dalam hal pendanaan, Dicky mengingatkan agar jangan sampai melanggar konsitutsi.
"Prinsipnya di masa pandemi ini harusnya gratis. Ketika ini menjadi isu masalah pendanaan, harus ada solusi. Kalau pemerintah berat, supaya tidak melanggar ini kan masalahnya konsititutsi, prinsip universal bahwa ini gratis dan tidak diskriminatif, dan volentary itu kan prinsip mendasar ada dalam konstitusi," papar dia.
Baca juga: WHO Kritik Vaksin Berbayar Indonesia, Ini Alasannya
Cakupan vaksinasi
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 27 September 2021 pukul 18.00 WIB, total vaksinasi dosis pertama yang telah dicapai Indonesia baru 42,13 persen dari sasaran vaksinasi.
Sementara, total vaksinasi dosis kedua baru mencapai 23,62 persen dari sasaran vaksinasi.
Adapun sasaran vaksinasi itu terdiri atas tenaga kesehatan, lanjut usia petugas publik, masyarakat rentan, dan masyarakat umum termasuk anak-anak usia 12-17 tahun.
Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Ramai Efek Samping Moderna yang Disebut Lebih Terasa ketimbang Vaksin Lain
Diberitakan Kompas.com, Senin (27/9/2021), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat dengan Komisi IX DPR, pada Senin (13/9/2021) sudah menyampaikan mengenai rencana booster vaksin Covid-19.
Budi mengatakan jenis vaksin yang bakal digunakan pada program vaksinasi booster ini ditentukan dari jenis vaksin yang sudah mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Orang-orang bisa memilih vaksinnya apa, secara sama seperti beli obat di apotek, jadi ini akan kita buka pasarnya agar masyarakat bisa memilih membeli booster vaksin apa," kata Budi.
Kendati demikian, rencana penyelenggaraan vaksinasi dosis ketiga berbayar belum final dan masih dibahas lebih lanjut.
"Nanti juga akan kita alokasikan dana bagi pemda untuk melakukan vaksinasi dosis ketiga untuk itu," imbuh dia.
Baca juga: Berkaca dari Peristiwa French Open 2021, Benarkah Vaksin Sinovac Belum Diakui Eropa?