KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia Randy H Teguh angkat bicara terkait polemik harga tes PCR di Indonesia.
Menurutnya harga tes PCR yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp 275.000, imbuhnya kurang pas.
Pasalnya harga tes PCR tidak bisa disamakan satu sama lain karena teknologi yang digunakan berbeda-beda. Antara pengujian yang menggunakan teknologi canggih dan biasa harusnya harganya berbeda juga.
"Kalau dari kami, gabungan pengusaha alat kesehatan dan alat lab, rasanya sangat kurang pas, karena mengingat dari teknologi berbagai macam proses, harusnya tidak satu harga," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Daftar Tarif Tes PCR di Laboratorium dan Rumah Sakit di Indonesia
Dia juga memperingatkan, jika harga reagen murah, kemungkinan kualitasnya juga tidak bagus.
"Hati-hati kalau harga murah nanti kualitasnya bagaimana," kata dia.
Rendy menyebutkan ada beberapa harga reagen mulai dari Rp 180.000 hingga Rp 600.000.
"Kalau di katalog itu (paling murah) Rp 180 ribu untuk reagennya saja. Tapi jangan sampai tertukar dengan reagen antigen," katanya lagi.
Perlu diketahui, reagen adalah ekstraksi yang digunakan dalam pengecekan spesimen. Reagen berisi sejumlah senyawa kimia untuk mendeteksi SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit Covid-19.
Baca juga: Tidak Perlu PCR, Ini Syarat Terbaru Naik Kereta Api Jarak Jauh
Komponen harga PCR
Randy menyampaikan untuk reagen antigen harganya memang murah, berkisar Rp 30.000, Rp 40.000, dan ada yang sampai Rp 100.000.
Saat disinggung terkait adanya reagen PCR dengan harga Rp 13.000, ia mengaku belum mengetahui.
Akan tetapi jika merujuk pada data di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tidak ada harga semurah itu.
"Saya juga enggak tahu betulan ada atau enggak, tetapi logikanya enggak ada, karena kalau terakhir saya cek harga reagen PCR itu sebenarnya apalagi yang dari Amerika jelas, bisa cek di e-katalog LKPP, harganya bervariasi, rata-rata dua ratus ribuan," ungkap dia.
Baca juga: Alasan Harga PCR Bisa Turun hingga Rp 275.000 Menurut Kemenkes
Randy menambahkan, komponen harga PCR tak hanya reagen, tapi banyak sekali.
Dimulai dari soft stick untuk mengambil sampel. Ada dua buah soft stick, yaitu untuk mencolok hidung dan satu lagi untuk colok kerongkongan atau rongga mulut.
Kemudian ada tabung transportasi media.
Ada juga biaya untuk Alat Pelindung Diri (APD) yang dipakai nakes yang mengambil sampel, petugas analisis, dan petugas terkait.
Baca juga: Aturan Wajib PCR/Antigen Perjalanan Darat 250 Km Dicabut, Ini Revisinya
Biaya lain-lain dalam PCR
Dia mengatakan APD tak hanya baju hazmat, tapi ada juga masker, sarung tangan, topi, tutup sepatu, dan sebagainya.
Ada juga biaya untuk membeli mesin pemeriksaan.
Mesin itu harganya berbeda-beda karena teknologi yang digunakan juga berbeda-beda. Ada yang menggunakan teknologi terkini, ada yang masih menggunakan teknologi lama.
Komponen lainnya, yaitu gaji untuk petugas, nakes, hingga petugas admin.
Baca juga: Vaksin Sinovac untuk Anak 6-11 Tahun: Keamanan, Dosis, dan Kondisi yang Tak Diperbolehkan
Selain itu laboratorium yang digunakan harus memenuhi syarat minimal. Untuk mencapai standar itu, kata Randy, juga perlu biaya.
Ada juga biaya untuk pembuangan limbah.
Alat untuk mengambil sampel misalnya, hanya bisa dipakai sekali. Setelah itu harus dibuang, akan tetapi keamanannya harus diperhatikan.
"Pemeriksaan biasanya tidak hanya sekali, harus ada proses validasi. Biasanya itu dua kali pemeriksaannya untuk memastikan terkonfirmasi tidak ada kesalahan sistem error," ungkap Randy.
Baca juga: BPOM Izinkan Vaksin Sinovac untuk Anak Usia 6-11 Tahun, Ini Kata Satgas Covid-19 hingga IDAI
Menghormati keputusan pemerintah soal harga PCR
Kendati demikian, pihaknya menghormati keputusan pemerintah yang menetapkan harga tertinggi tes PCR menjadi Rp 275.000 untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk daerah lain.
Namun dengan tarif tertinggi tersebut, akan sulit bagi pelaku usaha mendapatkan reagen dengan teknologi terbaik.
“Kami lihat dari data jenis-jenis reagen PCR maka dengan harga segini, sudah pasti reagen dengan teknologi yang bagus enggak masuk harganya," kata Randy sebagaimana diberitakan Kompas.com, Rabu (27/10/2021).
Baca juga: Mengenal Molnupiravir dan Paxlovid, Dua Obat yang Diklaim Ampuh untuk Covid-19
Randy mengatakan, reagen dengan teknologi yang baik itu berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Ia menilai, dengan penetapan harga baru tes PCR tersebut, reagen di Indonesia akan didominasi dari produksi China.
"Iya (reagen dengan harga 150.000-250.000) kebanyakan dari China, kalau Amerika Serikat reagennya hampir 400.000-500.000, tentu ini enggak bisa (dibeli)," ujarnya.
Baca juga: Kapan Vaksin Sinovac untuk Anak 6-11 Tahun Dimulai? Ini Penjelasan Kemenkes
Selain itu, pihaknya juga meminta monitoring ketat agar penyedia tes tidak mudah mengakali harga yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya tidak melakukan monitoring terhadap harga reagen.
"Kita tidak monitor harga reagen. Kalau ada penilaian, baru tim melakukan survei pasar," katanya terpisah, Rabu (3/11/2021).
Sebagaimana diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan tarif tertinggi tes PCR salah satunya guna menutup celah bagi kepentingan bisnis dalam penyediaan jasa tes PCR.
Baca juga: Amankah Vaksin Sinovac untuk Anak 6-11 Tahun? Ini Penjelasan Epidemiolog
Diketahui, evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kemenkes bersama BPKP sudah dilakukan sebanyak 3 kali.
Pertama pada 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp 900.000.
Kedua, pada 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp 495.000 untuk Pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525.000 untuk di luar pulau Jawa dan Bali.
Terakhir pada 27 Oktober ditetapkan Rp 275.000 untuk pulau Jawa dan Bali dan Rp 300.000 untuk di luar pulau Jawa dan Bali.
Baca juga: Muncul Tulisan E-Toll Card Expired Saat Transaksi di Gerbang Tol, Apa Solusinya?