KOMPAS.com - Membagikan foto-foto yang menangkap keindahan langit senja merupakan salah satu kegiatan yang kerap dilakukan oleh warganet di media sosial.
Momen ketika Matahari perlahan terbenam, dan langit berpendar dengan rona merah, jingga, serta semburat keunguan dianggap memiliki estetika dan keindahan tersendiri.
Dari pantauan Kompas.com, Selasa (14/12/2021), pukul 20.00 WIB, twit dengan kata kunci "senja" menjadi salah satu yang paling banyak dibagikan warganet di Twitter, yakni 60 twit dalam satu jam terakhir.
Warganet pun membagikan foto-foto langit senja hasil jepretan kamera mereka.
Namun, bagaimana sebenarnya warna langit senja tercipta?
Baca juga: Apakah Warna Langit Senja di Planet Lain?
Fenomena pemendaran cahaya
Mengutip Kompas.com, 1 Februari 2020, proses terciptanya warna langit senja dijelaskan oleh Steve Ackerman, profesor meteorologi dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat.
Ackerman mengatakan, warna-warna Matahari terbenam dihasilkan dari sebuah fenomena yang disebut scattering atau pemendaran cahaya.
Fenomena ini terjadi karena molekul dan partikel kecil di atmosfer mengubah arah sinar cahaya Matahari, sehingga menyebabkannya berhamburan atau berpendar di udara.
Pemendaran memengaruhi warna cahaya yang datang dari langit, tetapi detailnya ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan ukuran partikel.
"Karena Matahari rendah di cakrawala, sinar matahari melewati lebih banyak udara saat Matahari terbenam dan terbit di pagi hari," jelas Ackerman.
Baca juga: Viral, Video Kilat dan Langit Merah di Gunung Welirang, Ini Kata BMKG
Dia menjelaskan, lebih banyak atmosfer berarti akan lebih banyak molekul untuk yang menyebarkan cahaya ungu dan bitu dari mata.
Menurut Ackerman, jika gelombang cahaya cukup panjang, maka semua cahaya biru dan ungu akan keluar dari garis pandang mata.
"Warna-warna lain terus menuju ke mata. Inilah mengapa Matahari terbenam sering berwarna kuning, oranye, bahkan merah," sambung Ackerman.
Selain itu, karena warna merah memiliki panjang gelombang terpanjang dari setiap cahaya yang tampak, maka matahari berwatna merah ketika berada tepat di cakrawala.
"Di mana lintasannya yang sangat panjang melewati atmosfer menghalangi semua warna lainnya," jelas Ackerman.
Baca juga: Menatap Matahari, Tak Butuh Waktu Lama untuk Membuat Mata Buta
Asal-usul istilah lembayung senja
Mengutip Kompas.com, 22 Maret 2021, lembayung senja adalah istilah yang merujuk pada momen ketika langit berwarna oranye keemasan di waktu matahari terbenam.
Istilah lembayung berasal dari bahasa Sunda, layung, yang memiliki arti merah tua.
Peneliti di Pusat Penelitian Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Andi Pangerang mengatakan, lembayung terkadang juga disebut dengan istilah aram temaram, aram, atau sabur limbur.
Aram adalah masa waktu ketika masih ada cahaya alami yang dipancarkan di langit yang langsung menerima sinar Matahari dan memantulkannya sebagian ke permukaan Bumi pada waktu senja dan fajar.
Sedangkan, pada saat itu Matahari sudah atau masih berada di bawah pandangan cakrawala.
"Warna langit ketika aram (matahari terbenam saat senja atau fajar) cenderung keunguan, sehingga dari sinilah istilah lembayung berasal," kata Andi.
Andi mengatakan, periode senja terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Senja Ugahari (sipil, 6 derajat di bawah cakrawala malam hari)
- Senja Bahari (nautika, 12 derajat di bawah cakrawala malam hari)
- Senja Astronomis (18 derajat di bawah cakrawala malam hari)
Meskipun lembayung senja biasanya merujuk pada pemandangan langit saat Matahari baru akan tenggelam, namun Andi mengatakan bahwa senja justru terjadi setelah terbenam Matahari hingga langit benar-benar gelap.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.