Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siniar KG Media
Bergabung sejak: 15 Okt 2021

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Transformasi Wayang sebagai Tanggapan Perkembangan Zaman

Baca di App
Lihat Foto
Medio
Ilustrasi wayang
Editor: Sandro Gatra

Oleh: Alifia Putri Yudanti & Ikko Anata

SALAH satu budaya Indonesia yang masih dikenal hingga saat ini adalah Wayang. Di berbagai daerah, wayang memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing, misalnya terdapat perbedaan antara wayang orang, wayang kulit, dan wayang golek.

Pada 7 November 2003, UNESCO menetapkan wayang sebagai budaya yang telah diakui dunia.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018 menetapkan tanggal 7 November sebagai hari wayang nasional.

Hari ini diperingati agar wayang terus dikembangkan dan dilestarikan karena merupakan salah satu aset budaya bangsa Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, seiring berkembangnya zaman, antusiasme terhadap wayang tak semeriah dahulu kala.

Masyarakat kini lebih memilih hiburan yang lebih kekinian sehingga membuat eksistensi wayang cukup tergeser.

Hal ini diperparah dengan pandemi yang membuat pertunjukkan–yang biasanya digelar secara luring–harus terhenti sementara.

Padahal, wayang memiliki segudang manfaat selain sebagai hiburan.

Untuk menyikapinya, diperlukan kreativitas agar wayang terus lestari hingga generasi yang akan datang.

Salah satunya adalah dengan mentransformasikan bentuk wayang dan mengkombinasikannya dengan elemen modern, seperti pada siniar Drama Udara.

Pada siniar tersebut, kisah epos Mahabarata dikemas dalam balutan musik rock.

Transformasi wayang ke berbagai bentuk

Kata transformasi sering kali disalah artikan sebagai konotasi yang buruk. Hal ini dikarenakan suatu budaya yang bertransformasi artinya dianggap tak orisinil lagi karena telah bercampur dengan elemen-elemen lain.

Akan tetapi, Sedyawati dalam bukunya Pertumbuhan Seni Pertunjukan menjelaskan bahwa perubahan terjadi karena sifat manusia yang cenderung cepat bosan sehingga selalu mengharapkan terjadinya kebaruan.

Transformasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun eksternal. Faktor internal disebabkan oleh para seniman yang masih ingin mempertahankan wayang.

Sementara itu, dari faktor eksternal, masyarakatlah yang berperan karena selera mereka telah berubah sesuai tren.

Oleh karena kedua faktor tersebut, pada akhirnya terdapat beberapa hal di dalam pertunjukkan wayang yang disesuaikan dengan tidak mengubah kaidah pokok dan nilai yang terkandung di dalamnya.

Secara tak langsung, perkembangan teknologi juga turut mengubah sifat dan pola pikir masyarakat.

Perubahan ini ternyata berdampak pada cara pandang masyarakat terhadap terhadap budayanya.

Terkadang, beberapa masyarakat akan lebih tertarik untuk menonton film di bioskop daripada menyaksikan wayang secara langsung.

Hal ini dikarenakan wayang memiliki waktu pentas yang cukup panjang sehingga tak semua orang dapat menikmatinya.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, nyatanya pertunjukkan wayang selalu menghadirkan sesuatu yang baru karena terus berevolusi sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Misalnya pada tahun 1145, yaitu ketika Raden Panji Kasatriyan menjadi raja di Kerajaan Jenggala, wayang purwa dibuat dari kulit hewan.

Kemudian bahan pembuatan wayang ini bertransformasi menjadi kertas lebar sehingga memunculkan istilah wayang beber.

Perubahan ini dilakukan oleh raja kerajaan Majapahit, yaitu Raden Jaka Sesuruh pada tahun 1283.

Sementara itu, pada era modern ini, wayang yang mulai mengalami penurunan penonton melakukan kolaborasi dengan teknologi.

Apabila keduanya berjalan dengan baik, tentu tak hanya kebudayaan saja yang tetap lestari, tapi kehidupan para senimannya juga sejahtera.

Hal itu akan memacu mereka lebih giat karena disediakannya ruang untuk berkarya dan memperkenalkan wayang kepada masyarakat luas.

Akan tetapi, yang terkadang menjadi permasalahan adalah ketika televisi menayangkan pertunjukkan wayang.

Banyak sekali perubahan yang terjadi karena tim produksi juga harus mempertimbangkan daya tarik penonton.

Namun, hal tersebut tak menjadi masalah apabila esensi atau nilai-nilai yang terkandung dalam wayang tetap ada.

Wayang membentuk karakter bangsa

Tak dimungkiri bahwa transformasi wayang juga dapat menghilangkan esensi dan nilai-nilai moral yang hendak disampaikan.

Pementasan wayang yang kerap disisipi nilai-nilai filosofis, terkadang tertutupi oleh unsur-unsur dominan lainnya, seperti lawakan atau musik.

Padahal wayang sangat kental dengan pesan-pesan adiluhur.

Meskipun wayang sudah ada sejak lama, tapi banyak nilai kehidupan yang masih relevan hingga sekarang.

Banyak sekali cerita wayang yang karakter para tokohnya dijadikan panut­an, prinsip hidup, bahkan dapat memengaruhi sikap masyarakat yang lekat dengan cerita tersebut.

Hal ini dikarenakan cerita-cerita wayang juga mengangkat masalah di sekitar manusia.

Tokoh-tokohnya yang memiliki watak sangat kontras mengajarkan bahwa di dunia ini orang-orang juga bersifat demikian.

Resolusi yang dihadirkan dalam cerita, yaitu tokoh baik selalu bahagia di akhir pun memberikan pesan tersirat bahwa balasan dari kebaikan adalah kebahagiaan.

Akan tetapi, semakin bervariasinya penokohan pada pertunjukkan wayang, tak hanya membatasi tokoh baik dan jahat.

Bahkan tokoh baik dapat berubah menjadi jahat, begitu pula sebaliknya.

Sementara itu, dilihat dari aspek kebutuhan hidup manusia, nilai-nilai wayang berfungsi mendukung tujuan untuk melangsungkan hidup, mempertahankan hidup, dan mengembangkan hidup, yang ketiganya bertujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Ketiganya harus didapat dengan cara dan tujuan yang benar.

Misalnya pada tokoh Durna dalam epos Mahabarata yang digambarkan sebagai sosok penuh strategi dan terkenal akan kepandaiannya.

Akan tetapi, karena ia memiliki perangai buruk, yaitu sombong dan tinggi hati, akhirnya membuat dirinya diusir oleh ayahnya yang sudah lelah menegurnya berulang kali.

Untuk dapat mendengarkan kisah dan perjalanan Resi Baratwaja dan Durna dengan balutan musik rock yang unik, saksikan episode terbaru dari Wayang on Rock di Spotify.

Kalian juga dapat mengaksesnya melalui tautan berikut https://spoti.fi/32kUzG9

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi