SEORANG ibu tergopoh-gopoh mendatangi tempat parkir motor di sebuah pasar. Lalu berujar dengan suara cukup keras, kira-kira begini:
“Alhamdulillah ada di sini motornya. Saya cari-cari di sebelah sana tidak ada. Jantung saya hampir copot rasanya...”
Ibu itu lalu pergi mengendarai motornya dengan wajah senang.
Saya terpana menyaksikan kejadian itu. Rupanya pencurian motor sudah umum terjadi. Jika tidak, ibu tadi tentunya tidak sangat khawatir motornya raib.
Dengan hati tenang ia akan mencari motornya di tempat-tempat orang biasa memarkir motor.
Saya memang sering membaca sepintas berita-berita pencurian motor dari media online. Tetapi tidak menyangka kejadiannya dapat begitu dekat, di tempat yang ramai, di siang hari bolong.
Walaupun ibu tadi tidak kehilangan motor, namun ekspresinya menunjukkan bahwa pencurian motor itu biasa terjadi di lingkungan tempat tinggal kami.
Mencari data statistik kejadian pencurian motor (curanmor) rupanya tidak mudah, walaupun beritanya sering muncul, hampir setiap hari.
Badan Pusat Statistik tidak menunjukkan data tentang curanmor secara nasional, apalagi per daerah.
Baca juga: Finlandia Paling Bahagia, Indonesia Paling Dermawan
Curanmor termasuk dalam jenis kejadian kejahatan pencurian tanpa penggunaan kekerasan.
Hanya data gelondongan ini yang ada. Dalam Statistik Kriminal 2021 (BPS) disebutkan bahwa ada 73.264 kejadian kejahatan terhadap barang tanpa kekerasan pada tahun 2020.
Kejahatan ini didominasi oleh kejahatan pencurian biasa dan pencurian kendaraan bermotor. Tidak ada rincian untuk kejadian curanmor. Data curanmor rupanya harus dicari dari sumbernya, yaitu Polri.
Namun BPS menyajikan data tentang persentase desa/kelurahan yang mengalami kejadian kejahatan berdasarkan data potensi desa yang dipublikasikan tiga tahun sekali.
Pada tahun 2018 tercatat 45 persen dari seluruh desa/kelurahan di Indonesia mengalami kejadian pencurian. Bisa diduga bahwa sebagian besarnya merupakan kejadian curanmor.
Persentase desa/kelurahan yang mengalami kejadian pencurian meningkat dari sebelumnya hanya 37 persen (2011) dan 41 persen (2014).
Penyebab kejadian curanmor bisa diduga terkait dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan kinerja pengamanan yang kurang memadai.
Tanpa penghasilan, seseorang akan mudah tergoda untuk melakukan pencurian. Dan motor adalah sasaran yang empuk karena hanya bermodal alat sederhana, motor yang terkunci bisa dibawa kabur dengan cepat.
Faktor kedua adalah kurangnya jumlah aparat keamanan dibandingkan dengan tingginya hasrat untuk mencuri dan banyaknya jumlah motor yang berada di jalanan.
Tugas Polri memang cukup berat. Jumlah aparatnya tidak sebanding dengan tugas-tugas yang harus dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, aman dan damai.
Belum lama ini kita menyaksikan di televisi Kapolri mengunjungi pasar-pasar tradisional untuk memastikan ketersediaan minyak goreng curah bersubsidi.
Dalam kunjungan itu Kapolri diberitakan menginformasikan kepada pedagang/konsumen untuk melaporkan kepada petugas kepolisian setempat jika terjadi kelangkaan minyak goreng curah tersebut.
Banyak urusan lain yang menjadi tugas aparat kepolisian, seperti mencegah tawuran anak sekolah, mengatur unjuk rasa agar tidak mengganggu ketertiban umum, memberantas peredaran/penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya.
Baca juga: Kota 15 Menit untuk Masyarakat Sehat Jasmani dan Rohani
Kejadian curanmor yang menjadi momok bagi masyarakat adalah urusan ke sekian yang harus ditangani polisi.
Sementara di negara lain, polisi sudah kekurangan pekerjaan. Sangat jarang terjadi pencurian motor, maling ayam, tawuran pelajar, begal, dan sebagainya.
Kaum perempuan dapat bepergian dengan aman tanpa rasa takut dijahati orang. Masyarakat hidup dengan tenang, tertib, lalu lintas pun lancar, pendeknya adem ayem.
Walaupun harus bekerja keras, tetapi penghasilan rata-rata warga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, ditambah sedikit hiburan seperti piknik, menyaksikan pertunjukan musik, kulineran bersama keluarga, dan sebagainya.
Di sana memang banyak orang yang sangat kaya, namun sangat sedikit orang miskin, seperti gelandangan, tunawisma, dan pengemis.
Pengangguran sudah barang tentu ada, namun ada bantuan sosial dari pemerintah. Biaya kesehatan ditanggung asuransi wajib, seperti BPJS di sini.
Polisi hampir tidak terlihat di jalan-jalan. Namun mereka ada di pos-pos polisi kecil yang tersebar di permukiman.
Terkadang mereka berpatroli dengan sepeda, tanpa membawa senjata api, karena jarang ada kebutuhan untuk menggunakannya. Seragamnya enak dilihat, dan mereka ramah kepada kebanyakan orang.
Melayani warga adalah tugas mereka. Tempat tinggal kami, di suatu apartemen, pernah didatangi seorang polisi, hanya untuk memastikan bahwa kami punya tempat parkir mobil yang sah.
Saya juga pernah melanggar lampu lalu lintas, kemudian distop polisi dan diminta untuk menunjukkan SIM. Saya diwanti-wanti untuk tidak mengulangi lagi pelanggaran seperti itu.
Apa yang disampaikan di atas, bukan khayalan. Namun benar-benar ada. Tentu ada kasus-kasus kecerobohan atau tindakan berlebihan yang dilakukan polisi di negara itu, namun hal itu bisa disebut jarang.
Juga tidak berarti di negara itu tidak ada tindak kejahatan dalam berbagai tingkat kekerasan. Sudah tentu ada, namun tidak sangat dominan.
Bisakah kita mengurangi kejadian curanmor, tawuran, perampokan, dan sebagainya? Sudah tentu bisa, dan Polri sudah mengarah ke sana.
Melalui kamera elektronik yang tersebar di berbagai penjuru kota, pelanggaran lalu lintas berpotensi dapat dikurangi.
Polisi tidak perlu lagi berada di jalan-jalan, cukup beberapa orang operator saja yang mengawasi layar-layar monitor yang dipasang di pusat pengendalian lalu lintas.
Petugas patroli siap berjaga-jaga untuk meluncur ke TKP jika ada suatu masalah.
Kamera canggih dapat mencatat nomor kendaraan yang melanggar lalu lintas, kemudian dalam hitungan menit si pengemudi menerima pesan di Hp-nya untuk membayar denda karena telah melanggar aturan lalu lintas disertai bukti yang rinci.
Jika menolak membayar, maka SIM-nya dapat dinyatakan tidak berlaku.
Banyak kejadian di lapangan, dari skala kota besar hingga skala permukiman, di pasar-pasar tradisional, di lingkungan sekitar sekolah, di sudut-sudut kota yang gelap, dan sebagainya, dapat dipantau dengan sistem pemantauan elektronik seperti itu. Berbagai jenis kejahatan akan dapat dikurangi.
Bagaimana membiayai pengadaan sistem pemantauan seperti itu? Tidak perlu khawatir, APBN kita cukup besar untuk membiayainya.
Tinggal kemauan pemerintah untuk mengubah alokasi anggaran dari satu pos ke pos yang lain.
Dengan demikian, jumlah aparat polisi akan cukup tersedia untuk mengendalikan berbagai kejahatan lain.
Di pihak lain, tingkat pengangguran perlu terus ditekan serendah mungkin. Dengan adanya pekerjaan dan penghasilan, kecenderungan untuk melakukan tindak kejahatan akan berkurang.
Kita berharap pemerintah terus berpikir dan berusaha keras agar tingkat pengangguran dapat berkurang setelah naik akibat pandemi, sehingga kejadian yang sangat dikhawatirkan oleh masyarakat banyak, seperti oleh ibu-ibu yang saya jumpai di parkiran pasar tadi, jauh menurun.
Dengan demikian hidup bermasyarakat di negeri ini akan menjadi lebih nyaman dan menyenangkan. Semoga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.