Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Hari Ini dan Kesaksian Warga Saat Letusan Dahsyat Tambora 1815

Baca di App
Lihat Foto
NASA via LIVE SCIENCE
Gunung Tambora.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini 207 tahun yang lalu, letusan dahsyat Gunung Tambora yang sudah berlangsung sepekan, mereda pada 17 April 1815.

Gunung berapi yang mulai bergemuruh pada 5 April itu menewaskan hampir 100.000 orang secara langsung dan tidak langsung, dikutip dari History.

Terletak di Pulau Sumbawa, Gunung Tambora semula tak menunjukkan aktivitas selama ribuan tahun, sebelum meletus pada 1815.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Hebat Gunung Tambora yang Mengubah Dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada 10 April, letusan pertama mengirimkan abu sejauh 20 mil ke atmosfer dan menutupi pulau dengan abu hingga ketinggian 1,5 meter.

Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora saat itu mencapai 150 kilometer kubik atau 150 miliar meter kubik.

Material vulkanik yang mengalir ke lautan menyebabkan gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Gunung Tambora, Tewaskan 71.000 Jiwa dan Eropa Tanpa Musim Panas

Lima hari kemudian, Tambora meletus sekali lagi.

Kali ini, begitu banyak abu yang dikeluarkan sehingga matahari tidak terlihat selama beberapa hari.

Letusan Tambora juga menyebabkan matahari terbenam berwarna spektakuler di seluruh dunia. Letusan itu disalahkan atas salju dan es di New England selama Juni dan Juli musim panas.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Letusan Gunung Api Bawah Laut di Tonga

Kesaksian warga

Dikutip dari Harian Kompas, 17 September 2011, berikut ringkasan laporan kesaksian saat letusan Gunung Tambora terjadi yang disarikan dari "Transactions of the Batavian Society" Vol VIII, 1816, dan dan "The Asiatic Journal" Vol II, Desember 1816.

Sumanap (Sumenep), 10 April 1815

Sore hari 10 April 1815, ledakan menjadi sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang kota, laksana tembakan meriam.

Menjelang sore keesokan harinya, atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada pukul 16.00.

Pada 11 Apri 1815, pukul 19.00, arus air surut, disusul air deras dari teluk, menyebabkan air sungai naik hingga 4 kaki dan kemudian surut kembali dalam waktu empat menit.

Baca juga: Mengenang Letusan Krakatau 26 Agustus 1883, Terkuat Sepanjang Sejarah

Baniowangie (Banyuwangi), 10 April 1815

Pada 10 April malam, ledakan semakin sering mengguncang Bumi dan laut dengan kejamnya.

Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan terus berkurang secara perlahan hingga akhirnya benar-benar berhenti pada 14 April 1815.

Fort Marlboro (Bengkulu), 11 April 1815

Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman ini pada pagi hari 11 April 1815.

Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus sejak fajar merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan, tetapi tidak menemukan apa pun.

Suara yang sama juga terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang, Moco-moco, dan wilayah lain.

Seorang asing yang tinggal di Teluk Semanco menulis, sebelum 11 April 1815 terdengar tembakan meriam sepanjang hari.

Baca juga: Keluarkan Awan Panas, Ini Letusan-Letusan Besar yang Pernah Terjadi di Merapi

Grissie (Gresik, Jawa Timur), 12 April 1815

Pukul 09.00, tidak ada cahaya pagi.

Lapisan abu tebal di teras menutupi pintu rumah di Kradenan. Pukul 11.00 terpaksa sarapan dengan cahaya lilin, burung-burung mulai berkicau mendekati siang hari.

Pukul 11.30 mulai terlihat cahaya matahari menerobos awan abu tebal. 

Makasar, 12-15 April 1815

Pada 12-15 April,  udara masih tipis dan berdebu, sinar matahari pun masih terhalang.

Dengan sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali. Pagi hari 15 April, kami berlayar dari Makassar dengan sedikit angin.

Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun tertutup debu.

Di sepanjang pantai, pasir terlihat bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang.

Perahu sangat sulit menembus Teluk Bima karena laut benar-benar tertutup.

Baca juga: Lapan Sebut Suara Dentuman Bukan dari Letusan Gunung Anak Krakatau

Kisah letusan Tambora

Masyarakat yang selamat dari letusan itu kemudian menuliskan beragam kisah, seperti "Syair Kerajaan Bima" yang ditulis oleh Khatib Lukman.

Syair yang terdiri dari 488 bait itu di antaranya memuat kisah ledakan Tambora.

Kisah lain berupa narasi, didokumentasikan antara lain oleh PP Roorda van Eysinga (1841).

Baca juga: Termasuk Merapi, Berikut Daftar Gunung Api di Indonesia Berstatus Siaga

Disebutkan, api berkobar terus selama beberapa hari dan ribuan orang mati.

Demikian juga daerah-daerah sekitar ditimpa malapetaka. Seluruh pulau menderita kelaparan: ada yang mati, ada yang menjual dirinya pada temannya ditukar sama padi.

Sepuluh ribu orang Sumbawa lebih meninggal atau mengungsi. Ternak dan ladang dibinasakan abu dan selama tiga tahun huma tidak dapat digarap.

Baca juga: Prediksi Erupsi dan Potensi Letusan Besar Gunung Anak Krakatau

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Tingkatan Status Gunung Berapi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi