KOMPAS.com - Wanita yang menutupi pelat nomor sepeda motor menggunakan celana dalam di Lamongan, Jawa Timur didapuk sebagai Duta ETLE oleh pihak kepolisian.
Diketahui, empat wanita melakukan aksi penutupan pelat nomor kendaraan dengan pakaian dalam itu untuk menghindari tilang ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement).
Dengan gelar tersebut, mereka diminta untuk menyampaikan informasi mengenai ETLE serta Undang-Undang Informasi dan Transkasi Elektronik (UU ITE).
Ini menambah daftar panjang pemberian gelar duta kepada para pelanggar aturan.
Baca juga: Menilik soal Pelabelan Duta Masker dan Duta Covid-19...
Pemberian gelar duta bagi para pelanggar juga sebelumnya pernah diberikan kepada seorang pelanggar lalu lintas di Bekasi, Jawa Barat.
Hal itu dilakukan setelah seorang pria mengendarai sepeda motor sambil lepas tangan dan duduk bersila. Ia pun didapuk menjadi Duta Keselamatan Lalu Lintas.
Tak hanya itu, seorang warga yang memaksa pengunjung masjid untuk melepas masker juga diangkat sebagai sebagai Duta Masker.
Baca juga: Deretan Pelanggar yang Diangkat Jadi Duta
Mengapa pelanggar justru dijadikan sebagai duta?
Marak pemberian gelar pada duta pelanggar
Sosiolog Univeritas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, adanya pelanggar aturan yang didapuk menjadi duta ini merupakan sebuah inovasi sosial.
Menurutnya, pemberian gelar duta menjadi hukuman dalam bentuk lain agar memberikan pelajaran bagi pelaku.
"Yang penting bagaimana orang-orang yang melanggar aturan atau norma hukum tidak dihukum langsung, tapi diberi sebutan yang baik dan menjadi pelajaran bahwa itu tidak baik," kata Drajat kepada Kompas.com, Minggu (3/7/2022).
Baca juga: Sederet Jabatan Megawati dari Jokowi: Ketua BRIN hingga Duta Pancasila
Drajat menjelaskan, hal ini secara sosiologis disebut dengan artikulasi.
Maksudnya, kata duta diartikulasikan untuk sebuah tindakan pelanggaran atau kesalahan.
Dengan begitu, ada peranan yang diberikan secara sosial, bukan hukuman bersifat fisik.
"Ada hukuman-hukuman itu yang sifatnya represif, yaitu orangnya dikucilkan, fisiknya dihukum. Ada juga yang sifatnya restitutif atau diganti dengan lain," jelas dia.
Baca juga: Nagita Slavina, Ikon PON XX Papua, dan Mengenal Apa Itu Cultural Appropriation...
Hukum restitutif
Dalam pemberian gelar duta bagi pelanggar hukum, Drajat memasukkannya ke dalam kategori hukum restitutif.
Agar tidak menginspirasi banyak orang untuk melakukan pelanggaran, ia mengingatkan bahwa pemberian gelar duta itu juga harus tetap memiliki signifikansi hukuman.
"Signifakinsinya harus betul-betul masih tampak betul sebagai hukuman. Ini merupakan sindiran ke media massa secara luas agar lebih dikenal banyak orang kalau dia merupakan pelanggar," ujarnya.
"Jadi signifikansi negatif yang dikemas secara positif. Jika tidak, itu justru bisa diikuti banyak orang, karena menjadi status yang bagus," tambahnya.
Baca juga: Ramai Rachel Vennya, antara Duta Karantina dan Sanksi Pidana...
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.