KOMPAS.com - Terpidana kasus suap dalam perkara terpidana Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari telah bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).
Pembebasan Bersyarat (PB) adalah proses pembinaan di luar lapas bagi narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidana, dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.
Pinangki sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Penangidilan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, hukuman itu dipangkas menjadi 4 tahun setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan bandingnya.
Dengan status bebas bersyarat ini, maka Pinangki hanya merasakan hukuman dua tahun penjara sejak Agustus 2020.
Baca juga: Jaksa Pinangki: Divonis 10 Tahun, Disunat Jadi 4 Tahun, Kini Bebas Bersyarat dalam 2 Tahun
Kecewa remisi napi korupsi
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk narapidana korupsi, termasuk Pinangki.
Menurut Boyamin, adanya remisi bagi napi korupsi memberikan pesan kepada masyarakat bahwa hukuman bagi koruptor tidak memberkan efek jera.
"Pesan efek jera tidak nyampek. Karena nampak kemudian hukumannya sudah ringan, kemudian dapat keringanan-keringanan. Bahkan bebas bersyarat yang sebelumnya dipotong remisi," kata Boyamin kepada Kompas.com, Rabu (7/9/2022).
Cabut remisi bagi napi korupsi
Karena itu, ia berharap hakim ke depan bisa mencabut hak mendapatkan pengurangan masa tahanan bagi koruptor. Hukuman ini juga menurutnya telah berlaku di Amerika Serikat.
Menurut Boyamin pencabutan hak pengurangan masa tahanan ini dimungkinkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Seharusnya ini berlaku di Indonesia. Selain hukkum badan penjara, juga ada pencabutan hak," jelas dia.
"Selama ini pencabutan hak hanya berlaku untuk politik. Nah, sekarang mestinya ditambah lagi oleh hakim, kasus-kasus korupsi dicabut haknya untuk mendapat pengurangan," ujarnya.
Baca juga: Ditahan Agustus 2020, Eks Jaksa Pinangki Bebas Bersyarat Hari Ini
Selain itu, Boyamin juga menyoroti cara penghitungan dua pertiga masa tahanan yang dilakukan setelah menerima remisi.
Sebab, dua pertiga masa tahanan itu seharusnya dihitung dari jumlah masa hukuman yang dijatuhkan.
Kendati demikian, ia menyebut syarat bebas bersyarat ini memang sesuai aturan UU Nomor 21 Tahun 2022.
"Memang untuk bebas bersyarat, remisi, dan segala macam memang hak semua narapidana, dan itu diberikan tanpa pertimabangan yang lain," ujarnya.
Dalam konteks kasus Pinangki, Boyamin sejak awal menyayangkan Kejaksaan Agung yang tidak melakukan kasasi terhadap putusan 4 tahun penjara.
"Sehingga ya akhirnya sekarang bebas bersyarat, jadi yang paling salah dalam kasus Pinangki ya Kejagung, karena tidak melakukan kasasi terhadap putusan tingkat banding yang menjadikan 4 tahun," kata dia.