KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, virus corona subvarian Omicron XBB sudah ditemukan di Indonesia.
Omicron XBB merupakan kombinasi dari dua subvarian Omicron, BA.2.75 dan BJ.1.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (21/10/2022), subvarian ini telah meluas di Singapura dengan total infeksi mencapai 6.000 kasus per hari.
"Singapura kasusnya naik lagi ke 6.000 per hari, karena ada varian baru namanya XBB, varian ini juga sudah masuk ke Indonesia, kita amati terus," ujar dia, dalam acara webinar, Jumat (21/10/2022).
Kendati demikian, dia meminta masyarakat tak perlu khawatir karena Indonesia sudah memiliki sistem penanganan Covid-19 yang teruji.
Lantas, seberapa bahaya subvarian Omicron XBB?
Baca juga: Subvarian Omicron XBB Masuk Indonesia, Virus Corona Apa Itu?
Tingkat infeksi yang jauh melebihi Delta
Pakar epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman memaparkan, sebagian besar kasus Omicron XBB bergejala ringan dan memiliki fatalitas keparahan yang rendah.
Namun, ia mengingatkan, subvarian ini masih tetap mengancam kelompok rawan dalam masyarakat, termasuk lansia, pengidap komorbid, dan anak-anak.
Sebab, menurutnya, kemampuan subvarian virus corona ini jauh di atas varian Delta yang disebut paling mematikan.
Subvarian ini lebih cepat dan efektif menembus antibodi serta menginfeksi tubuh.
"Sebetulnya bahkan jauh lebih parah (XBB dibanding Delta) dalam arti kemampuan virus dalam menembus kemampuan benteng antibodi kita," tutur Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/10/2022).
Meski demikian, terkait dampak keparahannya, XBB akan lebih ringan karena sebagian penduduk sudah memiliki antibodi lebih kuat dibanding saat Delta menyerang.
"Kalau XBB ini terjadi pada 2021 saat sebagian dari kita belum memiliki imunitas, keparahannya bisa jauh lebih besar daripada yang diakibatkan oleh Delta," kata Dicky.
Baca juga: Mengenal Covid-19 Omicron XBB hingga Gejalanya
Upaya menghadapi Omicron XBB
Dicky mengatakan, sebagai respons masuknya Omicron XBB ke Indonesia, penting bagi pemerintah untuk melakukan deteksi dini agar kasus dapat terlacak.
Deteksi tersebut, menurut dia, terutama genomic surveillance untuk mengetahui sebaran infeksi subvarian XBB.
"Terutama genomic surveillance karena kita harus punya mata dalam memahami situasi sebaran virus ini," ungkapnya.
Dia menambahkan, penting pula untuk melakukan vaksinasi dosis booster untuk melindungi diri sendiri dan kelompok rawan.
Bahkan, akan lebih baik apabila mengupayakan vaksin bivalen, gabungan antara vaksin virus corona versi asli dan varian Omicron.
Hal ini dikarenakan jenis vaksin yang ada di Indonesia diciptakan sebelum ada varian Omicron.
"Kalau kita bisa upayakan mendapatkan dan memberikan vaksin bivalen itu sangat bermanfaat terutama bagi kelompok rawan," tutur dia.
Baca juga: Update Corona 22 Oktober: Omicron XBB Masuk Indonesia | Inggris Didera Kasus Flu dan Covid-19
Adapun menilik kondisi Indonesia yang mulai menurunkan pembatasan, Dicky menyebut bahwa masyarakat tetap perlu membangun kewaspadaan.
Misalnya, dengan tetap tertib menjalankan 5 M, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunann, dan mengurangi mobilitas.
"Upaya melakukan itu penting dan itu harus dilakukan bersama, tidak bisa sendiri. Kalau saya sendiri pakai masker sekitarnya tidak, wah itu repot," tandas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.