KOMPAS.com - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib lahir 8 Desember 1965 di Malang, Jawa Timur.
Munir menjadi salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Munir dilaporkan meninggal setelah dibunuh dengan racun arsenik pada 7 September 2004 ketika dalam perjalanan ke Belanda.
Berikut profil Munir, sepak terjangnya dalam memperjuangkan keadilan hukum, hingga kronologi kematiannya.
Baca juga: Biografi Munir, Aktivis HAM yang Diracun di Udara
Profil Munir
Dikutip dari Kompas.com, Munir yang lahir di Batu, Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965 lahir dari ayah bernama Said Thalib dan ibu bernama Jamilan.
Munir yang mempunyai garis keturunan Arab Hadhrami dan Jawa banyak menghabiskan masa kecilnya di Malang.
Beranjak dewasa, Munir lantas melanjutkan studinya di Universitas Brawijaya Malang. Ia menempuh studi di Fakultas Hukum.
Ketika menyandang status mahasiswa inilah, Munir diketahui terlibat dalam berbagai organisasi.
Di antaranya adalah Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, dan Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.
Munir juga aktif sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitaas Brawijaya. Di sini, ia menduduki posisi sebagai ketua.
Munir yang lulus dari bangku kuliah pada tahun 1989, lantas aktif sebagai relawan di Lembaga Bantuaan Hukum (LBH) Surabaya selama dua tahun.
Setelahnya, ia memutuskan untuk pulang kampung ke Malang dan berprofesi sebagai Kepala Pos LBH Surabaya.
Karier Munir kemudian berlanjut sebagai Wakil Ketua Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Sepak terjang Munir
Munir salah satu tokoh yang mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
KontraS yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat.
Di samping itu, Munir juga aktif sebagai penasihat hukum dari salah satu kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, yakni tragedi Tanjung Priok.
Tragedi Tanjung Priok terjadi paada 14 September 1984 yang dimulai ketika para demonstran mengadakan aksi untuk menolak implementasi Pancsila sebagai asas tunggal sebagaimana diusulkan oleh Presiden Soeharto.
Baca juga: Komisioner Baru Komnas HAM Terima 39 Laporan, dari Munir sampai IKN
Munir juga aktif mengadvokasi Marsinah, buruh yang dibunuh pada tahun 1993. Dalam kasus ini, Munir ditunjuk sebagai salah satu pengacara.
Kasus lain yang menjadi perhatian Munir adalah kasus penculikan para aktivis yang terjadi pada Masa Orde Baru.
Dalam kasus ini, sebanyak 24 orang orang diculik dengan 13 korban masih berstatus hilang, salah satunya adalah Wiji Thukul.
Penculikan terhadap para aktivitas HAM membuat Munir getol menuntut pertanggungjawaban.
Dengan tegas, Munir meminta negara untuk bertanggung jawab terhadap penculikan dan penghilangan paksa kepada para aktivis HAM ini.
Kronologi pembunuhan Munir
Pembunuhan Munir berawal dari keberangkatannya menuju Belanda untuk melanjutkan studi.
Ia berangkat menumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 974 dari Bandara Soekarno-Hatta pada 6 September 2004.
Diketahui, pesawat Garuda Indonesia yang membawa Munir ke Belanda lebih dulu transit di Bandara Changi, Singapura pukul 00.40 waktu setempat pada 7 September 2004.
Dikutip dari Kompas.com, Munir dilaporkan duduk di Coffee Bean ketika pesawat yang ia tumpangi transit di Singapura.
Baca juga: Komnas HAM: Tim Ad Hoc Kasus Munir Tetap Bisa Bekerja meski Peristiwa Pidana Sudah Kedaluwarsa
Pesawat Munir lantas melanjutkan penerbangan menuju Amsterdam, Belanda dari Singapura pada pukul 01.50 waktu setempat.
Di sini, Munir mengalami sakit setelah pesawat yang ia tumpangi lepas landas dari Bandara Changi.
Ia berulang kali mondar-mandir ke toilet dan akhirnya ditangani oleh salah satu penumpang yang juga dokter.
Munir yang kondisinya sakit sempat dipindahkan dari kursinya di 40G ke samping dokter yang merawat.
Sayangnya, nyawa Munir tidak tertolong dan ia dinyatakan meninggal pada pukul 08.10 waktu setempat.
Munir menghembuskan napas terakhirnya ketika pesawat yang membawanya terbang di atas ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania.
Menurut Institut Forensik Belanda (NFI), Munir meninggal karena racun arsenik dalam jumlah dosis yang fatal ditemukan di tubuhnya.
Akibat peristiwa ini, delapan kru Garuda Indonesia yang berada di dalam pesawat bersama Munir dipanggil Mabes Polri untuk diperiksa.
Tak hanya itu, 21 orang juga diperiksa atas kematian Munir yang dilanjutkaan dengan pembentukan Tim Pencari Fakta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004.
Kasus yang diselubungi tanda tanya ini akhirnya menetapkan Pollycarpus -pilot Garuda Indonesia- sebagai tersangka dan selanjutnya dijatuhi hukuman 14 tahun penjara pada 20 Desember 2005.
Pollycarpus bebas bersyarat pada 28 November 2014 dan meninggal pada 20 Oktober 2020.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.